Pernyataan mengagetkan muncul dari PSI DKI Jakarta. Mereka mengapresiasi Anies Baswedan atas penerbitan izin IMB reklamasi. Ada apa?
Pinterpolitik.com
Banyak pihak menyayangkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di kawasan reklamasi Teluk Jakarta. Meski begitu, sikap berbeda justru dimunculkan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang selama ini cenderung kritis kepadanya.
Alih-alih bersikap vokal seperti biasanya, partai debutan pada Pemilu 2019 ini justru mengapresiasi kebijakan Anies menerbitkan IMB tersebut. Sikap tersebut tentu bisa mengernyitkan dahi banyak pihak. Bagaimana mungkin partai oposisi bagi Anies itu justru kini malah mengapresiasinya?
PSI sendiri memiliki alasan mengapa memilih mengeluarkan sikap demikian di muka publik. Melalui Ketua DPW PSI DKI Jakarta Michael V. Sianipar, mereka menilai bahwa keputusan ini adalah tegas karena memberikan kepastian hukum kepada isu reklamasi tersebut. Menurutnya, dengan adanya kepastian hukum, maka proses pembangunan di pulau – atau dalam bahasa Anies, pantai – persoalan reklamasi dapat dievaluasi.
Meski PSI mengklaim punya alasan, tetap saja sikap mereka ini tergolong tidak lazim. Pertama, mereka berposisi sebagai oposisi bagi kegubernuran Anies. Kedua, partai ini juga memiliki citra progresif yang di atas kertas tak sejalan dengan isu reklamasi Jakarta. Lalu, mengapa partai yang diketuai Grace Natalie ini mengeluarkan sikap demikian?
Menanti Oposisi
Banyak pemilih PSI yang bersorak gembira manakala partai pendatang baru tersebut ternyata berhasil lolos ke DPRD DKI Jakarta meski tak lolos ke legislatif tingkat nasional pada Pemilu 2019. Mereka menilai DPRD DKI Jakarta membutuhkan suara-suara progresif khas anak muda milik PSI untuk menghadapi suara-suara lama di DPRD.
Secara spesifik, banyak pula yang berharap lolosnya PSI tersebut akan menjadi lawan sepadan bagi Anies sebagai gubernur. PSI diharapkan dapat menjadi oposisi tangguh bagi Anies sehingga tak seluruh kebijakan mantan Rektor Universitas Paramadina itu bisa lolos begitu saja.
Idealnya, sebagai partai yang tidak tergolong kepada pendukung Anies, PSI bisa bersikap kritis kepada berbagai kebijakan yang dikeluarkan Anies. Jika hal itu terjadi, maka PSI bisa menjadi garda utama bagi proses check and balances dalam pemerintahan di DKI Jakarta.
Selain itu, sikap ini juga sedikit bertolak belakang dengan sikap yang dilontarkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), calon gubernur yang didukung oleh PSI. Ahok meski tergolong pro reklamasi, justru bereaksi cukup negatif kepada penerbitan IMB oleh Anies.
Di luar ekspektasi mereka sebagai partai oposisi bagi Anies Baswedan, citra mereka sebagai partai progresif juga menimbulkan ekspektasi tersendiri bagi partai tersebut. Berbagai isu tak tersentuh seperti lingkungan umumnya menjadi hal yang diperjuangkan oleh partai dengan haluan tersebut. Dalam konteks tersebut, isu reklamasi idealnya masuk ke dalam lingkungan.
Berbagai gambaran tentang PSI membuat partai ini idealnya mampu bersikap cukup tegas terkait dengan penerbitan IMB reklamasi. Meski demikian, melalui pernyataan dari Michael Sianipar selaku Ketua DPW PSI DKI Jakarta, gambaran tersebut boleh jadi sedikit mulai memudar.
Boleh jadi, pada akhirnya nanti, PSI akan tetap memilih beroposisi kepada Anies dalam sikapnya di DPRD DKI Jakarta. Meski begitu, sikap apresiatif mereka dalam IMB reklamasi ini bisa saja menggambarkan bahwa mereka memiliki sikap khusus untuk isu tersebut.
Menelusuri Jejaring
Jika ditelusuri, sebenarnya pernyataan dari PSI ini boleh jadi tak sepenuhnya mengejutkan. Meski tergolong partai pendatang baru, banyak yang mengaitkan partai ini dengan elite-elite ekonomi-politik terkemuka di tanah air.
Salah satu yang kerap dianggap sebagai pintu masuk bagi jejaring dengan elite-elite tersebut adalah Sunny Tanuwidjaja yang merupakan Sekretaris Dewan Pembina PSI. Sunny pernah diakui oleh pengusaha Sugianto Kusuma atau Aguan – yang disebut-sebut sebagai salah satu pengusaha utama di balik proyek reklamasi – sebagai sosok yang dikenalnya sejak lama. Selain itu, Sunny sendiri mengakui bahwa dirinya mengatur pertemuan antara Aguan dengan Ahok setiap satu bulan sekali.
Di luar itu, publik juga familiar dengan kedua nama tersebut ketika kasus korupsi Raperda Reklamasi diusut oleh KPK. Nama Aguan dan Sunny bahkan pernah masuk ke dalam daftar cekal saat kasus tersebut mengemuka sebelum kemudian status pencekalan keduanya tidak diperpanjang.
Tapi keputusan keluarin IMB tanpa perda itu diapresiasi sama @psi_id teh nong.. gimana tuh? Cc @GunRomli https://t.co/vIWTdAdEX7
Aguan sendiri merupakan salah satu pemilik perusahaan yang membangun salah satu pulau – pantai, dalam bahasa Anies – di proyek reklamasi tersebut. Dalam rancangan proyek tersebut, perusahaan milik Aguan, PT Kapuk Naga Indah merupakan pengembang untuk Pulau A, B, C, D, dan E.
Sejauh ini, memang tak ada yang bisa membuktikan secara resmi bahwa sikap PSI ini memang sejalan dengan korporasi di lingkar reklamasi. Meski demikian, dengan berbagai pertalian PSI, Sunny, dan elite-elite di sekelilingnya, wajar jika publik memutar kembali memori tentang hubungan Sunny dan Aguan.
Apalagi, sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan penerbitan IMB reklamasi oleh Anies ini dengan kepentingan para pengembang, entah itu perusahaan Aguan atau siapapun. Oleh karena itu, sikap PSI yang kini sejalan dengan Anies ini membuat mereka bisa saja dianggap sejalan dengan kepentingan korporasi.
Menunggu Progresif
Jika melihat gejalanya, sebenarnya bukan kali pertama PSI tampak melepaskan sejenak identitasnya sebagai partai progresif dan lebih dekat dengan kepentingan korporasi. Iklan PSI tentang “sawit hitam dan sawit putih” beberapa waktu lalu juga membuat publik terheran-heran dengan sikap partai yang menyebut diri progresif itu.
Merujuk pada kondisi-kondisi tersebut, boleh jadi label progresif kepada PSI ini tak sepenuhnya nampak dalam kebijakan mereka sebagai partai politik. Sebagaimana disebut di atas, langkah mereka terkadang justru menggambarkan keberpihakan pada isu-isu yang lazimnya diusung oleh elite dan korporasi.
Oleh karena itu, dalam kadar tertentu, sikap PSI tentang reklamasi ini boleh jadi menggambarkan sikap sebuah partai elite, alih-alih partai progresif. Konsep partai elite ini sendiri pertama kali dikemukakan oleh Edmund Burke, sebelum kemudian dibicarakan pula secara lebih lanjut oleh Maurice Duverger.
Partai elite ini sering digambarkan sebagai partai yang dikuasai oleh sekelompok elite yang berasal dari kelompok tertentu. Elite-elite ini sepakat untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan atau prinsip-prinsip politik tertentu.
Menurut Richard Gunther dan Larry Diamond, partai seperti ini sering kali mempunyai hubungan klientelistik. Partai ini umumnya secara organisasional lemah dan memobilisasi dukungan melalui kemampuan sumber daya personal kelompok tertentu.
PSI seperti lebih sejalan dengan kepentingan korporasi saat mengapreasiasi penerbitan IMB reklamasi Share on XMemang, sekali lagi, tidak ada bukti yang bisa menggambarkan bahwa sikap PSI terkait IMB reklamasi ini adalah murni atas relasi mereka dengan korporasi manapun. Meski demikian, sulit untuk tidak melihat bahwa sikap PSI ini dapat memberikan keuntungan kepada korporasi properti yang terlibat dalam proyek reklamasi.
Hal ini kemudian seperti bertentangan dengan cita-cita PSI yang ingin menjadi partai progresif. Partai progresif merupakan partai yang diharapkan bisa membentuk ulang politik untuk kehidupan yang lebih baik.
Secara umum, haluan politik ini kerap dianggap haluan yang sadar akan isu lingkungan. Oleh karena itu, banyak yang menghubungkan environmentalisme dengan politik progresif seperti yang digambarkan oleh Robert Paehlke.
Dalam sikapnya terkait dengan IMB reklamasi, PSI seperti tidak menggambarkan sikap sadar akan lingkungan tersebut. Padahal, proyek tersebut kerap menjadi kekhawatiran aktivis lingkungan karena berpotensi mengubah wajah laut di kawasan Jakarta. Alih-alih sejalan dengan isu tersebut, sikap PSI yang mengapresiasi Anies justru dapat dipandang sepakat dengan isu milik para korporat.
Pada akhirnya, penting untuk ditunggu seperti apa PSI terutama di tingkat pusat akan menanggapi hal ini. Jika mereka tetap berkukuh mengapresiasi Anies, maka sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan mereka dengan agenda korporasi di lingkar reklamasi. Jika sudah begitu, mereka harus berhati-hati karena banyak yang berekspetasi mereka akan menjadi oposisi yang berisi. (H33)