Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan didesak untuk segera menjadi anggota partai politik. Ini dianggap menjadi resep agar lebih mudah menjadi calon presiden (capres) pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Lantas, seperti apa sebenarnya resep yang pas untuk Anies menjadi Capres 2024?
Pergelaran puncak Milad ke-20 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diadakan pada hari Minggu, 29 Mei 2022 di Istora Senayan dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional dan elite dari berbagai partai politik (parpol) nasional.
Sebagian besar tokoh dan elite parpol yang hadir merupakan langganan survei capres-cawapres 2024. Sebut saja, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Menparekraf Sandiaga Uno, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas).
Habib Aboe Bakar Alhabsyi, Sekretaris Jenderal DPP PKS, mengatakan Milad PKS ini menjadi ajang jodoh-jodohan Pilpres 2024. Ia juga berharap tokoh-tokoh yang hadir dapat menemukan jodoh yang pas.
Dan tokoh yang paling sering disorot dan dicecar banyak pertanyaan tentunya Anies, karena dianggap sebagai gubernur yang dimenangkan oleh PKS di Jakarta. Meski demikian, Anies bukanlah kader ataupun anggota PKS, bahkan anggota partai manapun.
Seolah terdapat selubung misteri antara Anies dengan partai politik. Bahkan sebelumnya, Partai Demokrat DKI Jakarta juga mendorong Anies agar berpartai sebagai syarat konstitusi pencalonannya pada Pilpres 2024 mendatang.
Mujiono, Ketua DPP Partai Demokrat DKI, memberikan saran agar lebih baik Anies Baswedan masuk partai dan menjadi kader parpol. Ia menilai jika Anies bergabung dengan partai akan semakin mudah dan lancar dalam persaingan Pilpres 2024.
Disebutkan, Anies sudah memiliki modal kepercayaan dan simpati dari masyarakat, hanya tinggal membutuhkan kendaraan untuk maju dan kendaraan tersebut adalah partai politik. Keuntungan lain masuk partai, menurut Mujiono, yaitu agar Anies tetap menjaga popularitasnya tidak turun setelah melepas jabatan sebagai gubernur, mengingat sebentar lagi masa jabatan Anies berakhir.
Meski seolah mendesak, sampai saat ini Anies belum menentukan pilihannya untuk masuk partai mana dan diusung oleh partai apa saja. Lantas, seperti apa memahami kondisi Anies saat ini dan seperti apa saran untuknya?
Strategi End Game?
Desakan agar Anies segera masuk parpol bisa jadi adalah sebuah jebakan. Sebagai tokoh non-partai, justru Anies dapat dengan mudah memperoleh tiket dari partai-partai politik di Senayan. Hal ini karena tingkat elektabilitas yang tinggi dan tidak terikat dengan parpol manapun justru menjadi magnet tersendiri.
Hendra Setyawan, Direktur Eksekutif Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA), mengingatkan agar Anies tidak gegabah masuk partai politik, meski didorong sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.
Menurut Hendra, posisi Anies saat ini strategis dikarenakan justru sebagai penarik pemilih bagi partai politik. Artinya, untuk menarik simpati masyarakat, harusnya parpol yang meminang Anies bukan sebaliknya.
Tidak gegabah dan menunggu waktu yang pas adalah kunci dalam pengambilan keputusan. Apalagi berbicara tentang politik, semua hal akan terasa berkabut. Bukan hanya lawan, bahkan kawan bisa menjadi faktor kekalahan jika tidak mampu mengambil keputusan dengan tepat.
Mohamad Sobary dalam tulisannya Politik Dengan Segala Cara, mengandaikan politik adalah kondisi setiap orang seolah tidak punya perasaan. Jebakan untuk mempersulit lawan menjadi bagian integral dari nafas politik tersebut. Oleh karenanya, perlu kehati-hatian dan bijak dalam memilih keputusan untuk membuat strategi.
Hal ini mungkin berlainan dengan salah satu nasihat perang Sun Tzu. Dalam bukunya The Art of War, ahli perang sepanjang masa ini memberikan nasihat agar bergerak cepat dan menyerang lebih dulu.
Tapi dalam nasihat yang lain, Sun Tzu mengajarkan kita untuk tetap melihat situasi. Ungkapnya, meski pasukan yang pertama datang di medan perang akan mempunyai keuntungan, yaitu semangat yang tinggi, bukan berarti hal tersebut dapat menjadi jaminan kemenangan mereka.
Lebih lanjut, Sun Tzu memberi nasihat agar pasukan yang datang di akhir tidak dulu menyerang mereka. Dalam pengertian lain, pasukan diminta menunggu semangat tempur pasukan lawan memudar. Ini adalah keuntungan lain bagi pasukan yang menjalankan strategi bermain di akhir laga.
Suci Handayani dalam tulisannya Strategi Pengambilan Keputusan, mengungkapkan bahwa pengambilan keputusan di akhir merupakan strategi jitu pengambilan keputusan. Ia memperkenalkan cara ini dengan dua istilah, yaitu delaying dan fatalistic.
Suci memberikan penjelasan bahwa delaying merupakan prinsip dari strategi pengambilan keputusan yang menyarankan individu untuk melakukan penangguhan. Ini adalah perilaku dalam menunda untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan ketika menghadapi situasi yang tidak menentu.
Menunggu sampai kesempatan paling akhir akan memberikan manfaat. Hal ini juga disebut dengan fatalistic, yang mengandaikan keputusan dipertimbangkan dengan memperhatikan kondisi yang terjadi dengan sendirinya. Tentunya, kedua kondisi ini akan membuat pengambilan keputusan di akhir akan banyak menentukan permainan.
Layaknya sebuah permainan catur, tahap akhir adalah kondisi yang paling menegangkan dalam rentang tahapan permainan. Catur dan politik mengajarkan agar sangat penting untuk menjaga momentum hingga mencapai permainan akhir (end game).
Mungkin inilah saran untuk Anies yang saat ini menghadapi berbagai desakan agar secepatnya masuk partai. Anies harus mengambil momentum injury time dalam menentukan partai mana dan siapa yang bersanding dengannya.
Lantas, apakah momen injury time ini efektif dalam politik di Indonesia? Bagaimana sebaiknya Anies memainkan strategi injury time ini?
Buat Kejutan?
Strategi bermain di ujung atau injury time memang sering ditampilkan di atas panggung politik Indonesia. Pada Pilpres 2019, misalnya, komposisi pasangan Jokowi dan Ma’ruf Amin mengejutkan banyak pihak saat itu. Ma’ruf dipilih pada menit-menit akhir setelah banyak isu liar tentang siapa pendamping Jokowi.
Prabowo-Sandiaga sebagai saingan Jokowi-Ma’ruf saat itu juga melakukan strategi yang sama. Penentuan Sandiaga sebagai cawapres juga terjadi pada menit-menit akhir.
Dalam konteks jelang Pemilu dan Pilpres 2024, cara yang sama juga terlihat ketika Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menanggapi isu soal calon presiden.
Menurut Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal DPP PDIP, Megawati sebagai sosok yang berpengalaman di dunia politik hanya diam dan tersenyum menanggapi isu-isu tersebut. Tersirat bahwa Megawati mengetahui dalam konteks penentuan capres dan cawapres tidaklah semudah dengan hanya melakukan deklarasi.
Anies dapat mengambil pelajaran dari politisi senior seperti Megawati. Bahwa bermain di akhir akan memberikan peluang yang baik untuknya mengkalkulasi semua sumber daya politiknya saat mencalonkan diri.
Mungkin sumber daya politik Anies akan diuji tidak lama lagi. Setelah melepaskan jabatan sebagai Gubernur DKI, Anies tidak lagi punya panggung politik. Kondisi ini yang mengharuskannya untuk dapat membuat panggung sendiri.
Sejauh ini, Anies masih belum mengungkapkan rencananya setelah purna tugas. Ia hanya mengatakan setelah tidak lagi jadi gubernur akan beristirahat sesaat. Anies dikenal sebagai tokoh yang selalu berkomunikasi dengan simbol-simbol tertentu.
Mungkin saja dengan merahasiakan langkah selanjutnya, bermaksud untuk membuatnya sulit ditebak. Dan dengan kalimat beristirahat sejenak, bisa ditafsirkan ia akan kembali dari peristirahatannya untuk membuat kejutan.
Tahun 2023 mendatang mungkin akan menjadi momen yang pas untuk Anies datang kembali dan mengejutkan banyak pihak. Apakah akan masuk menjadi anggota partai ataukah mengikuti konvensi partai tertentu sebagai calon presiden, semua itu patut ditunggu.
Dalam politik banyak taktik yang dapat digunakan untuk memenangkan permainan. Mungkin dengan sedikit mengulur waktu untuk mempersiapkan perang sesungguhnya dapat menjadi cara untuk tetap menjaga daya tahan politik Anies.
Layaknya ungkapan pemikir politik Niccolò Machiavelli, dalam politik manusia dituntut hanya untuk berperang secara terus menerus, sekalipun ada waktu jeda untuk beristirahat, itu hanya digunakan untuk memikirkan peperangan selanjutnya. (I76)