Site icon PinterPolitik.com

Prabowo, ‘Pahlawan’ Sepak Bola Indonesia?

prabowo pahlawan sepak bola indonesia

Prabowo Subianto (tengah) bermain sepak bola dengan anak-anak. (Foto: Kompasiana

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menyebutkan bahwa dirinya ingin membentuk sebuah klub sepak bola bernama Nusantara United setelah tidak lagi menjabat. Apakah Prabowo ingin jadi ‘pahlawan’ bagi sepak bola Indonesia?


PinterPolitik.com

“Ayo, putra bangsa. Harumkan negeri ini. Jadikan kita bangga, Indonesia” – Netral, “Garuda di Dadaku” (2009)

Siapa yang tidak ingat dengan kutipan lagu milik Netral (sekarang NTRL) yang kerap dinyanyikan di stadion-stadion sepak bola – khususnya kala tim nasional (timnas) Indonesia bertanding di ajang internasional? Mendengar lagu itu membuat semangat membara untuk mendukung timnas yang tengah bertanding.

Terlepas dari itu, lagu ini memang identik dengan dunia sepak bola Indonesia. Lagu ini sendiri ditulis dan menjadi soundtrack bagi sebuah film populer yang bertemakan sepak bola Indonesia, yakni Garuda di Dadaku (2009).

Setelah setahun film tersebut dirilis, giliran timnas Indonesia di dunia nyata yang mendapatkan perhatian banyak orang. Bagaimana tidak? Timnas yang ber-Garuda di dada mereka ini akhirnya masuk ke laga final pada Piala AFF Suzuki 2010.

Bila diingat-ingat kembali, animo masyarakat terhadap sepak bola seketika mencapai puncaknya. Baik publik maupun media massa tidak ada hentinya membicarakan pemain-pemain timnas negeri ini – mulai dari Irfan Bachdim, Bambang Pamungkas, Firman Utina, hingga Cristian Gonzales.

Sang pelatih kala itu, Alfred Riedl, bahkan mengklaim bahwa timnas Indonesia kala itu merupakan tim terbaik di Piala AFF Suzuki 2010. Sungguh sebuah momen yang dinanti-nanti bagi Riedl yang sempat gagal membawa kemenangan bagi timnas Vietnam yang dulu sempat dilatihnya.

Namun, takdir berkata lain. Riedl harus kembali menerima kekalahan bagi tim yang dilatihnya. Indonesia harus mengalah pada Malaysia yang unggul secara agregat dalam pertandingan final tersebut.

Kini, semua animo masyarakat itu sudah menghilang. Riedl sendiri telah berpulang pada tahun 2020 lalu. Harapan agar timnas suatu hari nanti bisa menjuarai turnamen kawasan tersebut juga mulai pudar.

Namun, di saat-saat seperti ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto berbicara soal kehendak nasional. Baginya, perlu ada kehendak nasional agar timnas Indonesia bisa memenuhi kualifikasi untuk bisa bermain di turnamen puncak internasional, yakni Piala Dunia.

Tidak hanya itu, Prabowo bahkan mengekspresikan keinginannya untuk terlibat langsung di dunia sepak bola Indonesia bila usai masa jabatannya sebagai Menhan, yakni dengan membentuk tim yang bernama Nusantara United. Mungkin, ini sumbangsih yang ingin diberikannya usai pensiun.

Tentunya, pernyataan Prabowo terkait diperlukannya kehendak nasional (national will) ini bukan tanpa alasan. Dunia sepak bola tidak hanya telah lama menjadi kebanggaan masyarakat kita, tetapi juga telah lama tidak berkembang secara signifikan.

Lantas, mengapa Prabowo akhirnya muncul dengan keinginan untuk memperbaiki sepak bola Indonesia? Apa yang membuat kebijakan olahraga dan kesehatan penting bagi sebuah negara?

Ingin Jadi ‘Pahlawan’ Sepak Bola?

Sebenarnya, ambisi dan mimpi akan masa depan yang lebih baik adalah hal yang biasa diungkapkan oleh para politisi. Namun, ada pola tertentu yang bisa diamati dari pernyataan-pernyataan Prabowo.

Bila diperhatikan, Prabowo selalu ingin tampil sebagai “pahlawan” yang menumpas keburukan dalam dunia politik dan pemerintahan. Salah satunya adalah bagaimana sang Menhan mempersoalkan minimnya kehendak nasional terkait perkembangan sepak bola Indonesia.

Di sisi lain, semangat Prabowo untuk menumpas keburukan pemerintahan ini juga terlihat dari pernyataan-pernyataan lainnya kala mengomentari sejumlah persoalan lain. Kala sudah menjabat sebagai Menhan, misalnya, Prabowo sempat secara tegas tidak akan meneken anggaran pertahanan yang di-markup.

Tidak hanya ketika sudah menjabat sebagai Menhan, Prabowo juga dikenal dengan narasi anti-elite-nya kala masih berkampanye dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Sering kali, Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra itu menyalahkan para elite yang tidak peduli dengan negara dan bangsanya sendiri – dengan mempersilakan pihak-pihak asing “masuk” ke Indonesia.

Bila berkaca pada pernyataan-pernyataannya ini, Prabowo bisa dibilang ingin menampilkan dirinya sebagai pahlawan (hero) yang siap membereskan segala persoalan di kondisi-kondisi yang sulit. Persoalan sepak bola sendiri, misalnya, merupakan sektor yang sulit diperbaiki.

Mengacu pada penjelasan James M. Dorsey dan Leonard C. Sebastian dalam tulisan mereka yang berjudul The Politics of Indonesian and Turkish Soccer, kelumit dalam sepak bola Indonesia tidaklah hanya disebabkan oleh persoalan kemampuan atau ketidakdisiplinan para pemainnya, melainkan juga persoalan politik – seperti kasus pengaturan skor hingga politisasi.

Di tengah kondisi yang sulit untuk diperbaiki, narasi hero bisa jadi jawaban bagi Prabowo. Zeno Franco dan rekan-rekannya dalam tulisan mereka yang berjudul Heroism Research menjelaskan bahwa narasi kepahlawanan setidaknya memberikan kisah yang menginspirasi banyak orang.

Bukan tidak mungkin, ini berkaitan juga dengan pendekatan psikologis – di mana terdapat sebuah istilah yang disebut sebagai hero complex. Biasanya, individu ini akan berusaha sebisa mungkin menampilkan dirinya sebagai pahlawan meskipun situasi-situasi di sekitarnya tidak memungkinkan.  

Lantas, bila Prabowo ingin tampil menjadi ‘pahlawan’ bagi dunia sepak bola Indonesia, pendekatan kebijakan apa yang mendasari Prabowo? Mengapa kejayaan dunia sepak bola Indonesia bisa menjadi penting bagi Prabowo?

Sepak Bola Jaya, Indonesia Maju?

Seperti yang telah disebutkan di atas, Prabowo bisa jadi ingin tampil sebagai ‘pahlawan’ yang mendorong kemunculan kehendak nasional untuk membuat sepak bola Indonesia bersinar di mata dunia. Bahkan, sang Menhan memimpikan agar suatu hari timnas negeri ini bisa berkompetisi di Piala Dunia.

Perlu diketahui juga bahwa bukan hanya Prabowo dan Indonesia yang memiliki mimpi demikian, melainkan negara-negara lain juga – khususnya negara yang semakin ke sini semakin memiliki pengaruh luas. Negara mana lagi kalau bukan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)?

Berangkat dari negara berkembang dengan tenaga kerja murah, Tiongkok kini ingin tampil sebagai negara yang diperhitungkan – baik secara politik maupun secara ekonomi. Dan, tentu, cerminan kekuatan apa lagi yang paling terlihat selain ajang internasional semacam Piala Dunia – yang mana menjadi kompetisi olahraga terpopuler sedunia?

Maka dari itu, Presiden Tiongkok Xi Jinping mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meningkat kemampuan sepak bola negaranya. Pada tahun 2015, misalnya, Xi mewajibkan setiap sekolah untuk memasukkan kurikulum sepak bola agar bisa dipelajari lebih luas.

Mimpi sepak bola Xi ini sebenarnya juga bisa menjadi salah satu upaya nation-branding – yakni bagaimana cara sebuah negara membangun reputasi dan citranya. Olahraga pun menjadi salah satu saluran pembangunan nation-branding.

Namun, olahraga sebenarnya bukan hanya persoalan branding, citra, atau reputasi negara saja, melainkan juga menentukan kualitas penduduk yang bisa ditransformasikan menjadi salah satu indikator kekuatan negara, yakni kesehatan (health). Meski mulanya hanya dilihat sebagai isu teknis dalam politik internasional, kesehatan publik menjadi semakin penting dalam perbandingan kekuatan antar-negara.

David P. Fidler dalam tulisannya yang berjudul Health as Foreign Policy menjelaskan bahwa kualitas kesehatan publik dari suatu negara bisa menjadi isu keamanan juga. Kemunculan bio-terorisme, misalnya, menjadi salah satu contoh mengapa negara-negara seperti Amerika Serikat (AS) memperkuat pertahanannya di bidang biologi (bio-defense).

Tidak hanya itu, populasi dan demografi – seperti usia dan jenis kelamin – juga menjadi salah satu indikator yang diperhitungkan dari sebuah negara. Semakin banyak usia produktif sebuah negara, semakin diuntungkan negara tersebut secara ekonomi dan kekuatan politik.

Berkaca dari hal ini, Prabowo dan ambisinya pada sepak bola bisa jadi bukanlah hanya persoalan nation-branding, melainkan juga bisa merujuk pada persoalan kesehatan. Gerakan Revolusi Putih yang diusung Prabowo kala kampanye Pilpres 2019 lalu, misalnya, menjadi salah satu gagasan dari Ketum Gerindra tersebut untuk menyelesaikan persoalan gizi masyarakat Indonesia.

Pada akhirnya, sepak bola dan olahraga pada umumnya bisa jadi penting bagi Prabowo. Bukan tidak mungkin, dalam visinya akan Indonesia yang kuat, negara yang sehat juga diperlukan untuk mewujudkan impian tersebut.

Dengan menjadikan lirik Netral di awal tulisan sebagai inspirasi, Indonesia tentu perlu tubuh yang sehat untuk bisa menjadi kuat dan bangga – baik sehat dalam hal tubuh manusia maupun sehat dalam hal tubuh politik dan pemerintahan. Bukan begitu? (A43)


Exit mobile version