Site icon PinterPolitik.com

Rizieq Minta Bantuan PBB?

Foto: istimewa

Pengaduan Rizieq ke Komisi HAM PBB sangat kontradiktif dengan berbagai pernyataan dan sikapnya yang selalu memaki lembaga tersebut.


PinterPolitik.com

“There no such thing as justice – in or out of court” – Clarence Darrow (1857-1938), Pengacara

[dropcap size=big]K[/dropcap]eadilan dalam pengertian Clarence Darrow itulah mungkin yang saat ini sedang diperjuangkan oleh pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab. Rizieq saat ini dikabarkan berada di luar negeri dan enggan untuk kembali ke Indonesia. Ia merasa dirinya dikriminalisasi oleh aparat penegak hukum di Indonesia. Rizieq memang sedang dijerat oleh banyak kasus hukum, termasuk penghinaan Pancasila dan chat berkonten ponografi.

Setelah sebelumnya permohonan untuk mengundang anggota Komnas HAM ke Arab Saudi ditolak oleh komisioner Komnas HAM, Rizieq dikabarkan akan meminta perlindungan Komisi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dugaan kriminalisasi tersebut.

Pengacara Rizieq, Kapitra Ampera, dalam konferensi pers di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa, 16 Mei 2017, menyampaikan bahwa Rizieq akan melaporkan kasusnya pada lembaga HAM tersebut.

Kapitra Ampera, Kuasa Hukum Rizieq Shihab (Foto: tribunnews.com)

“Beliau sudah bertemu dengan komisioner dari Human Rights PBB dan ini akan ditindaklanjuti setelah Ramadhan. Malah Habib diundang ke Jenewa untuk mempresentasikan apa yang menimpa dia, bahkan ada pengacara internasional menawarkan diri untuk membawa Mahkamah Internasional ya, di Den Haag,” demikian kata Kapitra seperti dikutip dari laman Kompas.com.

Menurut Kapitra, Rizieq sudah menemui deputi komisioner lembaga internasional tersebut di Kuala Lumpur, Malaysia. Selanjutnya, Rizieq akan bertolak ke Eropa untuk mendatangi markas PBB di Jenewa, Swiss.

Hal ini tentu saja mendatangkan berbagai komentar negatif. Masyarakat menganggap apa yang dilakukan oleh Rizieq ini paradoks, mengingat ia selama ini sering memaki-maki PBB. Berikut ini adalah video ketika Rizieq menghina PBB.

Penilaian masyarakat ini beralasan, mengingat Rizieq sendiri selalu menganggap PBB sebagai bagian dari upaya negara barat mengontrol Indonesia.

Pengaduan Rizieq ke Komisi HAM PBB juga sangat kontradiktif dengan tulisannya dalam buku berjudul Wawasan Kebangsaan, Menuju NKRI Bersyariah, di mana Rizieq sangat menentang konsep HAM ala Barat yang menurutnya tidak menggunakan ukuran dan norma-norma agama di dalamnya. Hal tersebut bisa dibaca di halaman 92.

Lalu, apakah pernyataan kuasa hukum Rizieq tersebut merupakan sebuah gertakan saja, ataukah Rizieq memang sudah benar-benar yakin akan menempuh jalur ke Komisi HAM PBB untuk menyelesaikan persoalannya?

Mengapa Komisi HAM PBB?

Pertanyaan lain yang juga penting untuk ditelusuri adalah mengapa Rizieq membawa persoalan tersebut ke Komisi HAM PBB?

Kapitra tidak menyebut secara jelas Komisi HAM mana yang dimaksud oleh Rizieq. Jika yang dimaksudkan adalah Komisi HAM PBB, maka lembaga itu adalah United Nations Commission on Human Rights (UNCHR). Namun, lembaga ini telah diubah menjadi Dewan HAM PBB pada tahun 2006 dan berada di bawah Majelis Umum PBB.

Jika menggunakan mekanisme pelaporan individual, maka Komisi HAM PBB yang dimaksudkan Rizieq dan berkantor pusat di Jenewa Swiss adalah Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) atau Kantor Komisi Tinggi HAM PBB.

OHCHR – yang dipimpin oleh seorang Komisaris Tinggi – adalah lembaga yang didirikan untuk mengawasi dan menilai proses penegakkan HAM di seluruh negara anggota – walaupun banyak ahli Hubungan Internasional menilai mandat dari Komisaris Tinggi sangat kabur dan merupakan hasil dari berbagai kompromi politik. OHCHR memang memiliki mekanisme untuk menerima laporan pelanggaran HAM secara individu.

Faktanya, lembaga yang mempunyai anggaran hingga 250 juta dollar dan mempekerjakan sekitar 1.200 orang pegawai, saat ini dikepalai oleh Pangeran Zeid bin Ra’ad Zeid al-Hussein. Pangeran Zeid adalah orang Asia pertama sekaligus muslim pertama, Arab pertama, dan pangeran pertama yang menduduki posisi ini. Awalnya Pangeran Zeid adalah perwakilan tetap Yordania untuk PBB antara tahun 2000-2007 dan 2010-2014, sebelum direkomendasikan oleh Sekjen PBB saat itu, Ban Ki-moon, untuk menjabat sebagai Komisioner Tinggi OHCHR.

Caption: Pangeran Zeid bin Ra’ad Zeid al-Hussein, Komisioner Tinggi OHCHR (Foto: UN Watch)

Jika melihat latar belakangnya yang juga beragama Islam, boleh jadi Rizieq begitu percaya diri dapat mengadukan masalah ini ke OHCHR karena keberadaan Pangeran Zeid di lembaga ini. Apalagi, kerja OHCHR juga sangat berhubungan dengan Mahkamah Internasional PBB – yang juga disinggung oleh kuasa hukum Rizieq.

Selain itu, di awal masa kepemimpinannya, banyak pihak mengkritik Pangeran Zeid karena dianggap tidak punya kapabilitas dalam menegakkan HAM internasional, terutama berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Salah satunya, ia dikritik karena Yordania dianggap menjadi salah satu negara yang mengusulkan agar semua anggota PBB mengkriminalisasi ‘defamation of religion’ atau penghinaan agama.

Hal tersebut bisa dilihat dalam upaya Yordania untuk memproses hukum para kartunis Denmark yang menggambar kartun Nabi Muhammad, atau beberapa penyair yang memasukkan ayat Al-Quran dalam  puisi-puisinya. Hal tersebut dianggap membatasi kebebasan berekspresi – salah satu hak yang menjadi inti dari HAM itu sendiri. Larangan untuk kebebasan berekspresi ini sangat mirip dengan gerakan yang dilakukan oleh Rizieq di Indonesia.

Pangeran Zeid juga mengkritik Donald Trump dan politisi Inggris, Nigel Farage, yang dianggapnya sebagai demagog – istilah untuk pemimpin yang membawa pada kesesatan. Ia juga menyebut infalibilitas atau kebenaran mutlak pasar bebas sebagai bahaya yang urgen. Hal tersebut membuat banyak pengamat, misalnya Kepala UN Watch, Hillel Neuer, menyebut Pangeran Zeid tidak fokus dalam tugasnya sebagai Komisioner Tinggi HAM yang seharusnya mengurusi pelanggaran HAM, kasus-kasus genosida, kelaparan, dan lain sebagainya, dan terlalu sibuk berkomentar tentang politik dan ekonomi – hal yang oleh para pengkritik disebut tidak dikuasainya.

Mungkin terlalu ambisius mengaitkan kesamaan persepsi politik antara Pangeran Zeid dan Rizieq atau kaitan keduanya dalam gerakan politik yang lebih besar. Namun, boleh jadi, Rizieq merasa percaya diri persoalannya dapat ditangani oleh Komisi HAM PBB karena Komisioner Tinggi lembaga tersebut memiliki kesamaan identitas dengan Rizieq – walaupun hal tersebut masih menjadi hipotesis di wilayah abu-abu. Tidak ada salahnya untuk menganggap hal tersebut sebagai salah satu kemungkinan yang bisa terjadi karena segala hal yang berhubungan dengan Rizieq Shihab adalah pembicaraan yang menarik.

Peluang Kasus Rizieq

Lalu, jika laporan Rizieq ini ditindaklanjuti oleh OHCHR, bagaimana peluang Rizieq dalam penyelesaian masalah ini?

Dalam menangani kasus HAM, OHCHR tentu memiliki mekanisme untuk mendengarkan pengaduan individu, artinya Rizieq punya peluang kasusnya ditangani. OHCHR kemudian akan menilai kasus tersebut dan hal-hal yang bisa dilakukan untuk menindaklanjuti persoalan tersebut.

Lalu, apakah persoalan tersebut bisa dibawa ke Mahkamah Internasional seperti klaim Rizieq? Faktanya, hanya negara saja yang bisa bersengketa di Mahkamah Internasional. Hal tersebut tertulis dalam situs resmi Mahkamah Internasional. Jadi, ucapan bahwa ada pengacara internasional yang bersedia membawa kasus Rizieq ke Mahkamah Internasional, bisa jadi hanyalah gertakan Rizieq.

Selain itu, Rizieq saat ini terkena kasus hukum di Indonesia. Sementara, kedaulatan hukum Indonesia tentu saja tidak akan bisa dicampuri, sekalipun oleh lembaga seperti PBB ataupun Komisi-komisinya – hal ini terdapat dalam artikel 2.4 piagam PBB. PBB memang punya mekanisme yang bisa dipakai untuk menekan negara – dalam hal ini Indonesia – jika terbukti melakukan pelanggaran HAM. Walaupun demikian, peluang untuk menuntut negara atas pelanggaran HAM terhadap individu sangatlah kecil. Kita tahu di Indonesia banyak pelangagran HAM dengan kategori ‘berat’ yang hingga kini tidak bisa diselesaikan, sekalipun didesak oleh lembaga-lembaga internasional.

Pada akhirnya, apakah Rizieq menggertak atau tidak hanya akan menjadi halaman-halaman menarik di koran-koran pagi dan ulasan-ulasan menarik news anchor di televisi. Sebab, keadilan itu – seperti kata Rizieq sendiri tentang HAM – bersifat relatif dan tergantung pada persepsi. (S13)

Exit mobile version