Site icon PinterPolitik.com

Revitalisasi Pesisir Jakarta, Menunggu Nasib

Foto: Istimewa

Pemerintah provinsi DKI Jakarta kini memiliki pekerjaan rumah cukup berat. Pro kontra reklamasi teluk Jakarta menyisakan pertanyaan besar, akan dibawa kemana program revitalisasi pesisir utara Jakarta?


PinterPolitik.com

“Keadilan tidak akan dilayani sampai mereka yang tidak terpengaruh sama marahnya dengan mereka.” ~ Benjamin Franklin

[dropcap size=big]S[/dropcap]emilir angin pantai berhembus menyisakan aroma khas lautan yang tercemar. Tidak ada burung camar yang terbang rendah mencari ikan di lautan, tidak pula deretan pohon kelapa yang menaungi dari sengatan matahari. Di Kampung Akuarium, di pesisir utara Jakarta, kini hanya ada puing-puing bekas bangunan. Dan diantara reruntuhan itu, berdiri beberapa bangunan semi permanen (bedeng) warga korban penggusuran.

Kampung Akuarium dan beberapa kampung nelayan lainnya, di wilayah Penjaringan dan sekitarnya, kini nyaris rata dengan tanah. Kampung Akuarium merupakan salah satu dari empat bagian yang akan direvitalisasi menjadi kawasan wisata maritim internasional oleh Pemprov DKI Jakarta. Tiga kawasan lainnya, adalah Kawasan Pasar Ikan, Kampung Museum Bahari, dan Kampung Luar Batang.

Kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada lalu, memunculkan kembali bangunan-banguan liar di wilayah Kampung Akuarium dan Pasar Ikan. Apalagi gubernur terpilih, Anies Baswedan juga telah meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk tidak mengambil kebijakan strategis di masa transisi kepimpinan Gubernur DKI Jakarta selama lima bulan ke depan.

“Saya berharap agar kebijakan pembangunan apalagi di bulan-bulan terakhir ini mempertimbangkan faktor-faktor potensi transisi,” ujar Anies di Jakarta, Selasa (2/5). Ketika berkampanye dulu, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan ini berjanji akan mengembalikan keadilan bagi warga dan penata kembali wilayah tersebut saat telah resmi menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Pesisir Utara Jakarta Tempo Dulu

“Bahkan Jakarta harus jadi mercusuar daripada perjuangan melawan kolonialisme seluruh umat manusia.” ~ Ir. Soekarno.

Jakarta, bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia memiliki arti penting sebagai tempat berkumpulnya para cendekia yang menelurkan proklamasi kemerdekaan. Ibukota negara ini, awalnya hanyalah sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung, sekitar 500 tahun silam. Bandar kecil ini kelak menjadi Pelabuhan tertua dan paling penting di Indonesia, yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa.

Di bawah Kerajaan Sunda, pelabuhan ini berkembang menjadi salah satu yang terpenting di Pulau Jawa, karena lokasinya cukup strategis. Selain pedagang Nusantara, pelabuhan ini juga banyak disinggahi pedagang asing, seperti Tiongkok, Arab, India, Inggris, dan Portugis. Di tahun 1527, pasukan Kesultanan Demak dan Cirebon – di bawah pimpinan Fatahillah, menyerang dan menguasai Sunda Kelapa dan berubah menjadi Jayakarta.

Soenda Kelapa Tempo Doeloe

Di tahun 1610, Belanda yang melihat keuntungan besar dari perdagangan rempah-rempah di pelabuhan ini, kemudian melakukan ekspansi di Jayakarta dan mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia. Di bawah kekuasaan Belanda inilah, Pelabuhan Sunda Kelapa kemudian direnovasi. Semula pelabuhan Sunda Kelapa yang tadinya hanya memiliki kanal sepanjang 810 m, diperbesar hingga menjadi 1.825 m.

Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, gedung-gedung megah, dan jalan-jalan besar yang diperuntukan bagi kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia.

Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lingkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya yang dinamakan Weltevreden. Paska kemerdekaan, Batavia kemudian berubah nama menjadi Jakarta. Sebagai ibukota negara, kondisi pesisir utara Jakarta pun mulai dipadati penduduk, terutama warga nelayan yang lebih memilih tinggal di dekat pantai.

Mempertanyakan Program Revitalisasi

“Gubernur harus menghormati proses hukum sampai ada putusan hukum tetap. Jika tidak, Pemprov DKI artinya sudah mengangkangi hukum dan menentang konstitusi.”

Pernyataan itu disampaikan Matthew Michelle, kuasa hukum warga Pasar Ikan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, meminta Pemprov menghormati proses hukum yang saat ini masih berjalan di pengadilan. Ia mengatakan, warga Pasar Ikan telah mengajukan gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Pemprov DKI Jakarta, pada Senin (3/9) lalu.

Matthew mempertanyakan dalih Pemprov DKI menggusur kawasan Pasar Ikan untuk revitalisasi. Padahal sejak sebelum penggusuran hingga rumah warga rata dengan tanah, warga Pasar Ikan belum pernah melihat desain rencana revitalisasi kawasan Sunda Kelapa yang dimaksud. Ia juga mempertanyakan anggaran yang digunakan untuk revitalisasi, sebab dalam APBD DKI tidak ada anggaran yang dilokasikan untuk program tersebut.

Menanggapi hal ini, Ahok menyatakan kalau program revitalisasi pariwisata Jakarta merupakan program prioritas dirinya, baik saat menjabat sebagai gubernur dan wakil gubernur, maupun dalam visi misinya di Pilkada lalu. Menurutnya, ia dan Djarot ingin menunjukkan konsistensi dan komitmen mereka untuk memajukan pariwisata di Jakarta.

Dananya sendiri, diatur melalui rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai reklamasi yang mengatur kewajiban tambahan bagi pengembang yang melakukan untuk kepentingan rakyat Jakarta. Dalam kewajiban tambahan itu, pengembang yang mendapat izin reklamasi diharuskan menyetor 15 persen dari total nilai hasil reklamasi.

Dana itu digunakan untuk membangun sejumlah fasilitas bagi warga Jakarta, termasuk pembangunan rumah susun, pembangunan pompa air untuk menghadapi banjir, dan melakukan revitalisasi atas kawasan yang direklamasi. Kewajiban ini dimasukkan Pemprov DKI dalam Pasal 116 Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Tambahan kontribusi ini, diberikan dalam rangka revitalisasi kawasan utara Jakarta dan revitalisasi daratan Jakarta secara keseluruhan. Sedangkan Pasal 116 ayat 11 mengatur soal jumlah 15 persen yang menjadi kewajiban pengembang. Kewajiban tambahan ini memang menjadi salah satu pasal yang pembahasannya alot di Badan Legislasi DPRD DKI lantaran mendapat pertentangan dari sejumlah politikus.

Menanti Kepastian

“Sebenarnya, kalau kampung ini mau ditata, kami tidak keberatan. Misalnya sementara pindah. Tapi kembali lagi ke sini. Karena di sinilah akar kehidupan kami.”

Walau sebelum dilakukan penggusuran, Pemprov telah menyiapkan 115 unit rumah susun (rusun), yaitu 75 unit di Rusun Marunda dan 40 unit lainnya di Rusun Rawa Bebek. Namun Musdalifah (30 tahun), warga Pasar Ikan yang tergusur, mengaku lebih suka kembali ke lokasi rumahnya dahulu meski sudah rata dengan tanah. Ia dan keluarganya bahkan rela tinggal di bedeng, agar anaknya tidak perlu jalan terlalu jauh untuk bersekolah.

Musdalifah adalah satu dari 310 kepala keluarga yang terpaksa merelakan rumah yang telah ia tinggali berpuluh tahun, diratakan oleh sekitar lima ribu aparat kepolisian. Berdasarkan data dari LBH Jakarta, jumlah penggusuran di Jakarta sepanjang 2016 mencapai 193 kasus. Dari penggusuran itu, terdapat 5.726 keluarga dan 5.379 unit usaha yang menjadi korban.

Penggusuran paksa, menghadapkan penduduk setempat dengan aparat.

Pengacara publik LBH Jakarta, Alldo Fellix Januardy, mengatakan jumlah penggusuran pada 2016 meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. “Memang meningkat, tapi jumlah keluarga dan unit usaha yang menjadi korban menurun dibanding tahun 2015,” kata Alldo saat melansir ‘Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2016’, Kamis (13/4).

Banyaknya jumlah warga yang tergusur paksa, bisa jadi juga menjadi kunci kekalahan Ahok di Pilkada lalu. Karena bagi warga Kampung Akuarium, kemenangan Anies-Sandi disambut dengan penuh suka cita. Mereka berharap, kehidupan mereka bisa berubah lebih baik usai dipimpin oleh gubernur baru.

“Tolong sesuaikan dengan janji pada anak yatim piatu dan orang miskin. Selesaikanlah perjanjian itu, Pak Anies. Supaya masyarakat jangan terlunta-lunta atau jangan berpisah kaya gini,” pinta Ade, salah satu korban penggusuran dari Kampung Akuarium. Ia juga berharap rumahnya dapat dibangun kembali di Kampung Akuarium.

(Berbagai sumber/R24)

Exit mobile version