Strategi komunikasi politik Prabowo dianggap tepat saat berikan pidato di Indonesia Economic Forum. Dengan analogi yang tepat dan kritik yang tidak bersifat insinuatif atau menyindir, ia telah menampilkan citra positif.
Pinterpolitik.com
[dropcap]C[/dropcap]alon Presiden (Capres) nomor urut 02, Prabowo Subianto menghadiri acara Indonesia Economic Forum (IEF) di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ada beberapa catatan yang menjadi konsen Prabowo malam itu, salah satunya adalah persoalan ekonomi. Prabowo yang menggunakan pakaian adat Betawi itu menganalogikan perekonomian sebagai tubuh manusia.
Ia menilai perekonomian di suatu negara sudah semestinya diperlakukan seperti tubuh, yakni dijaga dengan mengadaptasi pola hidup yang sehat.
Ia lantas mengatakan apabila suatu negara menjaga perekonomiannya secara sehat, maka negara tersebut bisa berumur panjang dan bertransformasi menjadi peradaban yang sukses. Adapun Prabowo sempat mencontohkan perekonomian di sejumlah negara seperti Tiongkok, India, maupun Amerika Serikat yang melakukan terobosan.
Di hadapan para policymakers, pebisnis, intelektual, dan juga enterpreneur yang hadir saat itu untuk membahas kebijakan ekonomi yang memengaruhi kondisi domestik Indonesia, Prabowo tampil firm dengan analogi-analogi yang dirasa masuk akal. Ada anggapan bahwa komunikasi politik Prabowo malam itu tepat dan sesuai dengan konteks serta agenda yang sedang ia perjuangkan.
Prabowo juga dianggap tidak memberikan pernyataan-pernyataan insinuasi dan bernuansa menakut-nakuti seperti pidato-pidato sebelumnya.
Lantas pertanyaannya adalah apakah strategi komunikasi Prabowo itu efektif untuk memengaruhi audiens?
Konsepsi Keunggulan Kompetitif Prabowo
Dalam penyampaiannya itu, Prabowo mendaku memiliki “big push strategy” untuk membuat bangsa lebih sejahtera, dan bisa bersaing dengan negara-negara Asia lainnya. Ia menyebutkan bahwa dirinya akan mengerahkan keunggulan kompetitif Indonesia untuk mendorong ekonomi.
Keunggulan kompetitif yang dimaksudkan oleh Prabowo adalah bagaimana memanfaatkan agrikultur dan agrobisnis untuk mendorong produksi, sehingga bisa menciptakan swasembada pangan, energi dan air.
Keunggulan kompetitif artinya negara mampu menghasilkan kinerja produksi terhadap derajat kompetitifnya, sebagaimana yang dikenal dalam pandangan-pandangan teori ekspor. Negara dikatakan memiliki keunggulan kompetitif ketika ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki pesaing, dan dapat melakukan sesuatu dari pelaku ekonomi (negara) lain atau kemampuan dalam memproduksi produk yang lebih baik.
Sementara Prabowo, dalam pernyataannya mengungkapkan jika kelak dirinya menjadi presiden, ia akan menjadikan lahan untuk kepentingan produktif dengan teknologi dan manajerial yang baik.
Menurut Michael E. Porter dalam tulisannya berjudul “Competitive Advantage of Nations”, faktor pemilihan kompetitif tergantung pada keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan oleh negara. Selain itu tergantung pada permintaan pihak lain terhadap produk cukup signifikan mendorong negara untuk lebih kompetitif.
Keunggulan kompetitif, yang sejatinya merupakan strategi yang terfokus pada produksi komoditas bernilai tertinggi, nyatanya telah condong ke paradigma keunggulan komparatif.
Hal ini nampak dari fokus produksi di enam koridor ekonomi yang sebagian besar masih berfokus pada insdutri ekstraktif (migas dan energi) serta produksi barang primer (hasil bumi).
Dalam kesempatan itu, Prabowo menekankan bahwa ia akan berusaha untuk mencapai swasembada pangan. Iktikad Prabowo menerapkan swasembada pangan sebenarnya bukan barang baru. Rencana itu sudah termaktub dalam “Visi Misi Empat Pilar Menyejahterakan Indonesia Adil Makmur” yang diunggah di laman resmi KPU sejak September lalu.
Dalam bagian Pilar Kesejahteraan Rakyat poin 9, Prabowo-Sandi bertekad membangun ketersediaan pangan, energi dan gizi. Hal ini kemudian dipertegas di bagian Program Aksi Kesejahteraan Rakyat pada poin 25.
Komunikasi Politik Prabowo Berbeda
Dalam buku How to Communicate Effectively with Policymakers, Paul Cairney dan Richard Kwiatkowski menulis bahwa ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para pengambil kebijakan dan kelompok penting lainnya dalam melakukan komunikasi politik.
Pertama, gunakan pendekatan psikologi dengan mengetahui audiensnya. Biasanya masyarakat cenderung menggunakan sisi kognitif dan emosional dalam menentukan arah berpikir dan tindakan, dan seringkali tanpa sadar memahami kedua aspek tersebut.
Sehingga, dengan memperlihatkan penjelasan yang ringkas, akan lebih berguna daripada hanya menyajikan banyak informasi. Lebih jauh, bercerita dan membentuk sebuah framing – misalnya dengan analogi – yang dapat diterima oleh audiens akan lebih efektif daripada sekedar menyajikan data.
Dalam kondisi tersebut, pembingkaian dan penceritaan membantu audiens memahami mengapa mereka harus memperhatikan masalah si pencerita, dan menurut Cairney dan Kwiatkowski, audiens akan meminta mereka untuk meminta lebih banyak argumentasi demi membantu menyelesaikannya.
Kedua, pahami waktu yang tepat saat bertindak. Waktu yang tepat adalah salah satu unsur ekstrinsik yang dapat memengaruhi orang, misalnya dengan menyampaikan cerita yang bisa menggugah emosi pendengar. Namun di sisi lain, emosi juga bisa menimbulkan efek negatif sebab seseorang sulit untuk berpikir jernih.
Oleh karena itu, Cairney dan Kwiatkowski menganjurkan agar penyampaian pandangan dilakukan dengan menggunakan “emosi positif” dengan mengacu pada apa yang akan diyakini oleh audiens.
Waktu akan menjadi lebih efektif ketika bertemu dengan konteks yang tepat, atau dalam bahasa Cairney dan Kwiatkkowski: right time in the right place. Dalam masa itu, intensi yang disampaikan akan mudah dieksploitasi oleh politikus.
Prinsip utama yang berdampak besar pada publik untuk elektabilitas dalam strategi kampanye politik perlu memenuhi unsur konten empati + momentum + saluran komunikasi untuk menyakinkan publik suatu gap antara realitas dan harapan, semakin gap kecil maka tingkat keyakinan meningkat
— Nationalism Restore (@muslimf) November 16, 2018
Dan terakhir, kepercayaan akan memainkan peran penting dalam membangun komunikasi. Poin ketiga ini erat bergantung pada poin pertama dan kedua sebab kepercayaan itu akan terbentuk ketika pendekatan dan timing sudah bisa diterapkan.
Dalam konteks Prabowo, komunikasi politiknya di IEF setidaknya telah menyentuh tiga unsur yang disebutkan oleh Cairney dan Kwiatkowski. Prabowo, seperti yang disampaikan pada awal tulisan, menggunakan analogi tubuh manusia untuk menjelaskan kondisi ekonomi Indonesia.
Tentu saja, meskipun secara konten apa yang disampaikan Prabowo tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Namun, secara penyampaiannya kali ini telah memberikan gambaran tepat dan komprehensif.
Kondisi ini membawa imaji politik Prabowo menjadi lebih positif di mata audiens. Citra politik itu bisa memengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makna tertentu.
Apa yang dilakukan oleh Prabowo, sebenarnya mirip dengan yang dilakukan oleh Evo Morales saat kontestasi Pilpres di Bolivia. Morales yang dari awal tidak diunggulkan sebab hadir dari kelompok minoritas, tampil secara mengejutkan dengan pembingkaian komunikasi politik dengan isu ekonomi sebagai bahan bakar utama.
Morales yang besar karena kampanye nasionalisasinya berhasil membuktikan diri dengan kemajuan ekonomi Bolivia yang kuat. Misalnya, ia berhasil menasionalisasi dan memanfaatkan kekayaan alam seperti gas dan mineral, untuk membangun infrastruktur, memberikan subsidi bagi pendidikan anak serta jaminan pensiun bagi orang tua.
Langkah Prabowo Tepat?
Jika melihat kondisi tersebut, bisa jadi strategi komunikasi politi Prabowo dalam forum IEF itu tepat adanya. Berbeda dengan pidato-pidato dalam forum sebelumnya yang cenderung berinsinuasi dan “meledak-ledak”.
Prabowo selama ini dikenal memiliki gaya komunikasi yang tegas. Selain itu, ia juga dianggap menggebu-gebu, sehingga bisa memengaruhi citra negatif terhadap dirinya.
Namun, berbeda dengan di IEF, Prabowo nampak lebih “kalem” dalam penyampaiannya, serta membangun argumen yang detail, sehingga melahirkan citra positif.
Prabowo mungkin saja sudah berkaca bahwa gaya komunikasi yang sebelumnya lebih memberikan citra negatif ketimbang citra positif, sehingga ia melakukan modifikasi pada forum tersebut.
Pidato Prabowo di Indonesia Economic Forum adalah langkah yang tepat? Share on XMeskipun demikian, ada satu hal yang masih menjadi kelemahan Prabowo malam itu, yakni ia belum bisa memberikan solusi secara konkret bagaimana ia akan menerjemahkan agenda ekonominya.
Misalnya, terkait dengan lahan hutan yang rusak seluas 88 juta hektare, yang ia sebut bisa dipulihkan kembali untuk mendorong tujuan swasembada.
Jika demikian, apakah itu berarti strategi politik Prabowo berada on the right track untuk memenangkan Pilpres 2019? Bisa saja demikian. Namun yang jelas, Prabowo harus lebih giat lagi berkampanye dengan memberikan solusi-solusi konkret terkait dengan kritikannya yang selama ini ia sampaikan. Dan selebihnya, biarkan bilik suara akan menentukan pada April 2019 nanti. (A37)