Di tengah kritikan dan krisis yang terjadi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Turki, Recep Tayyip Erdoğan kembali terpilih untuk ketiga kalinya sebagai Presiden. Erdoğan berhasil mengalahkan Kemal Kılıçdaroğlu yang menjanjikan kehidpan masyarakat akan menjadi lebih baik dan menjadikan Turki lebih demokratis. Lalu, di tengah krisis yang terjadi, mengapa rakyat Turki tetap percaya dan memilih Erdoğan untuk menjadi Presiden?
Recep Tayyip Erdoğan berhasil mempertahankan kursi kekuasaannya pada Pemilihan Umum (Pemilu) Turki putaran kedua dengan mengalahkan pesaing ketatnya Kemal Kılıçdaroğlu.
Erdoğan kembali terpilih menjadi Presiden Turki untuk periode ketiganya di tengah krisis yang melanda negara tersebut dan banjir kritikan kepada pemerintahannya.
Turki sedang menghadapi inflasi tertinggi selama 26 tahun terakhir. Mulai dari biaya hidup yang meroket, hingga gempa bumi dahsyat yang membuat penanganannya oleh pemerintahan Erdoğan pasca gempa tersebut menuai banyak kritik.
Pada putaran kedua kontestasi, Erdoğan berhasil meraih 52,14 persen suara, mengalahkan rivalnya Kılıçdaroğlu yang meraih 47,86 persen suara.
Kemenangan ini menandakan masa pemerintahan Erdoğan akan berlanjut hingga 2028 dan membuat dirinya akan memerintah Turki selama lebih dari dua dekade.
Dalam pemilu kali ini, sang petahana cukup dibuat bersusah payah untuk menang mutlak imbas berbagai krisis tersebut. Hal itu membuat masyarakat yang semula mendukungnya kembali mempertimbangkan pilihan mereka.
Menjelang pemilu, Erdoğan seolah “dikeroyok” habis-habisan oleh pihak oposisi yang sejak lama memang ingin menjegal pemerintahannya.
Kılıçdaroğlu selama masa kampanye terus menyerang pemerintahan Erdoğan yang dinilai otoriter. Atas dasar itu dia menjanjikan akan membuat Turki menjadi negara yang lebih demokratis dan kembali membawa Turki ke sistem parlementer.
Hal itu yang tampaknya kemudian membuat survei yang dirilis berbagai lembaga di Turki menunjukkan bahwa Kemal unggul dari Erdoğan.
Namun, secara mengejutkan pada Pemilu putaran pertama Erdoğan berhasil unggul dengan meraih 49,5 persen suara dan Kılıçdaroğlu berada dibawahnya dengan 44,96 persen suara.
Walaupun harus lanjut ke putaran kedua karena tidak ada kandidat yang berhasil meraih 50 persen lebih suara. Tapi, ini menunjukkan Erdoğan masih memiliki pendukung yang loyal terhadapnya.
Lantas, meskipun terjadi krisis dan banyak kritik kepada pemerintahannya menjelang pemilihan, benarkah Erdoğan masih mempunyai basis massa yang loyal terhadapnya? Serta, mengapa masyarakat Turki kembali memilih Erdoğan dalam pemilu kali ini?
Erdoğan Masih Superior?
Erdoğan memang tampak merupakan sosok pemimpin yang populer dan mempunyai karisma yang kuat di Turki. Tak heran, jika dirinya bisa berkuasa lebih dari dua dekade di negara yang berbatasan di benua Asia dan Eropa itu.
Selama ini, pendukung Erdoğan terdiri dari kaum konservatif, nasionalis dan kelompok religius yang khususnya tinggal di Turki bagian Asia.
Meski sempat dikritik karena lambannya penanganan gempa yang menewaskan sedikitnya 50 ribu orang. Namun, secara mengejutkan partai Erdoğan keluar sebagai pemenang di 10 dari 11 provinsi yang dilanda gempa.
Bayram Balci dalam tulisannya Turkish Election: Why is Erdoğan Still Unbeatable? menjelaskan kemenangan yang diraih Erdoğan dalam pemilu tak lepas dari gagalnya pihak oposisi yang terdiri dari enam partai dengan berbagai macam ideologi meyakinkan para pemilih untuk memilih Kılıçdaroğlu sebagai presiden.
Persatuan dan keberagaman pihak oposisi yang pada awalnya di prediksi akan menjadi kekuatan. Akan tetapi, alasan yang sala justru menjadi kelemahan yang membuat mereka gagal mengalahkan Erdoğan.
Aliansi dari pihak oposisi itu awalnya tampak menjanjikan dan memancarkan sebuah harapan baru bagi masyarakat Turki. Oposisi menjanjikan sebuah kebebasan dan sebuah demokrasi yang utuh bagi Turki.
Namun, setelah kekalahan putaran pertama, mereka berbelok tajam ke “kanan”. Atas dasar itu, tampaknya para pemilih kembali mempertimbangkan dukungan mereka ke pihak oposisi yang sempat unggul dalam jajak pendapat yang dilakukan berbagai lembaga survei di Turki.
Kampanye yang terstruktur dan visi misi yang dapat meyakinkan pemilih kiranya yang kemudian membuat Erdoğan memetik hasil baik dalam pemilu.
Sementara itu, Bilge Yabanci dalam tulisannya Religion, Nationalism, and Populism in Turkey Under The AKP mengatakan Erdoğan dan partainya AKP mempertahankan loyalitas basis suaranya melalui narasi sejarah agama dan nasionalisme yang berakar pada konsepsi nasional Turki maupun aliansi nasionalis-konservatif.
Menariknya, itu tetap dilakukan ketika pihak oposisi menyoroti isu penegakkan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dianggap memburuk selama pemerintahannya.
Justru, Erdoğan sendiri lebih memilih untuk mengangkat isu stabilitas nasional kebesaran bangsa, hingga pengaruh Turki di panggung internasional yang tampaknya lebih menarik bagi para pemilih kaum nasionalis khususnya.
Kaum nasionalis Turki ini lah yang sebenarnya tampak menjadi pemegang kunci kemenangan Erdoğan dalam pemilu kali ini.
Pertarungan Erdoğan dan Kılıçdaroğlu sejatinya adalah memperebutkan suara kelompok nasionalis, dibandingkan kelompok konservatif dan liberal yang memang sudah melekat pada keduanya.
Erdoğan agaknya tahu betul cara memikat massa. Keberhasilan Erdoğan memikat pemilih dari kalangan nasionalis hingga akhirnya dapat memenangkan pemilu semakin menegaskan bahwa dirinya dapat mengelola dan mempertahankan basis dukungannya yang terdiri dari kelompok konservatif dan nasionalis.
Lalu, melihat kemenangan yang diraih Erdoğan dalam Pemilu Turki, apa yang dapat dipahami dari strategi kampanye Erdoğan? Serta, bagaimana strategi Erdoğan itu dapat berjalan dengan baik hingga dapat membalikkan keadaan dari kalah di jajak pendapat namun menang dalam pemilihan?
Adopsi Taktik Sun Tzu?
Sebelum pemilihan berlangsung, Erdoğan dalam kondisi yang tidak menguntungkan karena berbagai kritikan yang menghantam pemerintahannya. Namun, berkat strategi kampanye yang terstruktur rapi, Erdoğan berhasil membalikkan keadaan.
Erdoğan dengan cerdik dapat melihat kelemahan lawan politiknya yang dikenal dekat dengan partai Kurdistan yang di cap sebagai teroris. Dia dapat memainkan isu itu untuk menyerang secara langsung atau tidak langsung kepada Kılıçdaroğlu.
Strategi ini dapat dilihat sebagai cerminan dari risalah militer Tiongkok kuno yang digunakan dalam politik, perang, maupun interaksi sosial.
Erdoğan kiranya menggunakan salah satu strategi dalam buku karya Jenderal Tiongkok dan ahli strategi perang Sun Tzu yang tertuang di publikasi berjudul The Art of War.
Dalam strategi bagian delapan itu disebutkan Openly repair the gallery roads, but sneak through the passage of Chencang (Míng xiū zhàn dào, àn dù Chéncāng).
Artinya, serangan kepada musuh harus dilakukan dengan dua kekuatan konvergen. Pertama, adalah serangan langsung, sesuatu yang sangat jelas dan membuat musuh mempersiapkan pertahanannya.
Kedua, secara tidak langsung, sebuah serangan yang menakutkan, musuh tidak mengira dan membagi kekuatannya sehingga pada saat-saat terakhir mengalami kebingungan dan kemalangan.
Dalam konteks Erdoğan, serangan langsung yang dilancarkannya pada saat kampanye di depan publik dengan menyebut Kılıçdaroğlu didukung oleh teroris karena kedekatannya dengan partai Kurdistan disinyalir salah satu taktik yang dapat memikat pemillih dari kelompok nasionalis.
Kemudian serangan tidak langsung Erdoğan muncul ketika ada video yang diduga sengaja disebarkan kubu Erdoğan memperlihatkan kedekatan Kılıçdaroğlu dengan petinggi partai Kurdistan.
Meskipun, Kılıçdaroğlu membantah semua hal yang dituduhkan Erdoğan dengan menyebut pesaingnya tersebut menyebarkan fitnah. Namun, para pemilih tampaknya lebih mempercayai apa yang dikatakan Erdoğan.
Akibat serangan ini, kubu oposisi akhirnya pada putaran kedua tampak kehabisan cara untuk meyakinkan para pemilih hingga akhirnya kalah dalam pemilu.
Di atas itu semua, menarik untuk ditunggu cara Erdoğan untuk mengeluarkan Turki dari krisis yang melanda di periode ketiganya memimpin negaranya kali ini. (S83)