HomeHeadlinePrabowo Cari Pengganti Erick Thohir?

Prabowo Cari Pengganti Erick Thohir?

Posisi Menteri BUMN adalah salah satu jabatan krusial dalam pemerintahan, termasuk bagi kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming nanti. Ini karena pos kementerian yang satu ini membawahi semua perusahaan pelat merah nasional dengan total asset mencapai Rp10 ribu triliun atau separuh dari PDB Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi presiden untuk menempatkan “orangnya” di jabatan ini. Seiring kedekatan Erick Thohir dengan Jokowi dan gerak politiknya di sepanjang Pilpres 2024, banyak yang memprediksi Menteri BUMN itu akan diganti. Siapa yang cocok untuk jadi pengganti?


PinterPolitik.com

Posisi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu jabatan yang paling strategis dan penting dalam setiap pemerintahan di Indonesia. Menteri BUMN memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola perusahaan-perusahaan milik negara yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.

Saat ini, posisi tersebut dipegang oleh Erick Thohir, seorang pengusaha sukses yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada periode kedua pemerintahannya. Namun, dengan berbagai pertimbangan dan perubahan politik, muncul spekulasi mengenai siapa yang akan menggantikannya dalam pemerintahan yang mungkin akan datang, terutama di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto.

Seperti disinggung di awal, Kementerian BUMN mengelola total aset yang mencapai Rp10 ribu triliun, atau setara dengan separuh dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Dengan nilai aset yang begitu besar, posisi Menteri BUMN tentu sangat krusial.

Menteri BUMN tidak hanya bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan milik negara beroperasi dengan efisien dan menguntungkan, tetapi juga harus mampu mengelola aset tersebut untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional secara keseluruhan.

BUMN di Indonesia mencakup berbagai sektor strategis seperti energi, transportasi, telekomunikasi, dan perbankan. Oleh karena itu, peran Menteri BUMN dalam mengelola perusahaan-perusahaan ini sangat penting dalam memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, BUMN juga seringkali menjadi instrumen pemerintah dalam melaksanakan berbagai program pembangunan dan kebijakan ekonomi.

Jika bukan Erick Thohir, lalu siapa yang pantas jadi penggantinya?

Peran Krusial di Era Jokowi

Pada era Jokowi, sosok seperti Rini Soemarno yang menjabat sebagai Menteri BUMN pada periode pertama menunjukkan betapa powerful posisi ini. Ia mampu bertahan di tengah konflik dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), bahkan ketika ia dilarang untuk mengikuti sidang. Rini Soemarno, dengan segala kontroversinya, tetap berhasil memimpin BUMN dan mengimplementasikan berbagai kebijakan yang berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia kala itu.

Baca juga :  Krisis Kader, Megawati Harus Waspada?

Konflik antara Rini Soemarno dan DPR menjadi salah satu contoh bagaimana posisi Menteri BUMN dapat menjadi pusat perhatian dan perdebatan politik. Meskipun menghadapi tekanan politik yang besar, Rini tetap mampu menjalankan tugasnya dengan tegas. Ini menunjukkan bahwa Menteri BUMN harus memiliki kekuatan politik dan kemampuan manajemen yang mumpuni untuk bisa menjalankan tugasnya dengan baik.

Di era Erick Thohir pun demikian. Kebijakan reformasi birokrasi yang dijalankan sempat melahirkan gejolak di sana-sini. Banyak yang menilai Erick berhasil, namun tak sedikit yang juga mengkritiknya. Persoalan utang di BUMN Karya misalnya, menjadi salah satu masalah besar yang dihadapi, mengingat proporsi utang terhadap aset di perusahaan seperti Waskita Karya sudah menyentuh angka 80-an persen, bahkan hampir 90 persen terhadap aset.

Dari perspektif teori hubungan kerja atau “Principal-Agent Theory”, hubungan antara presiden sebagai principal dan menteri sebagai agent sangat penting. Teori ini menjelaskan bahwa principal (presiden) menunjuk agent (menteri) untuk menjalankan tugas-tugas tertentu, dengan harapan agent akan bertindak sesuai dengan kepentingan principal.

Michael C. Jensen dan William H. Meckling, ahli yang pertama kali mengemukakan teori ini pada tahun 1976, menyatakan bahwa adanya masalah agency dapat muncul jika agent memiliki kepentingan yang berbeda dari principal, sehingga pengawasan dan insentif yang tepat sangat diperlukan untuk memastikan agent bertindak sesuai dengan kepentingan principal.

Dalam konteks Menteri BUMN, presiden perlu memastikan bahwa menteri yang ia tunjuk mampu mengelola BUMN dengan baik dan tidak memiliki konflik kepentingan yang bisa merugikan negara. Oleh karena itu, pemilihan Menteri BUMN harus mempertimbangkan kapabilitas, integritas, dan kemampuan manajemen calon tersebut.

Principal-Agent Theory juga menjelaskan bahwa konflik dapat terjadi jika agent tidak bertindak sesuai dengan keinginan principal. Dalam kasus Menteri BUMN, presiden harus memastikan bahwa menteri yang ditunjuk dapat menjalankan kebijakan sesuai dengan visi dan misi pemerintah. Pengawasan yang ketat dan mekanisme insentif yang tepat dapat membantu memastikan bahwa menteri bertindak sesuai dengan kepentingan negara.

Baca juga :  Bahaya IKN Mengintai Prabowo?

Erick Tak Lagi Cocok, Siapa Jadi Pengganti?

Meskipun Erick Thohir telah menunjukkan beberapa keberhasilan dalam mengelola BUMN selama masa jabatannya, ada beberapa alasan mengapa ia mungkin tidak lagi dianggap sebagai kandidat ideal untuk posisi tersebut di pemerintahan Prabowo.

Pertama, latar belakang politik dan hubungan dekatnya dengan Jokowi bisa menjadi faktor yang mengurangi kesesuaiannya dengan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Prabowo. Prabowo mungkin lebih memilih kandidat yang memiliki afiliasi politik yang lebih dekat dengan dirinya atau yang dapat membawa perspektif baru ke dalam Kementerian BUMN.

Kedua, beberapa kontroversi dan kritik yang dihadapi Erick selama masa jabatannya, seperti masalah transparansi dan kinerja beberapa BUMN, mungkin membuatnya kurang ideal sebagai pilihan yang optimal bagi pemerintahan baru. Prabowo mungkin ingin menempatkan seseorang yang dianggap bisa membawa perubahan lebih signifikan dan meningkatkan efisiensi serta transparansi dalam pengelolaan BUMN.

Dengan masa jabatan Erick Thohir yang mungkin segera berakhir, spekulasi mengenai siapa yang akan menggantikannya mulai muncul. Beberapa nama yang berpeluang untuk mengisi posisi tersebut antara lain pengusaha Sakti Wahyu Trenggono, yang saat ini menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Trenggono dikenal sebagai pengusaha sukses dengan pengalaman manajerial yang luas, sehingga dinilai mampu mengelola BUMN dengan baik. Namanya pun muncul dalam berbagai selebaran bocoran kabinet di media sosial.

Selain Trenggono, beberapa nama lain yang mungkin dipertimbangkan antara lain adalah tokoh-tokoh dari internal Gerindra atau lingkar kekuasaan Prabowo sendiri. Dengan demikian, jabatan ini benar-benar akan diisi oleh orang yang dipercaya sepenuhnya oleh Prabowo.

Pada akhirnya, posisi Menteri BUMN adalah salah satu jabatan paling strategis dalam pemerintahan Indonesia. Menteri BUMN memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola perusahaan-perusahaan milik negara dan mendukung perekonomian nasional. Dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto yang mungkin akan datang, pemilihan pengganti Erick Thohir menjadi sangat penting.

Dengan tantangan besar yang dihadapi, harapan terhadap Menteri BUMN berikutnya adalah mereka dapat membawa perubahan positif dan berkelanjutan bagi BUMN dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Pemilihan menteri yang tepat akan menjadi kunci sukses dalam pengelolaan BUMN dan pencapaian tujuan pembangunan nasional di masa depan. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Pedas ke Anies, PAN Gelagapan?

Elite PAN Saleh Partaonan Daulay memberi kritik pedas kepada Anies Baswedan atas ambisinya di Pilkada 2024 pasca gagal di ajang Pilpres mengingat dirinya tak memiliki kendaraan politik. Kendati Anies membuktikan sosok non-partai dapat berkontribusi dalam demokrasi, esensi yang disampaikan Saleh kiranya memiliki relevansinya tersendiri.

Sohibul Iman, Ahmad Heryawan 2.0? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) jadi sorotan jelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024 karena secara sepihak mengusung Sohibul Iman sebagai pendamping Anies. Kira-kira apa motifnya? 

Pilpres-Pilkada 2024, PDIP Sangat Rungkat?

Selain political confidence yang tampak terkikis, PDIP dianggap kehilangan momentum di Pilkada “tanah Jawa”. Tak terkecuali di Jawa Tengah yang selama ini menjadi basis kekuatan mereka. Lalu, benarkah tren kemunduran PDIP tengah terjadi?

Ridwan Kamil, Kunci Golkar 2029?

Golkar masih menimbang-nimbang soal kemungkinan Ridwan Kamil (RK) alias Kang Emil untuk maju di Pilkada Jakarta atau Pilkada Jawa Barat.

Royal Rumble Pilkada: Jokowi vs Mega vs Prabowo

Pilkada 2024 akan makin menarik karena melibatkan pertarungan perebutan pengaruh para elite. Ini penting karena kekuasaan di level daerah nyatanya bisa menentukan siapa yang paling berpengaruh di level elite.

Mengapa Risma Bisa Saingi Khofifah?

Nama Tri Rismaharini (Risma) diwacanakan untuk jadi penantang bagi Khofifah Indar Parawansa di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur 2024.

Krisis Kader, Megawati Harus Waspada?

Pilgub 2024 dipenuhi calon-calon kuat yang sebagian besar tidak berasal dari ‘rahim’ PDIP. Hal ini berbeda jauh dari penyelenggaraan Pilgub-pilgub tahun-tahun sebelumnya. Mengapa demikian? 

Mengapa Kaesang Ngebet ke Anies?

Meski Anies Baswedan tampak menghindar dari wacana dipasangkan dengan Kaesang, putra bungsu Jokowi itu tampak tetap tertarik. Mengapa?

More Stories

Royal Rumble Pilkada: Jokowi vs Mega vs Prabowo

Pilkada 2024 akan makin menarik karena melibatkan pertarungan perebutan pengaruh para elite. Ini penting karena kekuasaan di level daerah nyatanya bisa menentukan siapa yang paling berpengaruh di level elite.

Bahaya IKN Mengintai Prabowo?

Realisasi investasi di proyek IKN hanya menyentuh angka Rp47,5 triliun dari target Rp100 triliun yang ditetapkan pemerintah.

Jokowi Endgame: Mengapa Banyak Kontroversi di Akhir Jabatan?

Presiden Jokowi kini didera berbagai macam kontroversial. Mulai dari revisi UU TNI dan Polri, revisi UU Penyiaran, persoalan penurunan usia calon gubernur yang dilakukan oleh MA, hingga soal Tabungan Peruamahan Rakyat (Tapera) dan lain sebagainya.