HomeNalar PolitikRizieq Minta Rekonsiliasi, “Siapa Dia?”

Rizieq Minta Rekonsiliasi, “Siapa Dia?”

Kecil Besar

Baik Pemerintah maupun Kapolda kemungkinan besar akan menolak permohonan rekonsiliasi Pimpinan FPI Rizieq Shihab. Sementara Yusril yakin kalau rekonsiliasi dapat dilakukan melalui abolisi.


PinterPolitik.com

“Rekonsiliasi itu istilah yang sangat berat. Itu antara satu badan pemerintah dan satu badan yang kira-kira setara dengan pemerintah. Itu namanya rekonsiliasi. Tapi warga negara dengan warga negaranya itu nggak ada istilah rekonsiliasi.”

[dropcap size=big]T[/dropcap]erkait permintaan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab agar Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dapat berekonsiliasi dengan pemerintah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan istilah rekonsiliasi dapat dilakukan dengan badan yang setara dengan pemerintah.

Menurut Wiranto, rekonsiliasi tidak dapat dihubungkan dengan kasus hukum yang tengah dijalani seseorang. Harus ada kesepakatan di antara kedua belah pihak yang menjalani rekonsiliasi. “Ini kan masalah hukum yang terus berkembang. Kita serahkan proses hukum yang sedang berlangsung. Hukum itu kan ada celah-celah yang dapat dilakukan, koordinasi hukum pidana juga ada, hukum perdata juga ada,” katanya di Jakarta, Selasa (20/6).

Ia mengatakan, ada ruang-ruang untuk membuat kesepakatan yang mengarah pada proses hukum itu sendiri, tapi bukan rekonsiliasi. “Rekonsiliasi antara rakyat dan pemerintahnya kan nggak ada. Permintaan bisa-bisa saja, tapi pemerintah juga punya sikap,” lanjutnya. Sikap yang sama juga diungkapkan Kapolda Metro Jaya Irjen M Irawan yang mempertanyakan kapasitas Rizieq.

Menurut Irawan, Rizieq bukan merupakan perwakilan lembaga yang memiliki pengaruh dalam sistem pemerintahan. “Coba, rekonsiliasi itu apa? Mana bisa rekonsiliasi dengan pemerintah. Siapa dia?” tegasnya, Rabu (21/6) malam. Ia juga mempertanyakan cara rekonsiliasi yang diinginkan Rizieq. “Caranya bagaimana. Enggak bisalah. Jadi jangan meng’emas’-kan diri,” lanjutnya.


Daripada meminta rekonsiliasi, lanjut Irawan, sebaiknya Rizieq kembali ke Indonesia menghadapi kasus hukum yang menimpanya. “Semua sama di mata hukum. Faktanya ada. Semua harus dihadapi. Tidak bisa rekonsiliasi, nanti ada standar ganda, polisi enggak bisa menghentikan kasus. Apa beda dia dengan yang lain?” katanya lagi. “Yang jelas, beliau itu jantan – kami tahu kejantanannya beliau – saya yakin beliau pulang.”

Baca juga :  The Danger Lies in Sri Mulyani?

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra yang ditunjuk sebagai negosiator Rizieq dan GNPF MUI, mengatakan kalau Indonesia punya sejarah melakukan rekonsiliasi antara pemerintah dan kelompok yang dianggap beseberangan. “Upaya itu dengan memberikan amnesti dan abolisi terhadap lawan politik,” katanya, Rabu (21/6).

Menurut Yusril, formulasi rekonsiliasi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan polemik, yakni pemberian abolisi atau peniadaan tuntutan pidana oleh presiden kepada ulama dan aktivis. Ia mengatakan abolisi sangat tepat karena jika yang diminta surat penghentian penyidikan perkara (SP3) bisa menimbulkan konsekuensi hukum. Ada polisi yang akan dikenakan sanksi disebabkan salah tangkap. “Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah,” katanya.

Langkah hukum lainnya seperti deponering atau pengesampingan perkara demi kepentingan umum, lanjutnya, juga tidak bisa dilakukan. Sebab kasus yang menjerat para ulama dan aktifis ini belum sampai di kejaksaan. “Deponering ini dikeluarkan oleh kejaksaan,” terangnya Yusril yang meyakinkan agar pemerintah jangan takut takut bila terjadi rekonsiliasi, para lawan politik akan kembali menganggu kinerja pemerintahan. “Jika terulang, cukup ditangkap dan dilanjutkan proses hukumnya,” tambahnya.

Yusril mengingatkan, Indonesia pernah melakukan upaya rekonsiliasi dengan memberikan amnesti dan abolisi. Presiden Soekarno pernah memberikan amnesti ke kelompok Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia- Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI-Permesta). Tahanan politik (Tapol) dan narapidana politik (napol) pada jaman orde baru juga mendapatkannya. “Era SBY juga diberikan kepada Gerakan Aceh Merdeka.”

Menyangkut penolakan pemerintah, Rizieq sebelumnya mengeluarkan ancaman kalau permintaannya tidak diterima, akan melakukan perlawanan. “Kalau rekonsiliasi tetap ditolak oleh pihak seberang sana, sementara para ulama terus-menerus dikriminalisasi, para aktivis terus-menerus diberangus kebebasannya, diberangus hak asasi manusianya, dan rakyat jelata terus-menerus dipersulit, dan Islam juga terus-menerus dimarginalkan, tidak ada kata lain yang harus kita lakukan kecuali lawan.” Jadi sekarang pilihannya ada dihadapan pemerintah, rekonsiliasi atau revolusi,” ancam Rizieq, Minggu (18/6).

Baca juga :  Teror Soros, Nyata atau "Hiperbola"? 

Ancaman ini tentu membingungkan, sebab bagaimana sebuah permohonan disebut permohonan bila diikuti ancaman? Berikan pendapatmu.

(Suara Pembaruan)

spot_imgspot_img

#Trending Article

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau “Hiperbola”? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos “Hantu Dwifungsi”, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...