Ketimbang melakukan berbagai upaya perlawanan, Rizieq diminta kooperatif dengan proses hukum.Polisi meminta agar Rizieq kembali ke Indonesia dan menjalani pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]P[/dropcap]emberitaan mengenai pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab sepertinya belum akan berakhir. Kali ini, Rizieq yang saat ini masih berada di Arab Saudi disebut-sebut mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo melalui pengacaranya. Dalam surat tersebut, Rizieq meminta agar Presiden Jokowi memerintahkan Polri untuk menghentikan penyidikan kasus percakapan via WhatsApp berkonten pornografi yang diduga melibatkan Rizieq dan Firza Husein.
Bukan tanpa alasan, kasus inilah yang disebut-sebut membuat Rizieq enggan kembali ke Indonesia. Adapun permintaan itu disampaikan pihak Rizieq melalui surat yang dikirimkan kepada Jokowi melalui pengacaranya Kapitra Ampera. Kapitra mengaku telah mengirimkan surat tersebut ke Jokowi pada Senin, 19 Juni 2017 malam.
“Dimohonkan kepada Bapak Presiden RI untuk memerintahkan penyidik/Polri agar menerbitkan SP 3 kepada Habib Rizieq Shihab karena melanggar peraturan perundang-undangan khususnya putusan Mahkamah Konstitusi No. 20/PUU-XIV/2016 tanggal 7 September 2016,” demikian kata Kapitra Ampera mengutip isi surat yang dikirimkan tersebut.
Pihak pengacara Rizieq mengatakan bahwa penyidikan terhadap kasus ini menyalahi aturan perundang-undangan. Untuk itu, mereka meminta kasus ini segera dihentikan.
. Untuk Apa Rizieq Surati Jokowi Minta Kasusnya Dihentikan?, Jokowi Tak Akan Mau Intervensi Masalah Hukum
— Suara Rakyat (@Mjohnsamosir) June 21, 2017
“Penyidikan kasus Habib Rizieq Shihab yang barang buktinya didapat penyidik melalui intersepsi atau penyadapan oleh pihak yang tidak berwenang/ilegal, dilakukan oleh situs website www.4n5hot.com dan situs baladacintarizieq.com bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” lanjut Kapitra.
Menurut Kapitra, alat bukti dalam kasus yang dituduhkan kepada kliennya itu didapat dengan cara ilegal. Atas dasar itu, pihaknya berpendapat bahwa alat bukti yang dimiliki penyidik tidak sah.
“Alat bukti dalam kasus Habib Rizieq Shihab didapat (intersepsi/penyadapan) secara ilegal yang dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dalam proses penyidikan maupun persidangan karena merupakan pelanggaran terhadap HAM, rights of privacy dan bertentangan dengan UUD 1945,” kata Kapitra.
Pada kasus ini, polisi telah menetapkan Rizieq dan Firza sebagai tersangka. Firza disangkakan melanggar Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Sementara itu, Rizieq dijerat Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 29 dan atau Pasal 6 juncto Pasal 32 dan atau Pasal 9 juncto Pasal 35 Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Keduanya terancam hukuman di atas lima tahun penjara.
Alat Bukti Ilegal? Tanggapan Polri
Pertanyaannya adalah apakah benar tuduhan pengacara Rizieq terkait legalitas alat bukti yang didapat dari pesan atau obrolan dalam chat?
Faktanya, pada pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menyebutkan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Dengan demikian, berdasarkan pasal tersebut setiap informasi dan/atau dokumen elektronik yang diterima melalui whatsapp maupun alat komunikasi lainnya dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah.
Namun, dalam putusan MK No. 20/PUU-XIV/2016 – saat itu terkait putusan gugatan Setya Novanto dalam kasus ‘Papa minta saham’ – cara mendapatkan alat bukti yang ilegal juga bisa dijadikan sebagai dasar hukum pertimbangan penghentian penyelidikan. Hal itu masuk dalam salah satu parameter alat bukti – disebut bewijsvoering – yang dijadikan pertimbangan oleh hakim MK.
Terkait hal tersebut, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, penghentian perkara merupakan wewenang penuh penyidik yang menangani kasusnya.
“Yang menilai bisa di-SP3 atau tidak kan penyidik. Ada kriterianya,” ujar Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, pada Rabu, 21 Juni 2017, seperti dikutip dari kompas.com. Setyo mengatakan, penghentian perkara tidak serta merta bisa dilakukan meski ada tekanan pihak tertentu. Penyidik nantinya akan melihat apakah unsur-unsur perkara dalam kasus Rizieq terpenuhi atau tidak.
“Apakah tidak memenuhi unsur atau kadaluarsa. Nanti kita lihat apakah kasus tersebut memenuhi syarat untuk SP3 atau tidak,” kata Setyo.
Ketimbang melakukan berbagai upaya perlawanan, Rizieq diminta kooperatif dengan proses hukum. Setyo meminta agar Rizieq kembali ke Indonesia dan menjalani pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka. Munurut Setyo, jika tidak bersalah, tentu Rizieq tidak akan dihukum.
Menarik untuk ditunggu bagaimana kelanjutan surat Rizieq tersebut. Apakah Presiden Jokowi akan mengabulkan keinginan Rizieq? Apakah Rizieq akan bernasib sama seperti Setya Novanto yang bebas dari kasus ‘Papa minta saham’? (Berbagai Sumber/S13)