Site icon PinterPolitik.com

Saatnya Jokowi Reshuffle Wakil Menteri?

Saatnya Jokowi Reshuffle Wakil Menteri?

Presiden Joko Widodo (Foto: Tempo)

Mengganti menteri yang merupakan kader partai politik sekiranya bukan pilihan yang bijak untuk Presiden Jokowi. Sebagai solusi, demi meletakkan legacy politik dan pembangunan, Presiden Jokowi tampaknya perlu untuk merombak jajaran para wakil menteri (wamen).


PinterPolitik.com

Tulisan ini adalah kelanjutan dari artikel PinterPolitik yang berjudul Jokowi “Ditinggalkan” Menterinya?. Dalam artikel tersebut telah dipaparkan bahwa fokus berbagai menteri akan terbagi karena sebentar lagi memasuki tahun pemilu, khususnya menteri yang ingin maju di Pilpres 2024.

Itu sekiranya adalah kabar kurang menyenangkan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya, pada 2024 nanti, eks Wali Kota Solo itu akan purna tugas. Untuk mengakhiri masa jabatannya, Presiden Jokowi tentu perlu meletakkan legacy politik dan pembangunan.

Christian Fong, Neil Malhotra, dan Yotam Margalit dalam penelitian mereka yang berjudul Political Legacies: Understanding Their Significance to Contemporary Political Debates, menemukan bahwa politisi memiliki minat yang kuat dalam mengembangkan legacy yang positif, luas, dan bertahan lama karena ingatan masyarakat tentang legacy tersebut memengaruhi perdebatan terkait kebijakan di masa depan.

Bertolak dari kebutuhan untuk meletakkan legacy, apakah Presiden Jokowi harus mengganti menteri-menteri itu?

Idealnya, langkah itu tentu perlu diambil Presiden Jokowi. Sebagaimana penuturan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto, konflik kepentingan antara pekerjaan sebagai menteri dengan kepentingan politik untuk meraup suara masyarakat mestilah sulit untuk dihindari.

Terlebih lagi, menteri yang merupakan kader partai politik dan yang menunjukkan keinginan maju di Pilpres 2024 merupakan pos-pos penting. Sebut saja pos Kementerian BUMN, Pertahanan, Perekonomian, hingga Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Terbelenggu Spoils System

Sayangnya, meskipun mengganti menteri adalah langkah ideal, dalam kacamata politik realias, Presiden Jokowi sekiranya sulit mengambil keputusan itu. Akar ganjalannya adalah fenomena spoils system yang lumrah dilakukan di Indonesia.

Spoils system sendiri adalah sistem di mana pemenang pemilu memberikan posisi kepada pendukungnya sebagai hadiah. Selain sebagai insentif, pemberian posisi juga ditujukan sebagai garansi kesetiaan.

Istilah ini berasal dari frasa “to the victor belong the spoils” yang diungkapkan Gubernur New York, Amerika Serikat (AS) William L. Marcy ketika mengomentari kemenangan Andrew Jackson di Pilpres AS 1829.

Namun, tidak seperti tujuannya sebagai garansi kesetiaan, spoils system kerap kali menjadi jebakan tersendiri bagi pemimpin yang terpilih. Pasalnya, dengan mahalnya biaya politik, kandidat yang berlaga membutuhkan sokongan logistik dari pihak ketiga. Alhasil, itu membuat pembagian kursi lebih cocok disebut sebagai praktik membayar utang.

Menimbang praktiknya seperti membayar utang, ini membuat Presiden tidak memiliki kontrol yang kuat terhadap pejabat-pejabat yang dipilihnya. Presiden tersandera berbagai kepentingan, khususnya dari partai politik dan pemberi bantuan logistik.

Djayadi Hanan dalam bukunya Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Upaya Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia, juga menegaskan hal serupa. Ungkapnya, pembagian pos-pos kekuasaan kepada partai politik seolah menjadi keniscayaan demi stabilnya kepemimpinan Presiden.

Oleh karena itu, sekiranya sulit bagi Presiden Jokowi untuk serta merta mengganti pos-pos menteri. Ini pula yang sekiranya menjadi jawaban, mengapa RI-1 membiarkan para menteri yang ingin maju di Pilpres 2024 tanpa harus mengundurkan diri.

Lantas, jika mengganti menteri bukan langkah yang ideal untuk dilakukan, adakah solusi atas persoalan ini?

Pos Wamen adalah Solusi?

Solusi atas persoalan ini mungkin terletak pada pos wakil menteri (wamen). Tidak seperti pos menteri, pos wamen tidak banyak dibicarakan. Bahkan terdapat pihak yang menyebut pos itu sebagai pelengkap semata.

Mengacu pada postulat politik yang mengedepankan jalan tengah atau win-win solution, Presiden Jokowi bisa meminta pos-pos wamen diisi oleh para profesional terbaik di bidangnya. Kinerja berbagai menteri yang berpotensi berkurang akibat terbagi fokus dapat ditutup oleh wamen yang dipilih secara khusus.

Hal ini juga pernah diutarakan oleh pakar administrasi negara Eko Prasojo. Terangnya, jabatan wamen harus memiliki kepakaran atau keahlian yang memadai, sehingga diharapkan dari kalangan profesional.

Lanjut Eko, wamen juga dapat berperan sebagai jembatan dalam menghubungkan pejabat tinggi negara. Dengan demikian, keberadaan wamen dapat difungsikan sebagai pelaksana tugas harian di kementerian untuk melakukan koordinasi dan memastikan sinergi antar lembaga agar dapat terjalin dengan baik.

Sebagai penutup, jika Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat, pos wakil menteri sekiranya dapat menjadi prioritas untuk dirombak. Tentunya, ini demi kepentingan Presiden Jokowi sendiri, dan untuk masyarakat Indonesia secara keseluruhan. (R53)

Exit mobile version