Site icon PinterPolitik.com

Politik Matador Ala Fahri Hamzah

Fahri ‘Jegal’ Novel?

Ilustrasi

Dari ingin membubarkan KPK, mendukung pembentukan pansus hak angket, sampai dipecat oleh partainya sendiri, tindak-tanduk Fahri Hamzah ibarat ‘matador’ yang terus memancing kontroversi.


Pinterpolitik.com

Menggunakan kemeja batik ungu, lengkap dengan peci di kepala, siang hari itu Fahri Hamzah memberikan keterangannya mengenai kasus korupsi E-KTP kepada wartawan. “Percaya saya, omong kosong itu. Itu adalah permainannya Nazaruddin, Novel, dan Agus Raharjo. Itu Agus Raharjo terlibat. Percaya saya deh. Bohong ini semua. E-KTP ini (kasus korupsinya) memang bohong,” ujar Fahri di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Ketika publik melihat kasus korupsi E-KTP sebagai tindak kriminal yang merugikan negara, Fahri justru melihatnya sebagai ‘omong kosong’ permainan para elit. “Saya juga bisa buka kasus ini sekarang, tapi nanti lah biar seru permainan di belakang,” seru Fahri seraya mengibarkan kain merah ala matador kepada KPK, si banteng marah yang siap menyeruduknya.

Begitulah Fahri Hamzah. Dia kerap berlagak bak matador. Ketika pejabat lainnya seolah takut kepada KPK, Fahri justru getol menantang KPK. Pada tahun 2011, Fahri menyerukan pembubaran KPK. Sementara tahun kemarin, Fahri juga menjadi salah satu inisiator hak angket yang diusulkan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) karena KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani.

Namun berkebalikan dengan Fahri, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), kendaraan resmi politik Fahri di DPR, menolak penggunaan hak angket. Akibatnya, atas pembelotan sikap itu, Fahri dipecat dari kenggotaan partai.

Tetapi apa yang terjadi? setahun berlalu Fahri tetap saja menjadi anggota dan bahkan tetap menjabat sebagai Wakil Ketua DPR. Tentu kita bertanya-tanya, siapa gerangan Fahri Hamzah? Dari segi keluarga, tampaknya tidak ada ‘darah biru’ mengalir dalam dirinya. Lantas dari siapa Fahri punya kekuatan sakti?

Fahri Hamzah (Sumber: Istimewa)

Amien Rais Dibalik Fahri

Jejak politik Fahri dimulai dari kampus kala Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1997. Bersama jaringan Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus se-Indonesia (FS-LDK), Fahri turut mendirikan dan menjadi ketua umum pertama organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), pada Maret 1998.

Kiprah KAMMI dalam pergulatan Reformasi 1998 memang tidak disangsikan lagi. KAMMI berhasil mengorganisir mahasiswa untuk turun ke jalan, mendesak Soeharto mundur dari jabatannya. Di samping itu, bersamaan dengan pergerakan KAMMI, Fahri pun menjadi dekat dengan Amien Rais.

Dalam buku Fenomena Partai Keadilan, Ali Said Damanik menuturkan bahwa sosok Amien Rais mencerminkan legitimasi moral, intelektual, dan keberanian yang mahasiswa butuhkan sebagai lokomotif perjuangan menumbangkan rezim Orde Baru. Latar belakang Amien yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah dan KAMMI yang berbasiskan Islam pun menemui keserasian. Apalagi keduanya sama-sama sedang mengangkat isu yang sama, yakni Reformasi.

Saat Soeharto menyatakan mundur dari jabatan presiden, 21 Mei 1998, KAMMI dan Amien Rais menanggapi hal tersebut dengan melakukan sujud syukur bersama esok harinya di Masjid Al-Azhar, Jakarta. Tercatat, ada sekitar 20 ribu orang mengikuti momentum itu.

Kemesraan Fahri dan Amien Rais tidak berhenti di situ. Walau keduanya berbeda partai, Amien Rais ke Partai Amanat Nasional (PAN) dan Fahri Hamzah bersama KAMMI berafiliasi ke PKS, namun dalam hal berpolitik tampaknya keduanya kompak.

Untuk urusan hak angket misalnya, Amien Rais secara terbuka datang ke gedung DPR untuk memberikan dukungan terhadap pembentukan Panitia Khusus (Pansus) hak angket. PAN, partai yang mulanya tegas tidak akan mengirimkan wakilnya di pansus hak angket, pun berbalik arah. Tidak tanggung-tanggung, Hanafi Rais, putra Amien Rais sendiri yang dikirim sebagai wakil PAN di pansus.

Sementara itu, Fahri dan Amien juga dicatat sebagai salah satu orang yang menerima dana non-budgeter DKP. Amien mengakui bahwa dirinya menerima langsung dana dari Rokhmin Dahuri sebesar Rp 200 juta, dan melalui pengurus PAN lainnya sebesar Rp 200 juta. Menurut Amien, dana dari Rokhmin diterima dalam bentuk cek sebanyak delapan lembar. Begitu juga dengan dana Rp 200 juta dari DKP yang diterima lewat anggota tim kampanye.

Amien Rais Memberikan Keterangan Tentang Kunjungannya ke DPR
(Sumber: Tirto)

Benteng Kasat Mata Pelindung Fahri

Saat reformasi bergulir, KAMMI masuk dalam barisan organisasi yang menyerukan Soeharto mundur, tetapi uniknya KAMMI dicatat sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa yang tidak menolak naiknya B.J. Habibie menjadi presiden pengganti Suharto.

Seperti diketahui, Habibie adalah tokoh sentral di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Habibie adalah Ketua pertama ICMI yang didirikan tahun 1990 dan saat ini Habibie adalah Ketua Dewan Kehormatan Pusat ICMI. Uniknya, saat ini Fahri masuk dalam jajaran Dewan Pakar Pusat ICMI yang diketuai oleh Zulkifli Hasan.

Zulkifli Hasan, besan Amien Rais, diduga juga membekengi Fahri. Posisi Zulkifli sebagai Ketua Umum DPP PAN tentu sangat strategis terkait perubahan sikap PAN terkait pembentukan pansus hak angket. Mengingat perjalanan politik Fahri dan Habibie, serta Ketua Umum ICMI yang saat ini dijabat oleh Zulkifli Hasan, apakah mungkin ada koalisi kasat mata yang membentengi Fahri Hamzah saat ini?

Bicara soal ‘benteng kasat mata’ Fahri, lingkaran ICMI bisa jadi bukan satu-satunya. Seperti diketahui, April 2016 silam PKS memecat Fahri. Alasannya, ucapan dan tindakan Fahri kerap keluar dari arahan partai. Fahri lalu menggugat keputusan partainya tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Walhasil, majelis hakim menyatakan bahwa Fahri masih sah sebagai anggota DPR dan Wakil Ketua DPR periode 2014–2019 dari PKS.

Uniknya, ketua majelis hakim yang menangani gugatan Fahri Hamzah adalah Made Sutrisna. Jika ditelusuri perjalanan karirnya, Made Sutrisna pernah menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) dari tahun 2007-2008. Di masa yang sama, Fahri juga terpilih sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan (dapil) NTB periode 2004-2009.

Sementara itu, walau sudah dipecat dari partai, sampai Fahri memenangkan pengadilan sekitar enam bulan setelahnya, toh Fahri masih menjabat Wakil Ketua DPR. PKS sendiri masih mempersoalkan status Fahri. Mei lalu misalnya, anggota fraksi PKS walk out dalam rapat paripurna yang membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018.

Menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun, faktor politik sangat bermain besar terkait dipertahankannya Fahri Hamzah sebagai Wakil Ketua DPR. Refly menuturkan bahwa sejumlah pimpinan DPR kompak mempertahankannya sebagai Wakil Ketua DPR.

Sebut saja Fadli Zon. Dalam beberapa momentum yang kontroversial, dia setia membela Fahri Hamzah. Ketika Fahri dihujat sebab cuitannya tentang ‘TKI Babu’, Fadli justru menganggap Fahri sedang membela kaum pekerja. Fadli juga membela Fahri yang dihujat karena dia dan Masinton Pasaribu menjenguk terpidana korupsi di penjara. Keduanya juga kompak meminta Presiden Jokowi membatalkan pencekalan Ketua DPR Setya Novanto terkait kasus korupsi E-KTP. Wajar apabila saat Fahri dipecat PKS, Fadli justru mempertanyakan sikap PKS. “Sebagai sesama politisi dan kolega, saya kaget, masalahnya apa? Dia selama ini cukup vokal, mempunyai integritas,” ujar Fadli.

Fahri Hamzah dan Fadli Zon (Sumber: Istimewa)

Dukungan Dari Dalam Partai

Bertahannya Fahri di PKS dan kancah politik nasional juga berasal dari dalam internal partai itu sendiri. Dalam buku Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party (PKS), Yon Machmudi menuturkan bahwa PKS lahir dari Jemaah Tarbiyah – suatu kelompok Islam modernis dari kalangan kelas menengah yang berkembang mulai tahun 90an di Indonesia. Salah satu kelompok Jemaah Tarbiyah yang kemudian menjadi pemasok kader PKS adalah KAMMI. Para anggota KAMMI pun akhirnya mengisi pos-pos penting di PKS, salah satunya Andi Rahmat dan Zulkiflimansyah. Sampai saat ini, KAMMI dan PKS pun masih mesra.

Selain dengan kolega KAMMI, Fahri juga dikenal dekat dengan Anis Matta. Saat Hilmi Aminuddin menjadi Ketua Majelis Syuro, Presiden PKS dijabat oleh Luthfi Hassan Ishaq. Saat itu Anis Matta menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen), sementara Fahri menjabat wakil sekjen. Baik Anis Matta maupun Fahri Hamzah tergolong dalam ‘faksi sejahtera’ di PKS.

Fahri Hamzah dan Anis Matta Dalam Sebuah Acara (Sumber: Istimewa)

Setelah Luthfi mengundurkan diri karena tersandung korupsi, Anis Matta naik jadi Presiden PKS. Namun petaka bagi kubu Anis datang ketika PKS tiba-tiba menggelar sidang majelis syuro di Bandung, 2015 silam. Hilmi kalah dan akhirnya kursi Ketua Majelis Syuro disabet oleh Salim Segaf Aljufrie. Anis Matta pun kehilangan kursi kepresidenannya, digantikan oleh Sohibul Iman.

Pasca penggantian itu, persis, kubu Anis Matta di PKS seolah hilang dan disingkirkan. Anis hanya mengampu ketua badan kerja sama internasional partai. Fahri Hamzah nihil jabatan, begitu pula Hilmi Aminuddin. Tak ada angin, tak ada hujan, sekjen semasa Anis menjabat presiden PKS, Taufik Ridlo, juga mundur. Fahri Hamzah dan Gemari pun dipecat.

Saat mendengar kabar pemecatan Fahri beredar, Ketua Fraksi PKS MPR, TB Soenmandjaja, mengaku sedih. Baginya, secara emosional Fahri adalah bagian dari dirinya. Kontan, hal ini menunjukkan bahwa di internal partai sendiri dukungan terhadap Fahri masih ada dan terbukti kemudian, Fahri menang gugatan atas putusan pemecatannya tersebut.

Melihat berbagai faktor yang mendukung Fahri dan juga berbagai institusi yang kelimpungan dibuat Fahri, tidak salah kalau gelar ‘matador’ disematkan kepada Fahri. Apakah nanti para ‘banteng’ yang dimainkan Fahri mampu menyeruduk dan membuat Fahri babak belur? Waktu lah yang akan menjawabnya. Yang jelas, saat ini pertunjukkan sang matador dan bantengnya sedang hangat-hangatnya, bagai sebuah permainan yang tidak ada habisnya mengundang seru.

(H31)

Exit mobile version