HomeNalar PolitikSaatnya Rizieq Jadi Buzzer Vaksin Istana?

Saatnya Rizieq Jadi Buzzer Vaksin Istana?

Kecil Besar

Polemik soal kehalalan AstraZeneca terus bergulir. Saat pemerintah gelisah soal ini, pakar politik tawarkan nama Rizieq Shihab untuk jadi influencer. Mengapa harus sosok ini yang harus tampil mengajak orang untuk mau vaksinasi?


PinterPolitik.com

Nama Habib Rizieq Shihab (HRS) dikaitkan lagi dengan Covid-19. Kali ini namanya disebut oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi saat memaparkan temuan hasil survei Indikator Politik Indonesia.

Rizieq Shihab dianggap cocok untuk menjadi influencer vaksin AstraZeneca yang sedang menuai curiga soal motif politik pemberian label halal. HRS dianggap mampu menggiring publik untuk menyadari vaksinasi sebagai kebutuhan bersama.

Burhanuddin Muhtadi mengeluarkan pernyataan itu bukan seloroh belaka. Ini didasarkan pada hasil Survei Indikator Politik Indonesia pada Februari 2021 bahwa sebanyak 81 persen responden menilai faktor kehalalan vaksin Covid-19 menjadi hal yang penting dibandingkan segi keamanan.

Survei ini menjadi kerikil saat AstraZeneca disinyalir mengandung babi. Ini membuat pemerintah kalang kabut harus mencari sosok yang bisa membendung ketidakpercayaan tersebut. Pencarian itu dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Jawa Timur (Jatim) untuk membuat para kiai sepuh di sana berbicara di publik soal kehalalan Astrazeneca dan ini menuai hasil.

Baca Juga: Rizieq: the Next โ€˜Suicide Squadโ€™?

Bukan hanya Jokowi, Maโ€™ruf Amin juga turut berkomentar dengan meluruskan persepsi publik bahwa pertanyaan yang benar soal AstraZeneca bukan soal halal haramnya, tapi boleh atau tidaknya.

Namun, ikhtiar Presiden tersebut dirasa belum cukup. Usulan pakar politik dirasa masuk akal meskipun memunculkan pertanyaan. Bukankah nama ini tercoreng selama pandemi akibat kasus kerumunan massa dan soal PCR positif? Apa yang membuat HRS spesial dan diyakini bisa menggerakkan hati jutaan orang untuk vaksinasi?

Rizieq, Pemimpin Karismatik

Rizieq dianggap dapat menyelesaikan polemik ini karena sosoknya dianggap memiliki apa yang Max Weber sebut sebagai pemimpinkarismatikWeber mendefinisikan ini sebagai kualitas dari kepribadian seseorang yang dianggap diberkahi oleh kekuatan supranatural, bisa disebut sebagai manusia super, atau memiliki kekuatan khusus. Weber mengidentifikasi lima ciri pemimpin karismatik sebagai berikut.

Pertama, sosoknya hadir di tengah ambang keputusasaan dan harapan. Seperti yang diketahui, nama HRS mentereng pada saat naiknya isu penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Isu ini dinilai menyebabkan beragam kelompok Islam berada di ambang keputusasaan untuk menjawab pertanyaan soal sampai batas mana kepemimpinan non-Muslim bisa diterima.

Rizieq menjawab dengan singkat dibanding ormas lainnya. Pesan Rizieq adalah, โ€œSegera penjarakan Ahok!โ€. Bahkan dia mengancam jika ini tidak dilaksanakan, dia mengklaim akan memobilisasi massa yang lebih besar.

Baca juga :  The Danger Lies in Sri Mulyani?

Kedua, karisma bersifat tidak stabil karena bergantung pada kesuksesan dan menolak pelembagaan. Kesuksesan Rizieq terlihat melalui konsistennya tren dalam data survei. Hasil survei 2020 Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait opini publik terhadap Front Pembela Islam (FPI) dan Rizieq Shihab menunjukkan sosoknya dikenal oleh 73 persen responden, dan disukai 43 persen di antaranya. Survei tahun tersebut lebih tinggi dibanding survei Januari 2018 yang menunjukkan 59 persen responden mengetahui FPI dan 33 persen yang mendukung perjuangan FPI.

Ketiga, mengedepankan keadilan substantif dibanding hukum tertulis yang akan melahirkan routinization (rutinitas)Saat organisasi pimpinannya akan dibubarkan, Rizieq memberikan instruksi untuk pendukungnya agar tetap tenang dan menyatakan bahwa Front Pembela Islam hanya kendaraan dan alat dalam penegakan amar maโ€™ruf nahi munkar.

Baca Juga: Tepatkah Membandingkan Kerumunan Jokowi dengan HRS?

Kendaraan harus beralih bukanlah masalah dan dapat membuat kendaraan baru. Karena menempatkan organisasi sebagai kendaraan saja, sejumlah demonstrasi massa makin intesif dilakukan melalui 212 pasca kasus penistaan agama.

Keempat, sosok ini memiliki komunikasi yang sangat efektif karena pesan keadilan substantifnya tersampaikan. Saat demonstrasi di Monas, Jakarta, Rizieq menyerukan untuk tidak menginjak rumput, tidak mengganggu pengguna jalan, tidak bentrok dengan aparat. Seruan ini diabadikan di sejumlah foto yang viral di media sosial yang menunjukkan para peserta demonstrasi tidak menginjak rumput.

Kelima, melahirkan charismatic movement yang bercorak patrimonial dan menjadi bagian dari gerakan tersebut. Lahirnya 212 sebagai organisasi massa yang tiap tahunnya merayakan reuni menjadi contoh dari gerakan ini. Dalam menjaga gerakan ini, corak patrimonial Rizieq terlihat melalui dia menjadi pengarah utama dalam penentuan waktu reuni hingga substansi yang disampaikan dalam acara tersebut.

Selain lima modal karakter ini, ada pula hal lain yang menunjang citra Rizieq.

Humanitarian FPI Untungkan Rizieq?

Nama Rizieq bukan saja mentereng karena karismanya saja. Organisasi yang dipimpinnya, Front Pembela Islam, aktif terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. Tentu organisasi Islam yang terlibat dalam penyaluran bantuan tidak hanya FPI. Ini terlihat misalnya dari Muhammadiyah yang sudah memiliki Penolong Kesengsaraan Oemoem jauh sebelum FPI berdiri.

Namun yang jadi khas dari FPI sebagaimana dibahas Michelle Ann Miller dalam artikelnya The Role of Islamic Law (Sharia) in Post Tsunami Reconstruction. FPI bukan hanya memberikan bantuan berupa barang dan tenaga dalam menyelamatkan korban dalam tsunami Aceh.

Melainkan, FPI juga menjadi โ€œpenjagaโ€ bagi masyarakat Aceh dari berbagai lembaga donor yang dicurigai memiliki motif menyebarkan agama Kristen atau dicurigai akan melakukan sekularisasi yang membuat korban bencana akan menjauhi hukum syariat Islam yang diterapkan pemerintah di Aceh. Ini dinilai kontras dengan yang dilakukan organisasi Islam moderat.

Baca juga :  Teror Soros, Nyata atau "Hiperbola"? 

Medical Populism Rizieq dan Ujiannya

Dengan berbekal label humanitarian FPI, Rizieq sebenarnya bisa menjadi influencer vaksinasi dengan menggunakan apa yang disebut Gideon Lasco sebagai medical populism. Dalam artikel Medical populism and the COVID-19 pandemic, konsep ini merujuk pada gaya politik yang didasarkan pada suksesnya seseorang merespons krisis kesehatan dengan bermodalkan benturan antara rakyat dengan kemapanan pemerintah. Gaya politik tersebut memiliki tiga ciri.

Pertama, menggembar-gemborkan penyelesaian pandemi. Slamet Maarif, Ketua PA 212 menganggap kepulangan Rizieq menjadi berkah untuk menurunkan pandemi. Rizieq juga menggunakan retorika populisnya yang tersirat di pernyataannya dalam acara Dialog Nasional 100 Ulama dan Tokoh.

โ€œMakanya saya ingatkan kalau kita bicara kemanusiaan, kita jangan bicara suku, agama, budaya, partai, kelompok. Lupakan itu semua,โ€ begitu tegasnyaSelain itu, dia juga mendoakan supaya para ulama dan umara yang terkena Covid-19 disembuhkan oleh Allah.

Kedua, membentuk perpecahan identitas antara rakyat dan kemapanan pemerintah.  Dalam doanya setibanya di Petamburan, Jakarta Pusat, dia meminta orang yang hadir untuk berdoa supaya Allah mengangkat Covid-19 dan menjadikan Indonesia berkah. Dalam doa ini juga disisipkan semoga Allah juga menghancurkan pemimpin-pemimpin pendusta dan pemimpin-pemimpin pengkhianat.

Ketiga, gembar-gembor dan pembentukan identitas dibentuk melalui massa. Rizieq dalam waktu singkat sudah membuktikan kemampuannya mengorganisir orang di masa pandemi. ini terlihat dari penyambutannya di bandara yang diglorifikasi dengan aksi jalan kaki, Maulid Nabi yang diselenggarakan di rumahnya, dan resepsi pernikahan anaknya.

Baca Juga: Rizieq dan FPI Bangkitkan Islamofobia?

Namun, poin ketiga dari medical populism-nya Rizieq masih harus berhadapan dengan organization of ideological discourse yang dibuat oleh pemerintah. Istilah ini digunakan oleh Ajnesh Prasad untuk menyebut stigmatisasi yang diterima jamaah tablig karena dianggap sebagai biang keladi pandemi oleh sayap nasionalis Hindu di India.

Stigmatisasi yang dilakukan pemerintah sekiranya cukup disayangkan. Dengan besarnya karisma Rizieq, khususnya kemampuannya dalam menggerakkan massa, saran dari Burhanuddin Muhtadi agar Imam Besar FPI tersebut menjadi influencer vaksinasi tentunya layak untuk dipertimbangkan. (F65)


โ–บ Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Youtube Membership

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Ebook Promo Web Banner
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa โ€œTundukโ€ Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan โ€œtundukโ€ kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Menguak Manuver Prabowo di Denwalsus

Detasemen Kawal Khusus (Denwalsus) buatan Prabowo menuai kritik sejumlah pihak. Ada yang menyarankan Prabowo lebih baik buat Detasemen untuk guru di Papua. Ada juga...

Senggol Cendana, Jokowi Tiru Libya?

Perpres yang disahkan Jokowi terkait pengelolaan TMII mendapatkan perhatian publik. Pasalnya Perpres ini mencabut hak Yayasan milik keluarga Cendana yang sudah mengelola TMII selama...

Di Balik Zeitgeist Digital Anies

Anies Baswedan puji kreator konten yang dianggapnya mampu menawarkan pengalaman atas infrastruktur yang dibangunnya. Pujian Anies kontras dengan pejabat negara dan politisi yang gunakan buzzer untuk...