Presiden Jokowi telah meminta jajaran menteri berhenti membahas perpanjangan jabatan atau tiga periode. Namun, jika ingin mewujudkannya, berikut adalah resep yang bisa digunakan, bahkan untuk menjadi presiden seumur hidup.
Hingar bingar. Politik kita memang gaduh. Namun sayang, kegaduhan politik yang terjadi dikelola secara amatir. Begitu komentar Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah ketika melakukan media visit ke PinterPolitik pada 8 April. Menurut Fahri, negara ini dikelola secara amatir. Berbagai isu dan wacana politik yang dikeluarkan tidak konstruktif dan progresif.
Meskipun tidak menyebut secara spesifik, pernyataan Fahri dapat kita maknai merujuk pada isu-isu terkini, seperti penundaan pemilu, hingga amendemen untuk menambah jabatan presiden menjadi tiga periode. Ibarat kata, sudah memakan banyak pengorbanan untuk menggulingkan Soeharto dan membatasi jabatan presiden, gestur politik terbaru justru ingin mengembalikan segala jerih payah tersebut.
Di tengah kegaduhan politik akibat isu ini, sepertinya kita patut memberi apresiasi terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi). Terlepas dari ketegasannya terlambat atau tidak, yang jelas, RI-1 telah memberikan penegasan bahwa Pemilu 2024 tetap sesuai jadwal. Perintah untuk berhenti membahas juga telah dikeluarkan secara terbuka ke hadapan para menteri.
Namun, jika ingin sedikit berspekulasi, kira-kira apa yang terjadi jika Presiden Jokowi benar-benar memiliki niatan untuk menunda atau mewujudkan presiden tiga periode?
Seperti pernyataan Fahri Hamzah, amendemen konstitusi hanya bisa terjadi apabila itu adalah kehendak presiden. Menurutnya, presiden mampu menghimpun berbagai kekuatan politik untuk menjelaskan dan merealisasikan amendemen konstitusi.
Lantas, katakanlah wacana ini tetap bergulir, kira-kira apa resep yang dapat digunakan Presiden Jokowi untuk mewujudkannya?
Untuk menjawab list apa yang perlu dilakukan Presiden Jokowi, kita dapat menghimpunnya dari manuver politik lima presiden, yakni Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan, Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Soekarno, dan Presiden Soeharto.
Kelimanya berhasil melakukan manuver politik cerdas dan/atau amendemen konstitusi yang memungkinnya berkuasa lama, hingga menjadi presiden seumur hidup. Manuver politik kelimanya akan dihimpun menjadi dua kategori, yakni kategori domestik dan internasional.
Domestik
Sebelum membahas kategori internasional, terlebih dahulu kita akan mengulas kategori domestik. Kategori ini memiliki empat langkah sebagai berikut.
Pertama, Presiden Jokowi perlu menciutkan jumlah partai. Ini tidak harus dalam artian harfiah, melainkan tetap mempertahankan jumlah partai politik yang banyak, tetapi kekuatan partai lain dikerdilkan alias tidak berpengaruh.
Dalam pengertian harfiah, manuver ini dilakukan oleh Presiden Soeharto ketika melakukan fusi partai politik menjadi hanya tiga partai. Dalam bukunya Perjalanan Intelijen Santri, mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) As’ad Said Ali, menyebut fusi ini menciptakan efek bandul, di mana pusat kekuasaan tetap berada di titik pemerintah.
Kedua, Presiden Jokowi perlu menguasai pers dan media. Presiden Soeharto jelas merupakan contoh yang bagus untuk ini. Ross Tapsell dalam bukunya Kuasa Media di Indonesia: Kaum Oligarki, Warga, dan Revolusi Digital, menyebut di bawah rezim Orde Baru semua informasi yang disajikan pers harus melalui proses sortir pemerintah.
Tidak berhenti di sana, menurut Tapsell, kontrol juga dilakukan dengan cara memberikan izin usaha televisi komersial hanya kepada pengusaha yang merupakan bagian atau lingkaran dekat keluarga presiden. Dalam daftar ini, termasuk nama anak Soeharto seperti Siti Hardiyanti Rukmana dan Bambang Trihatmojo.
Francis Fukuyama dalam bukunya Identity: The Demand for Dignity and the Politics of Resentment, menyebut Xi Jinping dan Putin melakukan kontrol pers dan media secara berbeda. Jika Xi merespons media sosial dengan kontrol ketat akses informasi, maka Putin melakukan kebalikannya, yakni membanjiri media sosial dengan informasi.
Secara teoretis, Xi melakukan strategi Orwellian, sementara Putin melakukan strategi Huxleyan.
Ketiga, seperti pernyataan pendiri Republik Rakyat Tiongkok, Mao Zedong, “Political power grows out of the barrel of a gun”. Kekuatan politik itu tumbuh dari laras senapan. Di poin ini, Presiden Jokowi perlu mengamankan kekuatan militer, baik TNI maupun Polri, serta perangkat intelijen.
Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Operasi Militer Bawah Tanah Jokowi, telah dibahas panjang lebar bahwa poin ini sepertinya sudah dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Keempat, Presiden Jokowi perlu mengontrol para konglomerat. İsmail Doğa Karatepe dalam tulisannya Islamists, Bourgeoisie and Economic Policies in Turkey, menyebut Adalet ve Kalkınma Partisi (AKP), yakni partainya Erdoğan, berhasil menemukan keseimbangan antara kepentingan fraksi borjuis yang berbeda.
Erdoğan berhasil mengamankan dukungan para borjuasi, baik secara finansial untuk kepentingan pembangunan, serta secara politik untuk mempertahankan kekuasaan politiknya.
Jika Erdoğan masih melakukannya secara elegan seperti cara Soeharto, maka Xi Jinping melakukan langkah yang jauh lebih besar, yakni membatasi kekayaan para konglomerat Tiongkok.
Internasional
Setelah membahas list pada kategori domestik, sekarang kita akan membahas list pada kategori internasional. Tidak seperti kategori domestik, kategori internasional hanya memiliki dua langkah sebagai berikut.
Pertama, Presiden Jokowi perlu memiliki hubungan dekat dengan pusat kekuatan global, yang menurut berbagai ilmuwan politik, kekuatan global saat ini berpusat pada tiga negara, yakni Amerika Serikat (AS), Tiongkok, dan Rusia.
Mengacu pada kasus turunnya Soekarno dan Soeharto, dukungan negara adidaya telah lama dipercaya penting untuk menunjang kekuasaan. Dalam artikel PinterPolitik sebelumnya, Washington akan Intervensi Pilpres 2024?, telah bahas panjang lebar terkait intervensi internasional ini.
Mengacu pada pendapat Kishore Mahbubani dalam tulisannya The Genius of Jokowi, Presiden Jokowi memiliki kemampuan dalam hal melakukan politik perimbangan. Menurut Mahbubani, RI-1 mampu memainkan politik cantik dalam menjaga tarikan negara-negara adidaya, seperti AS dan Tiongkok.
Well, entah bagaimana caranya, yang jelas, Presiden Jokowi perlu memiliki hubungan baik dengan Washington, Beijing, dan Kremlin atau Moskow.
Kedua, Presiden Jokowi perlu dekat atau setidaknya memiliki hubungan yang baik dengan perusahaan-perusahaan raksasa internasional, khususnya di tiga bidang, yakni teknologi, persenjataan, dan kesehatan.
Menurut George Dimitriu dalam tulisannya Clausewitz and the Politics of War: a Contemporary Theory, saat ini kita tidak lagi menghadapi perang antara negara dengan negara, melainkan juga dengan aktor non-negara, seperti perusahaan multinasional dan kelompok transnasional.
Klon Kitchen dalam tulisannya The New Superpowers: How and Why the Tech Industry is Shaping the International System, menyebut revolusi industri keempat telah membentuk kembali kontur tatanan global. Munculnya perusahaan-perusahaan teknologi raksasa yang menjadi jantung revolusi telah menantang otoritas, kedaulatan, dan kapasitas pemerintah.
Penegasan Kitchen, rasa-rasanya mudah kita pahami. Saat ini, kita memasuki era ketika teknologi telah benar-benar menjadi primadona dan pusat peradaban. Dalam bukunya Homo Deus: A Brief History of Tomorrow, Yuval Noah Harari bahkan secara satir menyebut teknologi akan menjadi “tuhan baru”.
Kemudian terkait perusahaan persenjataan, ini sebenarnya perpanjangan dari pernyataan Mao Zedong. Jika kekuatan negara berasal dari laras senapan, maka laras senapan adalah kekuatan itu sendiri. Di titik ini, mudah memahami betapa berpengaruhnya industri persenjataan internasional.
Sementara industri kesehatan alias Big Pharma, sama seperti industri teknologi dan persenjataan, mengutip drugwatch, Big Pharma merupakan salah satu dari industri paling berpengaruh di dunia saat ini.
Well, sebagai penutup, jika Presiden Jokowi benar-benar memiliki niatan untuk menunda pemilu maupun menambah jabatan menjadi tiga periode, resep yang telah diuraikan ini dapat menjadi pegangan yang bagus.
Bahkan, jangankan tiga periode, menjadi presiden seumur hidup juga dapat dilakukan jika resep dalam artikel ini benar-benar dapat dilakukan. (R53)