Site icon PinterPolitik.com

Saatnya Anies Menyerang Balik?

Saatnya Anies Menyerang Balik?

Foto: Instagram @AgusYudhoyono

Penangkapan eks Sekjen NasDem Johnny G. Plate seolah menjadi titik balik bagi Koalisi Perubahan untuk intens mengkritik pemerintah. Ini kah momentum Anies Baswedan tancap gas menyerang balik?


PinterPolitik.com

“We can conquer only by attacking.” – George Patton

Dalam artikel PinterPolitik yang berjudul Langkah Anies Dihambat Surya Paloh?, telah dijabarkan bahwa Anies Baswedan kesulitan untuk vokal mengkritik pemerintah karena Surya Paloh menghindari ketegangan terbuka. Namun, semakin meruncingnya hubungan Paloh dengan pemerintah tampaknya mengubah permainan.

Tidak hanya hubungan yang renggang dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pasca dukungan kepada Anies, berbagai bisnis Paloh juga dikabarkan terganggu. Berdasarkan laporan Tempo yang bertajuk Panas Surya Terbakar Istana, setidaknya ada tiga bisnis Paloh yang terganggu setelah deklarasi Anies.

Pertama, usaha katering PT Pangansari Utama yang menyediakan jasa boga untuk PT Freeport Indonesia. Pangansari diketahui menyediakan katering untuk 40 ribu pekerja Freeport selama 30 tahun. Akhir-akhir ini terdengar kabar bahwa Pangansari akan digantikan oleh PT Sarinah yang merupakan perusahaan BUMN.

Jika benar terjadi, itu akan menjadi kerugian besar bagi Paloh karena kabarnya keuntungan Pangansari mencapai ratusan miliar rupiah. Nilai pengadaan makanan untuk Freeport mencapai US$ 500 juta per tahun atau sekitar Rp 7,4 triliun.

Kedua, usaha properti PT Media Properti Indonesia yang tengah membangun gedung kembar Indonesia 1 di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Pembangunan itu membutuhkan dana sebesar Rp 8 triliun. Namun, bank pemerintah dikabarkan batal memberikan kredit pada akhir tahun lalu, dua bulan setelah deklarasi Anies.

Ketiga, usaha media Media Group kini tidak lagi mendapatkan iklan dari pemerintah dan BUMN.

Hubungan yang renggang dengan Jokowi dan bisnis yang terganggu tampaknya masih membuat Paloh menahan diri. Namun, ditangkapnya eks Sekjen NasDem Johnny G. Plate atas kasus korupsi proyek menara BTS tampaknya menjadi titik balik permainan.

Selepas penangkapan Plate, Paloh memanggil elite NasDem ke NasDem Tower. Pada malam harinya, giliran Anies yang terlihat dipanggil.

Menariknya, entah kebetulan atau tidak, pasca momen itu Anies terlihat semakin terbuka mengkritik pemerintah. Pun demikian dengan rekan Koalisi Perubahan lainnya. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) hingga Jusuf Kalla (JK) juga memberikan kritik.

Lantas, ini kah momentum perlawanan Koalisi Perubahan? Terkhusus Anies, apakah ini momentum emas untuk membalikkan keadaan?

Waktunya Serangan Balik?

Ketika diwawancara Tempo pada 9 Mei, Paloh memberikan jawaban menarik. Paloh ditanya, “Bukankah kalau NasDem berseberangan dengan pemerintah itu bisa bagus karena membangun citra pembaru?”.

Jawaban Paloh, “Relatif. Kalau pemerintahannya bagus, bagaimana kita bisa berseberangan? Rugi sekali. Pemerintah yang berjalan on the right track, yang baik, saya harus bela dia. Kalau dia main-main, tidak lagi on the right track, saya siap berseberangan.”

Kalimat terakhir Paloh perlu digarisbawahi serius. Bagaimana jika diksi “kalau dia main-main” merujuk pada situasi Koalisi Perubahan, khususnya NasDem saat ini?

Berbagai hantaman dan sikutan yang datang adalah alasan yang masuk akal untuk melawan balik. Sebagaimana ditulis Sun Tzu dalam buku The Art of War, “Attack is the secret of defense; defense is the planning of an attack. Serangan adalah rahasia dari pertahanan. Dan, pertahanan adalah bagian dari rencana penyerangan.

Dalam percakapan sehari-hari, misalnya ketika membahas strategi sepakbola, kita kerap mendengar adagium, “attack is the best form of defence”. Serangan adalah bentuk terbaik dari pertahanan. Pelatih Manchester City Pep Guardiola disebut memainkan strategi ini.

Seperti yang terlihat baru-baru ini, berbagai tokoh Koalisi Perubahan tengah intens memberikan kritik ke pemerintah. Di acara HUT ke-21 PKS pada 20 Mei, misalnya, Anies membandingkan pembangunan jalan di era Jokowi dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurut Anies, keunggulan Jokowi hanya terletak pada pembangunan jalan tol. Sementara pembangunan jalan gratis menempatkan SBY sebagai pemenang balapan.

“Jika dibandingkan dengan jalan nasional, di pemerintahan ini membangun jalan nasional membangun sepanjang 500 kilometer, di era 10 tahun sebelumnya 11.800 kilometer, 20 kali lipat,” ungkap Anies.

Ini Panggung Anies?

Sebagai tokoh utama Koalisi Perubahan, Anies adalah kunci permainan jika Koalisi Perubahan memutuskan untuk menyerang balik. Ada dua alasan untuk itu. Pertama, tentu saja demi mendongkrak popularitas dan elektabilitas Anies.

Profesor Ilmu Politik di California Institute of Technology, R. Michael Alvarez, dalam tulisannya Why Do Politicians Always Attack Each Other?, menjelaskan bahwa kampanye negatif, yakni menyerang kelemahan lawan politik adalah cara paling ampuh untuk menarik simpati publik.

Tidak hanya mengkritik berbagai kelemahan pemerintah saat ini, Anies juga terlihat memainkan strategi “politik teraniaya”.

Sreenivasa Reddy dalam tulisannya Playing victim is a deceptive political game, menyebutkan “politik teraniaya” adalah permainan politik favorit di era saat ini, dimana politisi populis mendapatkan penerimaan yang luas.

Baru-baru ini Anies misalnya mengkritik soal kesetaraan politik. “Dulu siapa saja boleh maju ke pilpres, caleg, bupati, wali kota. Hari ini jangan sampai ada pengaturan siapa yang boleh maju dan tidak,” ungkap Anies pada 21 Mei.

Kendati tidak menjelaskan secara spesifik, bahasa kritik Anies terlihat membangun persepsi bahwa terdapat pengekangan hak politik. Mudah bagi publik menangkap bahwa Anies ingin mengatakan Koalisi Perubahan adalah pihak yang tengah ditindas.

Kedua, Anies adalah politisi yang pandai menggunakan guerrilla marketing atau pemasaran gerilya. Itu adalah taktik pemasaran yang memiliki ciri khas menggunakan kejutan (element of surprise) dalam strategi komunikasinya.

Pemasaran gerilya berbeda dari pemasaran tradisional karena mengandalkan interaksi pribadi, anggaran lebih kecil, dan menargetkan kelompok masyarakat tertentu untuk menyebarkan konten promosi.

Pemasaran gerilya dapat pula disebut pemasaran viral berbiaya murah. Konten promosi dibuat mengejutkan, sensasional, atau semenarik mungkin agar tersebar dari mulut ke mulut, sehingga menjangkau audiens yang lebih luas secara gratis.

Setidaknya sudah dua kali Anies menggunakan guerrilla marketing, yakni ketika mengunggah foto sedang membaca buku How Democracies Die pada November 2020 dan buku Principles for Navigating Big Debt Crises pada April 2023.

Cukup dengan mengunggah foto sedang membaca buku, Anies membuat publik menafsirkan luas bahwa dirinya sedang mengkritik pemerintah. Anies dinilai mengkritik pemerintah soal buruknya demokrasi dan besarnya utang negara.

Publik yang merasa terikat dengan unggahan Anies kemudian membagikannya secara sukarela. Ini lah kelebihan guerrilla marketing. Strateginya mungkin sederhana, namun memberikan dampak besar dan meluas.

Dengan kepiawaian komunikasinya, Anies dapat memanfaatkan momentum ini untuk mengubah citra negatif menjadi positif.

Lagipula, sekalipun tidak terkonversi menjadi citra positif, berbagai pemberitaan negatif yang ada tetap positif bagi Anies, dalam artian, publik terus membahasnya.

Itu menjaga popularitas Anies tetap tinggi dan menjadikannya top of mind publik. Dalam komunikasi, itu disebut dengan top of mind awareness atau TOMA. (R53)

Exit mobile version