Site icon PinterPolitik.com

Prabowo: Antara AS dan Tiongkok

Prabowo Antara AS dan Tiongkok

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto ketika berkunjung ke Kementerian Pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) di Abu Dhabi pada bulan Februari 2020. (Foto: Kemhan)

Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dikabarkan bangun komunikasi dengan berbagai menhan lainnnya di kawasan Asia-Pasifik, termasuk Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Apakah Prabowo dapat menjadi penghubung bagi dua kekuatan besar tersebut?


PinterPolitik.com

“I see both sides like Chanel. See on both sides like Chanel” – Frank Ocean, penyanyi R&B asal Amerika Serikat (AS)

Mungkin, kompetisi merupakan hal yang lumrah mengisi kehidupan banyak orang. Rasanya, keinginan untuk bersaing tidak jarang muncul dalam benak setiap individu.

Bagi siswa dan siswi yang masih duduk di bangku sekolah misalnya, persaingan kerap mengisi hubungan antarmurid guna mendapatkan nilai yang terbaik. Tak jarang, insentif seperti janji akan mainan baru turut diberikan oleh orang tua siswa dan siswi.

Persaingan semacam ini mirip dengan kompetisi yang terjalin antara Lucrecia dan Nadia dalam sebuah film seri yang berjudul Elite. Keduanya merupakan pelajar yang dianggap pandai dan paling sering mendapatkan nilai terbaik di kelas.

Meski begitu, pagu beasiswa yang diberikan oleh sekolah tampaknya terbatas. Maka, kompetisi di antara keduanya secara alamiah akhirnya terjadi dengan sangat alot.

Bak Nadia dan Lucrecia, persaingan juga terjadi di antara dua negara besar dalam panggung politik internasional, yakni Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Bahkan, kabarnya, situasi hubungan keduanya semakin panas – mengingat terjadi adu tudingan soal pandemi virus Corona (Covid-19) dan sengketa di Laut China Selatan (LCS) yang tak kunjung selesai.

Situasi terkini bahkan berujung pada upaya saling unjuk kekuatan – di mana AS mengirimkan sejumlah kapal perangnya ke LCS guna menjalankan latihan militer di Laut Filipina. Hal ini tentu saja membuat Beijing merasa perlu memberikan peringatan terkait akan adanya kemungkinan konflik bersenjata dengan Washington.

Melihat situasi seperti ini, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mungkin tidak bisa tinggal diam. Kabarnya, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut terus mengamati update atas situasi Asia-Pasifik dan berkomunikasi dengan beberapa menhan negara-negara lain.

Prabowo juga baru-baru ini bertemu dengan Menhan Tiongkok Wei Fenghe di Moskow, Rusia, dalam pagelaran peringatan Kemenangan Perang Dunia II oleh Uni Soviet. Keduanya tampak berfoto bersama dan terlihat akrab.

Meski begitu, Prabowo dikabarkan mulai condong ke AS dengan rencana pembelian beberapa jet tempur dan pembatalan pembelian alat utama sistem pertahanan (alutsista) dari Rusia dan Tiongkok. Bukan tidak mungkin, pengaruh AS telah membuat Prabowo bertindak serupa.

Dari sini, muncul beberapa pertanyaan. Mengapa Prabowo tampak dekat dengan dua negara tersebut? Apakah sang Menhan dapat menjadi jembatan antara AS dan Tiongkok – baik di kawasan maupun di Indonesia sendiri?

Diplomasi ala Kissinger?

Dengan komunikasi dan diplomasi pertahanan yang dibangunnya, Prabowo bukan tidak mungkin dapat menjadi penengah yang baik antara AS dan Tiongkok yang kini hubungannya semakin memanas. Bisa jadi, kemungkinan ini terbangun atas hubungan personal yang dibangunnya dengan kedua negara.

Upaya untuk menjadi penengah yang baik di antara dua pihak yang tengah bermusuhan seperti ini sebelumnya pernah dilakukan oleh mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Henry Kissinger pada tahun 1970-an. Kala itu, sebuah konflik terjadi antara Israel dengan negara-negara Arab, seperti Mesir dan Suriah.

Tepatnya, pada tahun 1973, Perang Yom Kippur antara koalisi Arab dan Israel meletus akibat sengketa di tanah Palestina. Perang ini akhirnya berujung pada krisis energi akibat embargo minyak yang diberlakukan oleh Arab Saudi dan negara-negara Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) terhadap AS dan beberapa negara Eropa.

Di sinilah peran Kissinger menjadi penting. Kala itu, mantan Menlu AS itu harus bolak-balik melakukan diplomasi dengan Israel dan negara-negara Arab agar dapat meminimalisir dampak konflik.

Prabowo: Antara AS dan Tiongkok Share on X

Momen bersejarah yang dilakukan oleh Kissinger ini sampai-sampai mendapatkan istilah tersendiri, yakni shuttle diplomacy (diplomasi ulang alik). Diplomasi ini dilakukan tanpa mempertemukan kedua pihak yang bermusuhan secara langsung.

Tentu saja, Kissinger tidak tiba-tiba saja masuk menjadi penengah di antara kedua kubu yang berperang ini. Mantan Menlu AS itu disebut-sebut memiliki kedekatan personal dengan dua kubu itu.

Boleh jadi, Kissinger turut membangun diplomasi personal (personal diplomacy) dengan kedua pihak. Bila, di sisi Israel, Kissinger memiliki teman dekat yang bernama Yitzhak Rabin yang menjabat sebagai salah satu duta besar, mantan Menlu AS itu juga memiliki hubungan yang dekat dengan Presiden Mesir Anwar al-Sadat.

Bahkan, Edward R. F. Sheehan dalam tulisannya yang berjudul How Kissinger Did It menjelaskan bahwa hubungan pertemanan ini saling memengaruhi keputusan manuver diplomasi Kissinger. Bukan tidak mungkin, dengan kedekatan personal ini, Kissinger akhirnya mampu mempertemukan cara pandang kedua belah pihak.

Bila berkaca pada Kissinger, mungkinkah kini Prabowo melakukan hal serupa dalam krisis LCS? Lantas, apa artinya bagi Indonesia?

Jembatan AS-Tiongkok?

Menhan Prabowo boleh jadi juga tengah melakukan diplomasi ulang alik layaknya Kissinger. Pasalnya, menurut Juru Bicara Menhan Dahnil, Ketum Gerindra tersebut secara kontinu berkomunikasi dengan menhan-menhan lainnya di kawasan Asia Pasifik.

Seperti Kissinger, Prabowo juga berupaya menstabilkan kawasan yang kini tengah memanas. Apalagi, kini terjadi persaingan geopolitik antara dua negara besar, yakni Tiongkok dan AS.

Bisa jadi, Prabowo juga cemas dengan posisi Indonesia bila krisis AS-Tiongkok ini semakin memburuk. Pasalnya, sang Menhan sendiri – ketika menjadi Calon Presiden 2019-2024 – juga menilai bahwa pertahanan Indonesia belum cukup mumpuni bila perang terjadi.

Meski begitu, muncul pertanyaan selanjutnya. Bila dibandingkan dengan Kissinger, apakah Prabowo juga memiliki kedekatan personal dengan kedua negara?

Di sinilah letak keunikan Prabowo. Bila ditarik ke rekam jejaknya, sang Menhan sebenarnya memiliki banyak koneksi militer di beberapa negara, termasuk di AS.

Pasalnya, Prabowo pernah menjalani pendidikan militer dalam bidang komando pasukan khusus di Fort Benning, AS. Bukan tidak mungkin sang Menhan mendapatkan jaringan kenalan ketika bersekolah di negara Paman Sam tersebut.

Koneksi Prabowo dengan AS ini juga terlihat dari ketika beliau bertemu dengan mantan Komandan Tertinggi Pasukan Sekutu NATO Jenderal (Purn.) Wesley Kanne Clark sebelum Pilpres 2019 dihelat. Tak hanya soal militer, Prabowo dikabarkan juga memiliki hubungan bisnis dengan Clark.

Tak hanya Clark, pada tahun 2014 silam, Hashim Djojohadikusumo – saudara dari Prabowo – pernah menjelaskan bahwa mantan Danjen Kopassus tersebut memiliki relasi bisnis yang banyak dengan AS. Bahkan, Hashim juga menyebutkan bahwa Prabowo sebenarnya merupakan politisi yang ramah terhadap AS.

Uniknya lagi, jurnalis investigatif Allan Nairn juga pernah menulis tentang kedekatan Prabowo dengan AS. Di blogpribadinnya, Nairn menyebutkan bahwa Prabowo adalah anak kesayangan AS.

Bila Prabowo dianggap dekat dengan negeri Paman Sam, bagaimana dengan negara Tirai Bambu?

Meski tidak memiliki sejarah panjang seperti rekam jejaknya di AS, sang Menhan akhir-akhir ini mulai getol melakukan diplomasi pertahanan. Salah satu negara tujuannya adalah Tiongkok.

Walau kala Pilpres 2019 lalu Prabowo kerap melontarkan kritik terhadap Tiongkok, negeri Panda sendiri mulai terlihat mendekati mantan Danjen Kopassus tersebut dengan kunjungan Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xiao Qian ke Hambalang. Pertemuan tersebut justru mulai menunjukkan bahwa Tiongkok juga berharap dapat membangun hubungan baik dengan Prabowo.

Kedekatan Prabowo dengan Tiongkok juga semakin menguat dengan komunikasi personal yang dibangun sang Menhan dengan Menhan Tiongkok Wei Fenghe. Dalam beberapa kesempatan, keduanya saling bertukar pikiran melalui medium telepon.

Bukan tidak mungkin alasan Prabowo yang mengatakan bahwa Tiongkok adalah negara sahabat kala situasi Laut Natuna Utara cukup beralasan. Mungkin, sang Menhan sendiri telah membangun banyak diplomasi pertahanan dengan negara Tirai Bambu tersebut.

Di masa lampau, Prabowo dan Hashim juga pernah berhubungan secara bisnis dengan perusahaan Tiongkok. Pada sekitar tahun 2007, Hashim menjual perusahaan minyak miliknya di Kazakhstan pada perusahaan Tiongkok yang bernama Citic Group.

Dengan diplomasi personal yang terbangun dengan AS dan Tiongkok ini, bukan tidak mungkin Prabowo kini berusaha mengisi peran layaknya Kissinger di LCS. Pasalnya, Indonesia sendiri juga merupakan aktor negara penting di Asia Tenggara.

Di sisi lain, Prabowo juga dapat menjadi jembatan bagi upaya balancing yang dilakukan oleh Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, baik AS maupun Tiongkok turut saling berebut pengaruh di Indonesia – baik melalui investasi maupun jual beli alutsista.

Namun, kemungkinan bahwa Prabowo dapat menjadi penghubung kedua negara ini tentu belum pasti benar adanya. Mungkin, hanya Prabowo sendiri yang mengetahui kepastiannya. Mari kita tunggu saja aksi Prabowo selanjutnya. (A43)

► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik

Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.

Exit mobile version