HomeHeadlinePrabowo, Pelik Erick Berharap "Ditarik"?

Prabowo, Pelik Erick Berharap “Ditarik”?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Erick Thohir dinilai terus berusaha keras agar tetap masuk ke dalam skenario pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Akan tetapi, ekspektasi dan peluangnya dinilai cukup berat untuk terwujud. Benarkah demikian?


PinterPolitik.com

Menteri BUMN sekaligus Ketua Umum PSSI, Erick Thohir seolah menjadi salah satu sosok yang masih berupaya dan berharap masuk dalam skenario pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Terbaru, Erick, dengan kekuatan jejaringnya, seakan berusaha tampil sebagai pivot untuk mempertemukan Prabowo dengan Presiden FIFA Gianni Infantino di Paris, Prancis di sela kehadiran Presiden terpilih itu dalam pembukaan Olimpiade 2024.

Tak dapat dipungkiri, modal sosial Erick di ranah olahraga dan sepak bola dinilai cukup baik. Akan tetapi tidak di ranah politik.

Ihwal ini lah yang dinilai bisa mengancam eksistensi Erick di panggung nasional di administrasi pemerintahan Prabowo. Mengapa demikian?

Dosa Erick di “Pelat Merah”?

Meskipun masih dipercaya memimpin Kementerian BUMN, portofolio Erick tercoreng oleh banyaknya perusahaan pelat merah bermasalah.

Upayanya membubarkan tujuh BUMN yang konsisten merugi dianggap tidak signifikan, mengingat masih banyak BUMN lain yang “sakit”.

Salah satunya adalah bobrok perusahaan-perusahaan BUMN karya yang dianggap menjadi “dosa” Erick yang dinilai nyaris mustahil terselesaikan hingga akhir masa jabatannya.

Perkara itu sendiri kerap dibongkar oleh pegiat media sosial dan pengusaha di bidang terkait, yakni Ronald Ariston Sinaga atau Bro Ron, dan menjadi suara kritis secara tak langsung terhadap kinerja Erick.

Dalam konteks ini, konseo tanggung jawab politik (political responsibility) bisa digunakan untuk memahami posisi Erick. Iris Marion Young dalam tulisannya tentang tanggung jawab sosial-politik yang berjudul Responsibility and Global Justice: A Social Connection Model, menyebutkan bahwa seorang pemimpin harus mempertanggungjawabkan tindakan dan kebijakannya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Baca juga :  Anies Baiknya Masuk Kabinet Prabowo?

Memang, secara objektif, tak serta merta kenestapaan perusahaan-perusahaan BUMN “sakit” itu dapat semuanya dilimpahkan kepada Erick.

Pun tak sulit kiranya bagi publik untuk menemukan daftar BUMN “sakit” lainnya dalam pemberitaan, baik dari sisi tata kelola, manajemen, hingga kinerja perusahaan yang menjadi sorotan kiprah Erick sebagai menteri.

Akan tetapi, role conflict atau konflik perannya di PSSI dianggap menjadi salah satu faktor yang membuat kinerja Erick tak maksimal dan mau tak mau tanggung jawab dan akuntabilitas BUMN tetap eksis di pundaknya untuk dipertanyakan semua pihak. Termasuk pertimbangan bagi para aktor politik lain untuk menarik Erick ke skenario pemerintahan baru nantinya.

Selain itu, terdapat isu politik bawah tanah tampaknya juga menjadi penghambat Erick untuk dilibatkan di pemerintahan berikutnya. Benarkah demikian?

proyek mandeg bumn ganjalan erick

Residu Politik Erick?

Selain kendala di Kementerian BUMN, residu persaingan menuju pencawapresan Erick di Pilpres 2024 menjadi faktor politik minor yang menghambatnya dan terkonstruksi secara psikologis.

Konstruksi psikologi politik semacam ini dapat dijelaskan melalui teori group polarization yang dijelaskan Cass R. Sunstein dalam The Law of Group Polarization.

Disebutkan bahwa aktor dalam kelompok yang memiliki pandangan yang sama cenderung memperkuat keyakinan tersebut secara ekstrem. Dalam hal ini, narasi yang berkembang di sekitar pencawapresan Erick menjadi semakin intens dan menimbulkan dampak politik yang signifikan.

Persaingan itu kemudian secara alamiah dinilai menimbulkan konstruksi psikologi secara politik bahwa sosok-sosok yang bersaing untuk menjadi cawapres Prabowo itu saling berperang narasi, baik yang berada di level “putih” maupun “abu-abu”. Terlepas dari siapa dalang sebenarnya di balik kampanye atau peperangan narasi itu.

Salah satu di antaranya yang justru mendiskreditkan kandidat cawapres yang akhirnya terpilih, yakni Gibran Rakabuming Raka, hingga dampak politiknya dianggap terasa hingga saat ini.

Baca juga :  Mengapa Tiongkok Belum Gantikan AS?

Dalam telaah teoretis, konsep political residue dapat menggambarkan sisa-sisa persaingan politik yang masih berpengaruh meski kontestasi telah usai.

Meskipun akhirnya tidak terpilih dan telah berlalu, residu semacam ini tetap eksis dan menimbulkan spekulasi yang tidak menguntungkan di kancah politik praktis yang begitu dinamis dan penuh intrik.

Jika benar-benar terjadi, residu dan konstruksi psikologi politik itu bisa menjadi batu sandungan bagi Erick untuk kembali mendapatkan kepercayaan di pemerintahan berikutnya.

Erick Thohir berada dalam posisi yang kompleks di antara harapannya untuk masuk dalam skenario pemerintahan Prabowo-Gibran dan tantangan yang dihadapinya di Kementerian BUMN serta residu politik dari Pilpres 2024.

Akan tetapi, penjelasan di atas hanya merupakan interpretasi semata berdasarkan beberapa variabel, konsep, dan teori yang saling berkelindan.

Akan sangat menarik untuk terus mengamati kiprah Erick di tengah berbagai pencapaian, kontroversi, dan narasi yang eksis di sekitarnya saat dihadapkan pada skenario pemerintahan baru nanti. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Mungkinkah Jokowi-Megawati CLBK?

PDIP dirumorkan akan segera bergabung dengan koalisi Prabowo. Mungkinkah ini bentuk CLBK antara Jokowi dan Megawati Soekarnoputri?

KADIN dan Kemenangan Tertunda Anin?

Terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menggantikan Arsjad Rasjid meninggalkan ruang tafsir atas adanya intervensi serta deal politik tertentu. Namun, benarkah demikian? Dan mengapa intrik ini bisa terjadi?

Ini Aktor di Balik “Fufufafa” Gibran?

Media sosial dibuat ramai oleh posting-an lama akun bernama Fufufafa. Sejumlah posts bahkan menjelekkan Prabowo Subianto dan keluarganya.

Digerogoti Kasus, Jokowi Seperti Pompey?

Mendekati akhir jabatannya, sejumlah masalah mulai menggerogoti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Apakah ini artinya dukungan elite kepadanya mulai melemah?

Titip Salam dari Mega ke Prabowo: Menuju Koalisi?

Seiring dengan “audisi” menteri yang dilakukan oleh Prabowo Subianto untuk kementerian di pemerintahannya, muncul narasi bahwa komunikasi tengah terjalin antara ketum Gerindra itu dengan Megawati Soekarnoputri.

Menuju Dual Power Jokowi vs Prabowo

Relasi Jokowi dan Prabowo diprediksi akan menjadi warna utama politik dalam beberapa bulan ke depan, setidaknya di sisa masa jabatan periode ini.

Jokowi Dukung Pramono?

Impresi ketertinggalan narasi dan start Ridwan Kamil-Suswono meski didukung oleh koalisi raksasa KIM Plus menimbulkan tanya tersendiri. Salah satu yang menarik adalah interpretasi bahwa di balik tarik menarik kepentingan yang eksis, Pramono Anung boleh jadi berperan sebagai “Nokia”-nya Jokowi dan PDIP.

Trump atau Kamala, Siapa Teman Prabowo?

Antara Donald Trump dan Kamala Harris, siapa lebih untungkan Prabowo dalam menentukan arah kebijakan luar negeri Indonesia di masa depan?

More Stories

KADIN dan Kemenangan Tertunda Anin?

Terpilihnya Anindya Bakrie sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menggantikan Arsjad Rasjid meninggalkan ruang tafsir atas adanya intervensi serta deal politik tertentu. Namun, benarkah demikian? Dan mengapa intrik ini bisa terjadi?

Jokowi Dukung Pramono?

Impresi ketertinggalan narasi dan start Ridwan Kamil-Suswono meski didukung oleh koalisi raksasa KIM Plus menimbulkan tanya tersendiri. Salah satu yang menarik adalah interpretasi bahwa di balik tarik menarik kepentingan yang eksis, Pramono Anung boleh jadi berperan sebagai “Nokia”-nya Jokowi dan PDIP.

RK-Jakmania dan Dekonstruksi Away Day

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Skeptisisme dan keraguan tertuju kepada Ridwan Kamil (RK) yang dianggap tak diuntungkan kala berbicara diskursus Jakmania dan Persija...