HomeNalar PolitikRemake Film G30S, Siapa Takut?

Remake Film G30S, Siapa Takut?

Kecil Besar

Jokowi mengizinkan film G30S diputar kembali, tapi ia minta filmnya dibuat ulang (remake) supaya kekinian. Film mencekam begitu dibikin ala milenial, kira-kira jadinya kayak apa ya?


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]D[/dropcap]ulu waktu masih kecil dan belum ada reformasi, setiap tanggal 30 September malam, televisi akan menyiarkan film bersejarah G30S PKI. Film ini wajib ditonton, bahkan kadang para guru di sekolah sengaja memberikan tugas untuk memastikan kita menonton filmnya. Satu hal yang paling saya ingat dari film itu adalah musiknya. Ceritanya sih lupa-lupa ingat, tapi musiknya, enggak akan pernah lupa. Karena bagi saya, film itu lebih seram musiknya daripada ceritanya. Sungguh!

Untungnya, sejak reformasi film garapan Alm. Arifin C. Noer itu sudah enggak ditayangin lagi. Tanpa mengecilkan kerja keras sang sinemais maestro Indonesia, tapi terus terang rasanya jadi lega. Sebab kita enggak perlu lagi bengong di depan tivi (selama empat jam lebih sampai terkantuk-kantuk) untuk menyaksikan film yang sudah ditonton nyaris setiap tahun. Kalau dipikir-pikir, wajar aja hingga kini PKI masih jadi momok bangsa. Gimana enggak, wong sejak kecil dan bertahun-tahun, kita dicekoki film horor dan kejam begitu.

Jadi kalau sekarang Jokowi mengeluarkan ide untuk membuat ulang (remake) film yang diproduksi 1984 itu, saya langsung teriak SETUJU! Selain musiknya diganti dengan yang enggak bikin penonton depresi, ceritanya pun dapat lebih disesuaikan dengan fakta sesungguhnya. Soalnya, baik Amelia Yani (anak Jenderal A. Yani – Korban G30S) dan Ilham Aidit (anak D.N. Aidit – tertuduh PKI) mengatakan kalau film tersebut lebay, karena fakta sebenarnya enggak gitu-gitu amat.

Mau enggak mau, riset sejarah yang lebih mendalam harus dilakukan terlebih dulu biar ceritanya enggak ada yang bilang lebay lagi. Pelurusan sejarah pun dapat dilakukan dengan basis data yang benar, tanpa harus mengorek kembali luka lama ataupun saling tuding seperti yang sekarang masih jadi polemik. Dengan begitu, kita bisa mewariskan sejarah secara obyektif tanpa adagium “sejarah dicatat oleh pemenang (penguasa)”. Toh para pelakunya sudah banyak yang enggak ada. Jadi mengapa masih ada dendam diantara kita?

Baca juga :  Teror Soros, Nyata atau "Hiperbola"? 

Kalau remake film Kartini dan Warkopnya Dono, Kasino, Indro aja laku dipasaran, bisa jadi remake film G30S juga bakal masuk dalam jajaran box office Indonesia. Tentu durasinya harus disesuaikan dengan jam tayang, sulit rasanya duduk di dalam bioskop selama empat jam lebih. Dua jam aja kadang udah kebelet pipis. Dan karena film ini ditujukan untuk kaum milenial, tentu aktor dan aktrisnya dipilih yang berwajah ‘lebih segar’. Pemeran Pierre Tendean, misalnya, bisa aja diperankan oleh Stefan Williams atau Mike Lewis. Pasti seru kan! (R24)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

PDIP melalui Puan Maharani dan Joko Widodo (Jokowi) tampak menunjukan relasi yang baik-baik saja setelah bertemu di agenda Ramadan Partai NasDem kemarin (21/3). Intrik elite PDIP seperti Deddy Sitorus, dengan Jokowi sebelumnya seolah seperti drama semata saat berkaca pada manuver PDIP yang diharapkan menjadi penyeimbang pemerintah tetapi justru bersikap sebaliknya. Lalu, kemana sebenarnya arah politik PDIP? Apakah akhirnya secara tak langsung PDIP akan “tunduk” kepada Jokowi?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut? 

The Danger Lies in Sri Mulyani?

IHSG anjlok. Sementara APBN defisit hingga Rp31 triliun di awal tahun.

Deddy Corbuzier: the Villain?

Stafsus Kemhan Deddy Corbuzier kembali tuai kontroversi dengan video soal polemik revisi UU TNI. Pertanyaannya kemudian: mengapa Deddy?

Sejauh Mana “Kesucian” Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, “kesucian” Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...