Tenggat waktu pembahasan RUU Pemilu masih belum juga selesai. Pemerintah dan DPR bahkan harus melakukan rapat marathon agar pembahasannya segera selesai.
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]R[/dropcap]umitnya pembahasan Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu), terutama terhadap pasal-pasal yang dianggap krusial, diakui Panitia Khusus (Pansus) masih berjalan alot. “Belum ada titik temu. Sementara kami dikejar deadline,” kata seorang sumber anggota DPR di Jakarta.
Saat ini, pemerintah dan DPR tengah melakukan rapat maraton untuk menyelesaikan pembahasan, karena masih ada sederet isu yang belum diambil keputusannya. Pada rapat Selasa lalu, Mendagri Tjahjo Kumolo yang hadir dalam rapat memaparkan isu-isu yang sudah selesai dibahas maupun yang belum.
Isu pertama yang disepakati adalah syarat umur pemilih. Sudah ada keputusan bahwa syarat pemilih adalah berusia 17 tahun atau sudah/pernah kawin. Isu kedua yang juga sudah mencapai kata sepakat antarfraksi, yaitu sifat keanggotaan KPU dan Bawaslu tingkat kabupaten atau kota. Dalam rapat, disetujui bahwa KPU dan Bawaslu di tingkat kabupaten atau kota bersifat tetap, bukan lagi ad hoc.
Chirpified: #pansus #ruupemilu Raker dengan Mendagri, KemenKumHAM, dan Dirjen KemenKeu pengambilan keputusan atas .. https://t.co/e78R8xUQgb
— WikiDPR.org (@WikiDPR) May 24, 2017
Bahas Pres-T Belakangan
Sumber tersebut mengatakan, masih ada sekitar 14 isu krusial lagi yang belum diputuskan. “Masih ada 14 isu yang memang membuat otak cenat cenut,” katanya. Sementara untuk isu presidential threshold (Pres-T), kabarnya juga masih diperdebatkan. Walau sudah beberapa kali dikemukakan dalam rapat Pansus RUU Pemilu dengan pemerintah pada 23-24 Mei 2017.
Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy mengatakan, isu tersebut baru bisa dibahas setelah 14 isu di panitia kerja (panja) disepakati semua. “Kami berencana 14-15 isu selesai dulu semua. Lalu nanti dirapikan oleh tim perumus. Kalau sudah baru bahas sisa empat isu krusial itu, termasuk presidential threshold,” ucapnya di Gedung Bundar, Kompleks Parlemen, Jakarta pada Rabu 24 Mei 2017.
Presidential Threshold 20% tak Perlu Dikhawatirkan. Rakyat Sudah Cerdas Pilih Figur Pemimpin #PilpresUntukRakyat pic.twitter.com/P8br05YoCp
— Adichandra (@Adichandr41) May 24, 2017
Dengan begitu, ia memperkirakan pekan depan Pansus RUU Pemilu bisa segera membuka kembali pembahasan soal empat isu krusial yang tersisa. Selain soal presidential threshold, juga akan dimusyawarahkan isu parliamentary threshold, konversi suara dan sistem pemilu yang terbuka dan tertutup.
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu berharap 19 isu krusial yang ada, selesai semua di tingkat pansus. Tidak perlu sampai ke sidang paripurna. “Semua kita upayakan di pansus, enggak sampai paripurna,” tegasnya.
Hindari Capres Tunggal
Keputusan lain yang juga telah disepakati Pansus dan pemerintah, yaitu memperpanjang pendaftaran calon presiden (capres) menjadi dua minggu, untuk menghindari calon presiden tunggal dalam pemilu presiden (Pilpres). “Terkait calon tunggal, kami setuju dengan pemerintah dengan menambahkan dua ayat dalam RUU Pemilu agar proses pemilu memberikan tahapan panjang agar terhindar dari calon tunggal,” jelas Lukman.
Namun, sambungnya, kalau selama masa pendaftaran itu tidak ada calon lain maka prosesnya akan terus berlanjut untuk masuk tahap berikutnya. Hal itu menurut politisi PKB tersebut, merupakan “exit clausul” yang berkembang dalam pembahasan RUU Pemilu di Pansus. “Kalau semua tahapan sudah dilewati tidak juga terpenuhi, masih tetap ada calon tunggal maka pemilu jalan terus,” ujarnya.
Lukman menjelaskan, apabila ada partai politik (parpol) peserta pemilu yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres-cawapres, namun tidak menggunakan haknya, maka parpol tersebut juga akan diberikan sanksi. Baik Pansus maupun pemerintah sepakat, parpol tersebut tidak diperbolehkan ikut Pemilu berikutnya, sebagai sanksi karena tidak mengajukan capres-cawapres.
Pansus Pemilu sepakat hindari munculnya capres tunggal: Panitia Khusus Rancangan Undang dan pemerintah sepakat… https://t.co/OugcJrMdtO
— Alim Mahdi (@alimmahdi) May 24, 2017
Pernyataan ini disepakati oleh Tjahjo Kumolo dan mengapresiasi kesepakatan Pansus Pemilu dalam mengantisipasi munculnya capres tunggal, sehingga intinya setiap parpol yang memenuhi syarat harus mengusulkan calonnya. Perdebatan terkait capres tunggal ini sendiri, memakan waktu lama karena dikaitkan dengan ambang batas parpol dalam mengajukan capres-cawapres. “Padahal itu hal terpisah, karena ini menyangkut persyaratan,” katanya.
Tjahjo melanjutkan, parpol yang tidak bisa miliki capres-cawapres dapat bergabung dengan parpol lain yang telah memenuhi syarat mengajukan capres-cawapres. Peraturan ini sama seperti Pilpres 2014, ada parpol yang mendukung pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Radjasa. “Lalu kemarin, ada parpol yang sebenarnya kalau gabung dua saja cukup untuk mengajukan capres-cawapres, misal Golkar dan Demokrat. Tapi mereka tidak mencalonkan.”
Masih Cukup Waktu
Walau pembahasan RUU Pemilu ini sudah berkali-kali molor dari target semula, Kementerian Dalam Negeri optimistis pembahasan RUU Pemilu tidak akan terlambat. “Kenapa harus tergesa-gesa sampai mendesak harus mengeluarkan perppu? Saya kira tidak perlu didramatisir dan harus perppu, perppu jangan diobral,” tegas Tjahjo.
Menurutnya, Pansus RUU Pemilu masih punya waktu untuk menuntaskan pembahasan di parlemen hingga pelaksanaan pemilu digelar. Ia juga tak merasa heran bila RUU ini belum juga selesai, sebab undang-undang harus dibahas secara komprehensif untuk mendukung sistem pemilu yang demokratis. Termasuk mendukung sistem pemerintahan presidensial.
Pernyataan yang sama juga dikeluarkan Istana Kepresidenan yang tidak kaget dengan molornya pembahasan RUU Pemilu di DPR. “Hal-hal yang begitu (pembahasan RUU Pemilu) biasanya akan selesai last minutes (menit-menit terakhir),” ujar Pramono.
KPU Khawatir Ada Kekosongan Kekuasaan Jika RUU Pemilu Terus Molor https://t.co/GwfN0HmgYY pic.twitter.com/8SBkKTzdB8
— METRO TV (@Metro_TV) May 22, 2017
Sementara itu, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengatakan, ada waktu enam bulan bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan tahapan persiapan. “Tahun 2014 kan kampanyenya satu tahun. Sekarang kami potong jadi enam bulan,” jelasnya. Karena itu, meski pembahasan RUU Pemilu molor, tapi KPU tetap punya masa persiapan yang cukup, yaitu enam bulan.
Ia menambahkan, dengan waktu enam bulan itu cukup bagi KPU untuk membentuk peraturan-peraturan KPU. Seumpama RUU Pemilu disahkan pada Mei, maka proses pembuatan aturan KPU dilakukan pada Juni hingga Desember. Sebelumnya, penyelesaian pembahasan RUU Pemilu seharusnya dituntaskan pada akhir 2016. Namun target itu molor menjadi Februari 2017 ke Mei 2017.
KPU sebelumnya telah menyatakan, akan bekerja keras untuk mempersiapkan Pemilu Serentak 2019, bila pembahasan RUU Pemilu yang dilakukan oleh DPR dan Pemerintah terlambat. Sebab, KPU harus menyelesaikan Peraturan KPU (PKPU) sebagai turunan dari undang-undang. Belum lagi PKPU juga harus disosialisasikan kepada penyelenggara pemilu dan peserta pemilu.
Ini dimaklumi oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia menyebut pemilu legislatif dan Pilpres Serentak 2019 ini, akan menjadi yang paling rumit, akibat molornya penetapan RUU Pemilu. “Ini nanti adalah pemilu terumit di dunia,” ujar Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa, 23 Mei lalu. (SP/Berbagai sumber/R24)