Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun ini semakin memanas. Selain isu terjunnya public figure seperti Raffi Ahmad, aktris Rahayu Saraswati terlebih dahulu didapuk secara sah menjadi kandidat Calon Wakil Wali Kota dalam sebuah simbolisasi politik oleh sang paman yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Lantas, bagaimanakah konstelasi politik Tangsel sebagai wilayah yang dianggap cukup “seksi” pada Pilkada mendatang?
PinterPolitik.com
Kota Tangerang Selatan atau yang beken disebut dengan Tangsel, saat ini menjadi wilayah yang menjadi magnet tersendiri bagi elite kelas wahid tanah air dalam pertarungan demi memperebutkan supremasi politik dalam ajang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) edisi 2020.
Yang terbaru, keponakan Menteri Pertahanan yang juga Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto yakni Rahayu Saraswati atau Sara dideklarasikan dalam sebuah simbolisasi politik yang dinilai cukup kuat oleh sang paman secara langsung untuk mendampingi calon Wali Kota Tangsel dalam Pilkada 2020, Muhamad yang merupakan usungan PDIP.
Kombinasi Muhamad dan Sara dianggap sangat menarik karena diusung oleh dua partai politik (parpol) yang sedang mesra-mesranya saat ini di level nasional, yakni PDIP dan Gerindra. Apalagi, Sara secara personal tampak menjanjikan dari segi elektabilitas dengan membawa nama besar Prabowo dan Djojohadikusumo.
Selain Sara, putri Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin yakni Siti Nur Azizah terlebih dahulu berambisi menjadi calon Wali Kota Tangsel yang mendapat restu dan diusung sejauh ini oleh Demokrat serta kemungkinan dukungan dari PKS dan PKB.
Bahkan, publik sempat dikejutkan dengan isu Raffi Ahmad yang akan menjadi pendamping Siti Nur Azizah di Pilkada mendatang. Meskipun belakangan isu ini semakin melemah karena dinilai hanya gimik belaka, yang sekaligus menggugurkan peluang pertarungan dua public figure di Tangsel.
Satu calom Wali Kota lain datang dari Wakil Wali Kota Tangsel saat ini, Benyamin Davnie yang diusung parpol penguasa wilayah yaitu Golkar, plus dukungan dari PPP. Benyamin pun seolah merepresentasikan petahana yang secara konstitusional tak lagi bisa direngkuh oleh Wali Kota saat ini Airin Rachmi Diany karena sudah menjabat selama dua periode.
Wih ponakan Pak @prabowo lawan anak Pak @Kiyai_MarufAmin . Get your popcorn and let's get started. 😎🍿 #politik #pinterpolitik #infografis #pilkadatangselhttps://t.co/sli7CenBGl pic.twitter.com/CwP36rVhiY
— Pinterpolitik.com (@pinterpolitik) July 21, 2020
Lantas, mengapa Tangsel menjadi wilayah yang sangat menarik sehingga membuat elite dan tokoh kelas kakap tanah air seperti Prabowo, Ma’ruf Amin, hingga Raffi Ahmad terlibat dalam dinamika pusaran konstelasi politik, khususnya Pilkada 2020 mendatang? Serta bagaimana peluang masing-masing kandidat dalam pesta demokrasi ala Tangsel tersebut?
Tangsel Kota Paling Hype?
Kajian mengenai korelasi antara karakteristik wilayah kota secara komprehensif dengan dinamika politik yang ada dilakukan oleh peneliti University of Oxford, Igor Calzada. Dalam sebuah publikasi berjudul Metropolitan and City-Regional Politics in the Urban Age: Why Does “(Smart) Devolution” Matter?, Calzada meneliti karakteristik kota Glasgow, Barcelona, dan Bilbao terhadap tarik menarik dan signifikansi dinamika politik skala lokal dan nasional yang berkembang.
Dalam tulisan tersebut, Calzada menyebutkan sebuah konsep menarik yakni metropolitanization yang didefinisikan sebagai perkembangan suatu wilayah yang terus berlanjut dan sejalan dengan aglomerasi ekonomi dan politik.
Metropolitanization yang membuat sebuah wilayah atau kota menjadi signifikan dalam politik skala nasional disebut Calzada ditentukan oleh proses yang terkait dengan geo-socioeconomic (level perkembangan sosial dan ekonomi), geo-politics (status wilayah), serta geo-democratics (tatanan politik wilayah). Oleh karena itu, konsep metropolitanization agaknya cukup representatif untuk menjelaskan mengapa Tangsel bertransformasi menjadi kota yang sangat menarik dengan perpaduan aspek sosial, ekonomi, hingga politiknya saat ini.
Pertama, jika ditinjau dari geo-socioeconomic nya, kemajuan pesat Tangsel saat ini tak lepas dari gagasan brilian Ciputra yang direstui oleh pemerintah. Ciputra mengembangkan lahan yang direncanakan sebagai kota mandiri seluas enam ribu hektare di kawasan Serpong, yang kala itu masih merupakan wilayah Kabupaten Tangerang, dan diberi nama Bumi Serpong Damai (BSD) pada tahun 1989.
Pada tahun 1997 pembangunan kawasan ini terhambat akibat krisis dan beralih kepemilikan pengembang pada periode 2003 hingga 2004. Setelah periode ini, BSD kemudian menjadi BSD City di bawah grup Sinarmas, Gading Serpong di bawah Summarecon serta Paramount dan Alam Sutera di bawah grup Argo Manunggal.
Proyeksi ini lantas membuat infrastruktur lain seperti Jalan Tol hingga jalan protokol terbuka di wilayah tersebut yang seketika menggerakkan interaksi sosial dan ekonomi hingga semakin berkembang pesat setelah dimekarkan dan menjadi bagian dari Tangsel pada tahun 2008.
Kedua, pemekaran wilayah tersebut juga berkesinambungan untuk menjelaskan aspek geo-politics yang disebutkan oleh Calzada. Wilayah Kabupaten Tangerang yang sangat luas membuat beberapa kecamatan yang jauh dari pusat pemerintahan di Tigaraksa merasa “kesulitan”.
Hal itulah yang membuat tujuh kecamatan dimekarkan menjadi Kota Tangerang Selatan pada 29 Oktober 2008. Meskipun isu ketimpangan sosial dan ekonomi akibat eksistensi wilayah elite dengan pemukiman padat penduduk menjadi tak terelakkan, hal tersebut justru dinilai memberikan warna tersendiri bagi Tangsel, terlebih ketika berbicara mengenai tata kelola pemerintahan dan dinamika politiknya.
Ketiga, yakni aspek geo-democratics, sangat erat kaitannya dengan bagaimana politik dan pemerintahan Tangsel bergeliat. Sejak awal yang mau tak mau harus dijabat oleh seorang pelaksana tugas Wali Kota, situasi politik Tangsel sendiri sudah panas.
Ratu Atut Chosiyah, yang notabene “penguasa” Banten, terlibat perang dingin dengan tokoh yang berjasa memekarkan Tangsel untuk menempatkan orang kepercayaannya. Hal ini merembet pada Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) pertama pada tahun 2011 yang meninggalkan intrik tersendiri.
Bagaimana tidak, ketika itu pasangan Calon Wali Kota Arsyid dan Andre Taulany, yang merupakan seorang public figure, harus kalah di Mahkamah Konstitusi (MK) meskipun telah ditetapkan menang secara real count. Pasangan ini kalah dari “jagoan” Ratu Atut yakni adik iparnya, Airin Rachmi Diany beserta Benyamin Davnie.
Lalu pada tahun 2015, Airin-Benyamin kembali maju di Pilwalkot Tangsel dan menang mudah untuk menguasai Tangsel kedua kalinya. Dan pada Pilkada 2020 mendatang, Airin yang merupakan trah Atut mustahil secara konstitusional untuk mencalonkan diri kembali.
Itulah yang kemudian menjadikan Pilkada Tangsel menjadi sangat menarik ketika tokoh-tokoh nasional terkemuka tanah air menjadi endorse para kandidat saat ini. Perhatian tertuju kepada pasangan Muhamad-Sara yang diusung Prabowo yang dinilai memiliki kans besar dikarenakan disokong koalisi kekuasaan pusat saat ini.
Lalu, akankah Muhamad-Sara dapat dengan mudah memenangkan Pilkada Tangsel 2020 mendatang?
Tidak Semudah itu, Ferguso Prabowo
Spekulasi keunggulan elektabilitas Muhamad-Sara dinilai tidak cukup tanpa melihat potensi keunggulan lawan yang bisa jadi memiliki senjata rahasia dalam kontestasi Pilkada Tangsel 2020.
Neil Brenner dalam Metropolitan Institutionalism Reform and the Scaling of State Space in Contemporary Western Europe menjelaskan lebih dalam konsep metropolitanization akan bermuara pada identitas dan agenda politik yang tidak lagi diekspresikan oleh unit homogen teritorial atau dapat dikatakan tidak lagi terpaku pada kultur politik sebelum wilayah itu berkembang.
Apa yang dikemukakan Brenner agaknya merepresentasikan kontestasi Pilkada Tangsel mendatang yang sepertinya akan lebih heterogen dan tak lagi monoton dengan kultur kental politik dinasti ala Ratu Atut. Meskipun sejumlah pengamat menilai kontestasi mendatang adalah pertarungan antar dinasti baru. Namun hal itu juga tidak berarti Muhamad-Sara dapat dengan mudah memenangkan kontestasi.
Jika melihat calon Wali Kota Benyamin Davnie misalnya. Sosok yang saat ini mengampu jabatan Wakil Wali Kota Tangsel itu dinilai memiliki modal inheren yang cukup besar. Apalagi jika menengok karakteristik yang dinilai serupa dengan wilayah tetangga yakni Kota Tangerang yang berhasil menaikkan Arief Wismansyah ke pucuk pimpinan kota yang notabene sebelumnya ialah Wakil Wali Kota Tangerang.
Faktor kedua yang tampaknya membuat Muhamad-Sara terganjal ialah berbagai pihak, termasuk masyarakat akar rumput, di Tangsel. Karena ketika berbicara Tangsel tidak hanya BSD, Alam Sutera dan Gading Serpong. Masih ada Pamulang, Pondok Aren maupun Ciputat dengan karakteristik pemilih yang publik tentu dapat menilai secara objektif.
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada tendensi kalangan dengan jumlah massa cukup besar ini masih memendam kekecewaan dengan Prabowo yang ketika didukung penuh pada Pilpres 2019 dan berkontribusi atas kemenangan signifikan Prabowo-Sandi di Banten, namun justru memutuskan bergabung dengan pemerintah.
Siti Nur Azizah juga tidak bisa dipandang sebelah mata dikarenakan potensi efek kejut dari calon Wakil Wali Kota yang masih misterius dan diprediksi akan membawa potensi suara besar dari ceruk berlatarbelakang religius Tangsel yang diwakili oleh PKB, PKS, maupun PAN. Terlebih lagi, jika Raffi Ahmad nantinya berhasil dipinang, tentunya itu akan memperbesar kans putri Wapres tersebut.
Bagaimanapun, Pilkada Tangsel tahun ini adalah fenomena politik yang cukup “segar” di Indonesia. Namun tentunya progresivitas politk yang ada harus diiringi dengan kebijakan terbaik dari pemimpin terpilih serta peran aktif masyarakat dalam mengawal berbagai kebijakan tersebut sebagai contoh bagi interelasi serupa di wilayah lainnya. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (J61)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.