Dengan penetapan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (bacapres) yang diusung PDIP, Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan peran lebih kepada Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Mengapa peran baru Puan menjadi sangat strategis?
“This is the first time I ever wanted to be stronger for someone else’s sake” – Nico Robin, One Piece (1997-sekarang)
Masih ingat dengan sosok Nico Robin di serial manga dan anime One Piece (1997-sekarang)? Yap, Robin merupakan salah satu musuh yang paling kuat yang pernah dihadapi oleh Monkey D. Luffy dan kawan-kawan.
Namun, setelah bosnya, Crocodile, berhasil dikalahkan oleh Luffy, Robin memutuskan untuk bergabung dengan Bajak Laut Topi Jerami. Sebagai anggota terbarunya, Robin pun tak jarang membantu Luffy dkk – termasuk membantu Luffy dalam menjalankan petualangan-petualangannya.
Nah, situasi ini mungkin bisa dibilang mirip dengan apa yang dialami oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Setelah sebelum-sebelumnya dianggap bersaingan dengan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo untuk mendapatkan tiket calon presiden (capres) dari PDIP, Puan kini tampak sepenuhnya mendukung Ganjar.
Layaknya Robin yang akhirnya berjuang untuk Luffy dkk, Puan pun akhirnya berjuang untuk pemenangan Ganjar di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Mungkin, seperti kutipan percakapan Robin di awal tulisan, Puan kini ingin menjadi lebih kuat untuk upaya bersama PDIP.
Kontribusi Puan terlihat dari seberapa besar andil yang dimiliki Puan untuk upaya pemenangan Ganjar. Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan tugas istimewa kepada Puan – bersama Ketua DPP PDIP Prananda Prabowo, yakni untuk menentukan bakal calon wakil presiden (bacawapres) untuk Ganjar.
Dalam pelaksanaan tugas istimewa tersebut, Megawati membentuk sebuah tim khusus yang di dalamnya juga melibatkan Puan dan Prananda. Peran besar Puan pun terlihat dari bagaimana Ketua DPR RI tersebut mengumumkan sejumlah nama bacawapres potensial untuk Ganjar beberapa hari lalu.
Namun, tentu saja, andil besar yang dimiliki Puan ini bukan tanpa alasan. Bisa saja, terdapat kepentingan strategis yang ingin dicapai oleh Megawati dan PDIP.
Kira-kira, tujuan strategis apa yang ingin dicapai oleh Megawati dkk? Mengapa keterlibatan Puan menjadi penting dalam penentuan cawapres Ganjar?
Jatah untuk Puan?
Gagalnya Puan untuk menjadi capres yang diusung PDIP sebenarnya bukan sekali ini saja terjadi. Ini juga pernah terjadi di Pilpres sebelumnya, yakni ketika Megawati memutuskan untuk mengusung Joko Widodo (Jokowi) pada tahun 2014 silam.
Setidaknya, inilah yang dijelaskan oleh Marcus Mietzner dalam bukunya yang berjudul Reinventing Asian Populism: Jokowi’s Rise, Democracy, and Political Contestation in Indonesia. Mietzner menyebutkan bahwa Puan sudah berambisi untuk menjadi kandidat yang diusung partainya.
Bahkan, mengacu ke tulisan Mietzner, Puan merasa bahwa menjadi kandidat dan pimpinan partai adalah haknya sejak lahir (birthright) sebagai keturunan Soekarno. Perasaan ini disebut membuat Ketua DPP PDIP tersebut merasa kecewa ketika ibunya, Megawati, memilih Jokowi untuk Pilpres 2014.
Bukan tidak mungkin, perasaan akan birthright ini masih ada di benak Puan – mengingat nama Puan juga didorong oleh sejumlah kader PDIP untuk menjadi capres di Pilpres 2024 sejak beberapa tahun terakhir. Sudah menjadi rahasia umum bahwa nama Puan dan Ganjar saling dibenturkan sebelum akhirnya Megawati mengumumkan sang gubernur Jawa Tengah sebagai capres PDIP.
Namun, kabar akan adanya perjanjian politik antara Ganjar dan PDIP – yang mana di dalamnya mengatur bahwa PDIP memiliki kendali penuh atas penentuan cawapres – bisa saja menjadi jawaban bagi perasaan Puan akan birthright-nya yang kembali gagal dicapai.
Keterlibatan Puan dalam penentuan cawapres bisa jadi merupakan bentuk perwujudan spoils system. Mengacu ke tulisan Chester Lloyd Jones yang berjudul Spoils and the Party, sistem ini merupakan pemberian rewards (penghargaan) oleh pemenang bagi mereka yang bekerja dalam upaya pemenangan.
Nah, bukan tidak mungkin, Puan nantinya juga mendapatkan spoils bilamana Ganjar menang. Bisa jadi, ini juga menjadi cara Megawati memberikan “tempat” kepada Puan yang kehilangan “tiket” sebagai kandidat yang diusung oleh PDIP.
Hal yang mirip juga pernah terjadi di tahun 2014. Mengacu ke tulisan Mietzner yang berjudul The Sukarno Dynasty in Indonesia: Between Institutionalisation, Ideological Continuity and Crises of Succession, Megawati yang merasa punya kewajiban sebagai seorang ibu akhirnya memberikan sejumlah posisi kepada Puan – meskipun bukan posisi-posisi yang krusial.
Bisa jadi, mirip dengan apa yang terjadi di tahun 2014, Megawati akhirnya melibatkan Puan karena perasaannya sebagai seorang ibu, yakni dengan melibatkan Puan dalam penentuan cawapres bagi Ganjar – sebuah andil keputusan yang strategis dalam upaya pemenangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pertanyaan lanjutan kemudian muncul. Mengapa peran Puan bisa berdampak besar bagi upaya pemenangan Ganjar? Konsekuensi lanjutan apa yang bisa terjadi bagi Ganjar – bila seandainya memenangkan kontestasi Pilpres 2024?
Sang “Amazon” Hantui Ganjar?
Di sebuah pulau yang berada di langit, Luffy dkk mengunjungi sebuah tempat yang bernama Skypiea. Namun, sebelum masuk ke Skypiea, Luffy dkk bertemu dengan seorang perempuan tua yang bernama Amazon.
Amazon merupakan seorang penjaga gerbang Skypiea. Dia bertugas mengatur siapa saja yang bisa masuk ke Skypiea – terutama mereka yang sudah membayar biaya masuk yang sebesar 100.000 belly per orang.
Nah, bukan tidak mungkin, fungsi seperti Amazon inilah yang akhirnya dijalankan oleh Puan. Bak Amazon, Puan mengatur siapa saja yang bisa masuk ke dalam bursa cawapres Ganjar – untuk kemudian ditentukan oleh tim khusus ini.
Peran Puan ini terlihat dari manuver-manuver politik yang dilakukannya. Rencana pertemuan Puan dengan Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), misalnya, menunjukkan bagaimana Puan memiliki pengaruh besar dalam penentuan kebijakan strategis koalisi elektoral PDIP.
Namun, dengan pengaruh yang besar, Puan juga memiliki kesempatan yang besar. Seperti Amazon, Puan punya kesempatan untuk menentukan siapa-siapa saja yang bisa masuk koalisi.
Artinya, kesepakatan-kesepakatan politik bisa dilakukan oleh Puan dengan para calon cawapres Ganjar. Bisa saja, kesepakatan-kesepakatan ini berujung pada “siapa dapat apa”.
Ini bisa dibahas dengan konsep spoils system di atas. Mengacu ke tulisan Veran Stančetić yang berjudul Spoils System Is Not Dead: The Development and Effectiveness of the Merit System in Western Balkans, spoils juga bisa ditentukan oleh pihak pemenang berdasarkan portofolionya.
Apalagi, beredar kabar dari politikus PSI, Ade Armando, bahwa Ganjar dan PDIP telah memiliki kontrak politik bahwa penentuan menteri dan jabatan strategis nantinya dikendalikan oleh PDIP – membuat PDIP lebih leluasa menentukan kesepakatan-kesepakatan politik dengan berbagai pihak lainnya.
Bila apa yang diungkapkan Ade benar, bukan tidak mungkin Puan akan memiliki pengaruh lebih luas lagi di pemerintahan Ganjar – apalagi dengan peran Puan yang semakin luas, misal dengan mengantarkan Ganjar bertemu Jokowi beberapa waktu lalu.
Bukan tidak mungkin, bila gambaran ini benar terjadi, PDIP nantinya akan memiliki cengkeraman kekuasaan yang lebih luas. Ya, semoga saja kekuasaan itu juga disertai rasa tanggung jawab untuk rakyat. Bukan begitu? (A43)