HomeNalar PolitikRamai Korupsi, Jokowi Lepas Jabar?

Ramai Korupsi, Jokowi Lepas Jabar?

Irvan Rivano Muchtar jadi kepala daerah kesekian yang dicokok KPK.


Pinterpolitik.com

[dropcap]B[/dropcap]erita soal korupsi seolah tidak ada habisnya. Jelang tutup tahun, Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar menjadi kepala daerah kesekian yang harus merindukan kursi jabatannya karena digiring ke kantor KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.

Irvan menjadi kepala daerah di Jawa Barat kelima yang harus berurusan dengan komisi antirasuah. Sebuah pemandangan yang tidak menyenangkan bagi masyarakat di provinsi tersebut karena jumlah kepala daerah mereka yang ditangkap KPK adalah yang terbanyak secara nasional.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku sedih dan prihatin dengan kondisi tersebut. Ia mengaku sudah berkali-kali mengingatkan pejabat-pejabat di sekelilingnya agar perkara rasuah tersebut tidak lagi terulang di provinsi yang ia pimpin. Sayangnya, hal itu tampaknya belum membuat kepala-kepala daerah jera, terlihat dari kasus yang menimpa Irvan ini.

Diciduknya Irvan jelas bukan kado tutup tahun jelang tahun politik yang menyenangkan bagi siapapun, terutama bagi masyarakat di Jabar. Jika dikaitkan dengan tahun politik tersebut, apa konsekuensi dari beragam penangkapan kepala daerah di Jabar ini?

Jabar di Lingkaran Korupsi

Jika jumlah kepala daerah yang ditangkap KPK yang menjadi hitungannya, masyarakat bisa dengan mudah menyebutkan bahwa provinsi Jabar memang mengalami darurat korupsi. Sejak komisi antirasuah berdiri di tahun 2002, Jabar menjadi provinsi terbanyak yang mengirim kepala daerahnya ke KPK.

Menurut data KPK April 2018, sejak lembaga itu berdiri, total ada 93 kepala daerah yang ditangkap oleh KPK. Di antara total 93 tersebut, 12 di antaranya berasal dari Jabar, tertinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah yang lain. Angka tersebut tentu bertambah karena data diambil pada April 2018.

Secara khusus, di tahun 2018, Jabar masih menjadi salah satu provinsi terbanyak yang kepala daerahnya harus berurusan dengan KPK. Irvan menjadi pendatang baru dalam daftar panjang kepala daerah Jabar yang terjaring OTT KPK.

Sebelum Irvan, di tahun 2018, ada nama-nama kepala daerah Jabar lain yang terjerat perkara korupsi. Bupati Subang Imas Aryumningsih menjadi sosok pertama kepala daerah di Jabar yang menjadi tersangka korupsi. Beberapa waktu berselang, giliran Bupati Bandung Barat Abu Bakar yang harus meninggalkan daerahnya menuju kantor KPK di Kuningan.

Di bulan Oktober, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin harus menanggung malu karena terkait kasus korupsi Meikarta. Tak lama berselang, giliran Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra yang harus berurusan dengan KPK.

Baca juga :  Betulkah Jokowi Melemah? 

Data-data tersebut tentu bukanlah hal yang menyenangkan bagi penghuni tanah Jabar. Bagaimanapun, korupsi tetap menjadi aib bagi beberapa orang. Irvan dan beberapa bupati lain menjadi aib tersebut yang mengisi tahun 2018 Jabar dengan pemberitaan korupsi.

Mengancam Peluang

Jika diperhatikan, ada kesamaan dari sekian banyak kepala daerah Jabar yang harus berurusan dengan KPK. Kelima kepala daerah tersebut berasal dari partai-partai pendukung pemerintahan dan juga pemenangan Joko Widodo (Jokowi).

Irvan merupakan kader Partai Nasdem yang menjabat sebagai Ketua Garda Pemuda Nasdem Jabar. Imas Aryumningsih dan Neneng tercatat sebagai kader partai beringin Golkar. Sementara itu, Abu Bakar dan Sunjaya dikenal melalui kiprah mereka di PDIP.

kepala daerah Jabar

Di satu sisi, bagi sebagian orang, jeratan korupsi terhadap kepala-kepala daerah tersebut dapat diartikan sebagai upaya sang petahana untuk mencengkeram partai-partai koalisinya. Ada interpretasi bahwa partai yang terlalu keras merongrongnya bisa saja coba dijinakkan dengan kasus hukum.

Di sisi yang lain, jika melihat pola yang terjadi, langkah KPK yang memburu kepala daerah di Jabar yang terkait koalisi Jokowi sebenarnya bisa merugikan kans sang petahana. Padahal, gerak-gerik kepala daerah dapat menjadi salah satu pembeda yang dapat memenangkan kandidat manapun.

Neneng Hasanah Yasin misalnya, sebelum akhirnya mundur, pernah tercatat sebagai Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi dan Ma’ruf Amin. Hal ini menggambarkan bahwa seorang kepala daerah dinilai sangat penting dalam pemenangan kandidat di tingkat Pilpres.

Dalam kasus Irvan sebagai yang teranyar, politisi Nasdem ini disebut-sebut memiliki akses untuk menggerakkan pejabat-pejabat di bawahnya hingga di tingkat RT. Hal ini digambarkan melalui sebuah video yang menggambarkan ayah Irvan yang juga mantan bupati, tengah melakukan pengarahan tersebut.

Jabar seperti tidak henti-hentinya menelurkan kepala daerah berstatus koruptor Share on X

Terlepas dari boleh atau tidaknya dari segi peraturan, kemampuan kepala daerah untuk bergerak dalam bentuk apapun tergolong penting untuk kandidat tertentu. Jejaring, pengaruh dan sumber daya yang kuat dari seorang kepala daerah memang menjadi keuntungan yang penting bagi seorang kandidat.

Berkurangnya kepala daerah yang bisa bergerak untuk memenangkan Jokowi di wilayahnya bisa menjadi sandungan bagi sang petahana. Pada titik ini, kans Jokowi untuk menyapu bersih suara di provinsi ini menjadi lebih tipis.

Jabar Adalah Kunci

Tentu masih belum jelas apakah jeratan kasus korupsi kasus-kasus tersebut adalah sebuah langkah menjinakkan partai koalisi atau murni kasus hukum dari KPK. Yang jelas, pejabat-pejabat daerah yang bisa bergerak untuk mengamankan suara Jokowi di Jabar, jumlahnya menjadi terbatas.

Baca juga :  Pak Bas Sang Pengurus IKN

Padahal, sebagaimana pandangan umum yang beredar, Jabar adalah salah satu wilayah kunci jika ingin memenangkan sebuah kontestasi sekelas Pilpres 2019. Beberapa orang bahkan dengan lantang menyebut bahwa siapa saja yang bisa menaklukkan Jabar, maka ia bisa memenangkan perolehan suara secara nasional.

Jika Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menjadi acuannya, ungkapan tersebut boleh jadi tidaklah berlebihan. Total DPT Jabar untuk Pemilu 2019 mencapai angka 32,6 juta pemilih, tertinggi dibandingkan  dengan provinsi-provinsi lain di Indonesia.

Secara umum, Jabar dianggap sebagai wilayah kekuasaan bagi penantang Jokowi, Prabowo Subianto. Meski begitu, beragam survei belakangan menggambarkan bahwa Jokowi mulai bisa mengejar kekurangannya dari Prabowo di wilayah ini. Pada survei SMRC Juni lalu misalnya, Jokowi mendapatkan persentase 58,8 persen sedangkan Prabowo 29,6 persen.

Pada titik ini, Jabar dapat dikatakan setara dengan competitive states atau wilayah kompetitif di mana kandidat yang ada akan berjuang mengamankan daerah tersebut. Memenangkan competitive states kerap kali menjadi kunci sebagaimana disebutkan oleh studi Bonnie J. Johnson. Ia menggambarkan bagaimana kandidat di Pilpres Amerika Serikat (AS) misalnya kerap menaruh alokasi sumber daya besar pada negara bagian tersebut. Pada kasus politik Indonesia, Jabar dapat dianggap sebagai kunci tersebut.

Meski tengah berjaya di survei, Vedi Hadiz mengingatkan bahwa momentum bisa berubah. Secara kasat mata, penangkapan kepala-kepala daerah dari partai-partai yang ada di koalisi Jokowi ini bisa mengubah momentum yang saat ini tengah Jokowi nikmati di Jabar.

Sebenarnya, Jokowi saat ini sudah “memegang” Gubernur Jabar Ridwan Kamil. Mantan Wali Kota Bandung tersebut sudah sejak jauh-jauh hari menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Akan tetapi, mengandalkan Ridwan Kamil seorang tergolong berat. Apalagi, medan Jabar juga terlampau luas jika hanya bergantung pada satu figur. Oleh karena itu, berkurangnya kepala daerah Jabar yang mendukung Jokowi bisa memperberat Jokowi menguasai provinsi tersebut.

Oleh karena itu, penangkapan Irvan dan kepala-kepala daerah lain diprediksi tetap akan memberi pengaruh bagi ikhtiar sang petahana kembali ke Istana. Beragam usaha harus dimaksimalkan agar Jabar bisa menjadi miliknya dan tidak kembali ke Prabowo. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...