Dengan mengatakan Make Indonesia Great Again Prabowo terindikasi meniru strategi politik Donald Trump di Amerika.
PinterPolitik.com
[dropcap]T[/dropcap][dropcap][/dropcap]erdapat fenomena tak biasa dalam politik Indonesia. Prabowo Subianto secara mengejutkan melontarkan kata-kata Indonesia First, Make Indonesia Great Again ketika berpidato di Rakernas Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Pada kesempatan yang sama, Prabowo juga mengatakan bangsa Indonesia jangan mau diperbudak bangsa bangsa lain dan tak perlu takut memusuhi mereka.
Sekilas, slogan Indonesia First, Make Indonesia Great Again tentu saja mengingatkan masyarakat dengan slogan politik Donald Trump dengan American First, Make America Great Again. Prabowo pun mengakui bahwa ia salut dengan Donald Trump yang berani menyatakan perang dagang dengan Tiongkok ketika Trump merasa Amerika kalah dalam perekonomian.
Namun, para politisi di pihak Prabowo seperti enggan mengakui bahwa capres andalan mereka meniru Donald Trump. Padahal sudah jelas, slogan Prabowo pada Rakernas LDII itu merupakan slogan politik Trump pada masa kampanye di Amerika.
Gerindra: “Make Indonesia Great Again” https://t.co/pykzHP7MIE pic.twitter.com/w38U9zB9KW
— Kabar5 Com (@Kabar5Com) October 12, 2018
Kata-kata Prabowo tersebut juga seperti sebuah penegasan bahwa ia mungkin saja akan seperti Donald Trump ketika nanti memimpin, yakni mengedepankan nasionalisme ekonomi dan mengutuk manuver ekonomi Tiongkok dalam pasar bebas.
Pakar politik Australian National University, Marcus Mietzner menyatakan jika Prabowo berhasil pada Pilpres kali ini, maka Prabowo akan menjadi tokoh seperti Donald Trump. Mungkinkah, Prabowo adalah The Next Donald Trump Indonesia?
Menakar Trump dengan Prabowo
Sekilas, memang terlihat ada kemiripan antara Prabowo dengan Donald Trump. Kedua politisi ini sama-sama lahir ketika populisme sedang mengalami kebangkitan. Populisme menurut professor University of Hawaii, Ehito Kimura adalah sebuah reaksi terhadap globalisasi dan kebijakan reformasi neo-liberal. Dari kondisi itulah, pemimpin seperti Prabowo dan Trump menjadi populer.
Make America Great Again adalah slogan politik Donald Trump pada saat kampanye Pilpres Amerika tahun 2016. Slogan politik itu telah berhasil mengantarkan Trump ke bangku kepresidenan Amerika, mengalahkan kandidat dari Partai Demokrat Hillary Clinton. Bukan tak mungkin karena alasan kemenangan Trump itu, Prabowo ikut meniru dengan memakai slogan Make Indonesia Great Again.
Slogan Make America Great Again adalah senjata politik Trump untuk menyatakan bahwa Amerika sudah bukan lagi negara besar, karena itu Trump menawarkan diri sebagai solusi untuk membuat Amerika menjadi besar lagi. Hal ini tentu memiliki kemiripan dengan Prabowo, dimana “Greater Indonesia” ala Prabowo adalah cita-cita untuk mengembalikan kebesaran Indonesia seperti pada era Soekarno.
Selain itu, Trump juga menyalahkan Obama atas peningkatan jumlah imigran di Amerika. Trump berusaha memperketat regulasi imigran karena mereka dipandang telah mencuri kesempatan kerja sekitar 2 juta orang Amerika. Melalui American First, kepentingan nasional rakyat Amerika berada di atas segalanya.
Sementara Prabowo dengan Indonesian First mengatakan di Rakornas LDII bahwa pekerjaan untuk rakyat Indonesia adalah hal terpenting. Hal ini bisa dipahami karena selama ini Prabowo cukup sering mengkritik serbuan Tenaga Kerja Asing (TKA) Tiongkok ke Indonesia pada era Jokowi. Maka slogan Indonesia First bisa saja merupakan serangan Prabowo terhadap kebijakan Jokowi tersebut.
Trump terang-terangan menunjukan sikap ketidaksukaan terhadap imigran Muslim dan Meksiko. Sedangkan Prabowo beberapa kali melontarkan kritik terhadap elite politik yang terindikasi telah mengkhianati rakyat sendiri.
Jika Trump punya gagasan nasionalisme ekonomi, Prabowo punya gagasan anti-neoliberalisme. Kesamaan antara keduanya diperkuat oleh pendapat professor Boston University, Jeremy Menchik. dimana Prabowo dan Donald Trump sama-sama menjadi ancaman bagi para globalis dunia dengan gagasan proteksionisme ekonomi di negara masing-masing.
Prabowo Gunakan “Politik Ketakutan?”
Ada anggapan bahwa slogan Make America Great Again merupakan bagian dari politics of fear atau politik ketakutan yang digunakan oleh Trump. Hal ini diungkapkan misalnya oleh mantan Jaksa Agung Eric Holder. Ia menyebut bahwa slogan tersebut berakar dari ketakutan.
Secara khusus, memang ada unsur emosional yang ingin disentuh melalui slogan tersebut. Menurut Douglas Schrock, Benjamin Dowd-Arrow, Kristen Erichsen, dan Pierce Dignam, bahasa Trump memang mengarahkan penontonnya ke rasa takut dan malu sebagai bangsa. Di titik itu, anggapan politik ketakutan boleh jadi ada benarnya.
Politik ketakutan adalah sebuah strategi politik Donald Trump dalam menghadapi Hillary Clinton di Pilpres Amerika. Pengamat politik The Atlantic Molly Ball, menilai Trump berupaya meningkatkan ketakutan orang-orang Amerika terhadap terorisme dan kriminalitas.
Politik ketakutan itu terbilang efektif karena sebagian besar orang Amerika merasa khawatir menjadi korban dari terorisme dan kriminalitas. Hasil survei dari Gallup menunjukan 38 persen orang Amerika tidak menghadiri acara besar karena terorisme dan 45 persen tidak bepergian ke luar negeri karena masalah terorisme.
Pada titik inilah Donald Trump melihat peluang. Trump hadir ketika masyarakat Amerika membutuhkan perlindungan dari ancaman serangan teroris seperti yang terjadi di Paris dan San Bernardino. Bukan menghadirkan optimisme, Trump justru terus menerus melanggengkan ketakutan warga Amerika terhadap ancaman imigran Muslim dan Meksiko sampai ancaman ekonomi Tiongkok.
Menurut Molly Ball, ketakutan itu berguna untuk menimbulkan kecemasan. Ketika masyarakat semakin cemas, maka peluang Trump untuk meraih kemenangan akan lebih besar. Terbukti, Trump keluar sebagai pemenang Pilpres Amerika tahun 2016.
Dalam konteks politik Indonesia, politik ketakutan ala Donald Trump mungkin saja digunakan pula oleh Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Jika Trump menggunakan isu terorisme dan kriminalitas untuk menakut-nakuti orang Amerika, Prabowo seperti menggunakan isu ekonomi dan sentimen anti-Tiongkok untuk membangun rasa cemas dan kegelisahan dalam diri orang-orang Indonesia.
Politik ketakutan ala Donald Trump mungkin saja digunakan pula oleh Prabowo Subianto pada Pilpres 2019. Share on XPolitik ketakutan itu bermula ketika Prabowo mengatakan Indonesia akan bubar tahun 2030. Lalu ungkapan Indonesia akan miskin selamanya. Ia mengacu pada fenomena penghisapan sumber daya alam Indonesia oleh pihak asing. Seperti Trump di Amerika, Prabowo seolah-olah ingin menunjukkan bahwa pemerintahan saat ini lemah sehingga tak mampu menghadapi tekanan pihak asing.
Di balik pembubaran negara itulah narasi ketakutan sedang dibangun oleh Prabowo. Di sisi lain Prabowo menunjukkan bahwa dia anti neo-liberalisme. Secara tak langsung, bisa saja pesimisme itu sengaja diproduksi oleh Prabowo agar masyarakat memilih Prabowo di bilik suara. Makin takut dan cemas masyarakat, peluang Prabowo untuk menang semakin terbuka.
Setelah masyarakat cemas dan gelisah, tahap selanjutnya adalah Prabowo hadir untuk mengatakan bahwa dialah sosok yang akan melindungi masyarakat dari ancaman-ancaman tadi. Persis sekali seperti Trump, Prabowo melontarkan kata-kata Indonesia First, Make Indonesia Great Again.
Dengan slogan politik ala Trump itu, Prabowo seperti ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk memilih dirinya agar Indonesia tak menjadi bangsa kerdil, agar Indonesia kembali ditakuti dan menjadi negara besar seperti pada era Soekarno.
Umar Juoro dalam Huffington Post menyatakan populisme kanan di Indonesia ditandai dengan kebangkitan Islam konservatif yang mendukung sentimen anti-Tionghoa dan nasionalisme ekonomi. Jika mengacu pada pendapat Umar Juoro tersebut bisa saja strategi politik ketakutan ini digunakan karena momentumnya tepat.
Berdasarkan momentum tersebut, bukan tak mungkin Prabowo pun bisa mendapat untung di Pilpres 2019 dengan gunakan strategi serupa. Maka Pilpres kali ini akan menjadi menarik untuk diikuti, apakah strategi Prabowo akan membuat dirinya keluar sebagai pemenang, atau justru sebaliknya. (D38)