Site icon PinterPolitik.com

Reformasi PNS, Sudahkah?

Foto: mediaindonesia.com

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, reformasi abdi negara mutlak diperlukan. Jumlah yang terlalu gemuk dan belanja pegawai yang membebani APBN perlu ditinjau ulang. Belum lagi kinerja yang kerap dikeluhkan masyarakat. Lalu sudah sejauh mana reformasi tersebut berjalan?


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]R[/dropcap]eformasi birokrasi merupakan hal yang perlu diwujudkan untuk menuju pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance). Salah satu wujud dari reformasi tersebut adalah dengan mengatur ulang postur abdi negara. Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah mencanangkan reformasi birokrasi yang dapat dilakukan secara bertahap. Salah satu cara reformasi birokrasi adalah dengan merampingkan jumlah pegawai.

Meski mengakui perampingan jumlah pegawai adalah resep bagi reformasi birokrasi, nyatanya hal tersebut tidak menyurutkan langkah pemerintah untuk menambah abdinya. Pada tahun 2017 ini terjadi pembukaan pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Meski tidak massal, pembukaan pendaftaran ini tergolong masif. Tidak tanggung-tanggung, terdapat dua gelombang dalam penerimaan CPNS tahun ini. Pada gelombang pertama, pemerintah membuka 19.210 posisi untuk Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan Mahkamah Agung (MA). Sementara, pada gelombang kedua pemerintah membuka lowongan untuk 17.928 posisi untuk mengisi jabatan di 30 kementerian, 30 lembaga dan satu pemerintah provinsi.

Penting untuk melihat perjalanan reformasi abdi negara sejauh ini. Sebelum menambah jumlah PNS, pemerintah sebaiknya melihat kondisi internalnya terlebih dahulu. Sudahkah reformasi PNS terjadi?

Reformasi Sejauh Ini

Dari tahun ke tahun, term reformasi birokrasi kerap menjadi agenda pemerintahan. Secara spesifik, nomenklatur khusus diperlukan sehingga dibentuk Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Tuntutan membentuk pemerintahan yang baik dan bersih merupakan hal yang mendesak dalam demokrasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah memiliki roadmap atau perencanaan reformasi birokrasi.

Di dalam roadmap yang disusun oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN), disebutkan bahwa perampingan struktur pegawai merupakan salah satu resep bagi reformasi. Pemerintah melalui BKN memikirkan untuk menghitung kebutuhan PNS yang diperlukan negara. Penghitungan ulang jumlah PNS ini memiliki kaitan dengan keluhan mengenai jumlah PNS yang terlalu gemuk. Jumlah ini tentu tidak banyak memberikan masalah jika sebanding dengan kompetensi yang dimiliki. Kenyataannya, tidak semua PNS memenuhi kompetensi yang benar-benar diperlukan.

Secara spesifik, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) sebelumnya, Yuddy Chrisnandi mengatakan jumlah PNS yang ada saat ini tergolong tidak ideal. Jumlah PNS dianggap terlalu gemuk karena menyentuh angka sekitar 4,5 juta pegawai. Menurutnya, jumlah pegawai yang ideal adalah berada angka sekitar 3,5 juta. Untuk itu, moratorium penerimaan abdi negara dilakukan. Proyeksi ingin dicapai adalah jumlah pegawai akan susut hingga 4 juta pada tahun 2019. Rasionalisasi jumlah PNS juga menjadi hal yang menjadi perhatian suksesor Yuddy, Asman Abnur.

Selain dari sisi jumlah, reformasi yang perlu diwujudkan adalah dari beban anggaran yang terjadi pada APBN. Pengeluaran negara terhadap belanja pegawai merupakan hal yang kerap dikeluhkan. Pengeluaran negara untuk belanja pegawai kerap menjadi pengeluaran terbesar pada APBN tiap tahunnya. Rasio pengeluaran ini kerap kali membebani APBN hingga seperempatnya, melebihi anggaran pendidikan misalnya yang berada di angka 20 persen.

Jika dilihat dari tahun ke tahun, belanja pemerintah pusat untuk belanja pegawai membebani APBN di kisaran 200 hingga 300 triliun rupiah. Secara spesifik, angka ini mengalami kenaikan pada tahun 2013 hingga 2016. Pada tahun 2013, postur APBN dibebani belanja pegawai dengan jumlah 241,1 triliun rupiah. Angka ini menanjak di tahun 2014 yang menyentuh angka 263 triliun rupiah. Kenaikan masih terjadi di tahun 2015 di mana jumlahnya membengkak menjadi 293,1 triliun rupiah. Kenaikan signifikan terjadi pada tahun 2016, angkanya melebihi 300 triliun yaitu 347,5 triliun rupiah. Penurunan baru terjadi pada APBN 2017, belanja pegawai mengalami sedikit penyusutan menjadi 343,3 triliun rupiah.

Jika dilihat dari sisi kinerja, reformasi abdi negara ini juga masih belum nampak. Pada tahun 2016, BKN hendak melakukan pengukuran indeks profesionalisme pegawai. Tetapi hasil dari pengukuran tersebut belum dapat terlaksana. Jika diamati dari fenomena yang terlihat, perbaikan kinerja belum terjadi signifikan. Hal ini dapat terlihat misalnya dari banyaknya PNS yang tertangkap tim saber pungli. Tak hanya itu, PNS juga banyak yang harus terciduk KPK lantaran melakukan korupsi.

Kompetensi PNS pun menjadi hal yang dipersoalkan. Menpan RB Asman Abnur mengakui bahwa sebagian besar PNS hanya memiliki kemampuan administrasi saja.  Rendahnya kompetensi ini membuat percepatan peningkatan performa pemerintah menjadi terhambat.

Dengan kinerja yang demikian, pembatasan jumlah pegawai menjadi hal yang wajar diperlukan. Jumlah PNS dapat diturunkan jumlahnya ke angka ideal. Meski begitu, PNS yang berprestasi dapat bertahan dan rekrutmen pegawai baru dengan kompetensi baik perlu dilakukan. Hal ini dapat membuat pengeluaran belanja pegawai yang dikucurkan sebanding dengan kualitas pegawai.

Langkah Menuju Reformasi Abdi Negara

Pemerintah sebenarnya memiliki beberapa resep untuk menjalankan reformasi abdi negara ini. Salah satu yang mengemuka adalah pemerintah sudah tidak menaikkan gaji PNS selama dua tahun. Kenaikan gaji terakhir dinikmati PNS pada tahun 2015. Langkah ini disebutkan juga akan berlanjut di tahun 2018 mendatang. Alih-alih menaikkan gaji pokok para abdi negara, pemerintah memilih memberikan gaji ke-14. Strategi ini dipilih untuk mengurangi beban pengeluaran negara dalam hal belanja pegawai. Dengan memberikan satu kali gaji ke-14 jelang hari raya, pengeluran negara dapat lebih rendah ketimbang meningkatkan gaji bulanan PNS.

Dalam hal pengeluaran untuk gaji, pemerintah juga merencanakan sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang baru. Dalam sistem ini, pemerintah berencana menghapuskan gaji pokok seperti yang selama ini dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur gaji dan tunjangan agar gaji dan tunjangan yang tidak sesuai kinerja dapat dihapuskan. Nantinya gaji dan tunjangan PNS akan disesuaikan dengan jabatan dan kinerja. Sistem ini diperkirakan dapat dimulai serentak pada tahun 2019.

Dalam hal jumlah abdi negara, pemerintah juga menjalankan strategi khusus. Penerimaan PNS tidak sepenuhnya dihentikan. Akan tetapi rasio antara pegawai yang pensiun dan direkrut memiliki perbedaan. Jika ada 120.000 pegawai yang akan pensiun, maka pemerintah akan merekrut 50.000 orang pegawai baru. Hal ini membuat pertumbuhan pegawai menjadi minus.

Reformasi yang dilakukan sejauh ini masih belum dapat dilihat hasilnya. Jumlah pegawai masih belum susut signifikan dan belum mendekati target ideal yang dikemukakan Kemenpan RB. Beban anggaran untuk belanja pegawai pun belum mengalami penurunan dan justru membengkak di tahun 2016. Langkah rasionalisasi baik dari jumlah pegawai dan pengeluaran perlu terus dilakukan agar PNS tak jadi beban dan pemerintahan yang baik dan bersih dapat terwujud. Jangan sampai langah membuka pendaftaran CPNS justru kembali menjadi beban bagi negara. (Berbagai sumber/H33)

Exit mobile version