HomeNalar PolitikPKS Tertimbun Beras

PKS Tertimbun Beras

“Kontrol minyak, maka Anda akan kendalikan negara. Kontrol pangan, maka Anda akan mengendalikan rakyat.” ~ Henry Kissinger


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]P[/dropcap]angan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk hidup. Tak heran bila Mantan Presiden Amerika Serikat Henry Kissinger mengatakan, orang atau kelompok yang mampu mengontrol pangan akan mengendalikan rakyat. Oleh sebab itulah, ketahanan pangan menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan suatu pemerintahan dan menjadi alat vital dalam mempertahankan kestabilan negara.

Jadi, saat Kapolri Tito Karnavian dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan kalau beras premium dengan nama dagang “Maknyuuss” dan “Cap Ayam Jago” merupakan oplosan dari  beras subsidi pemerintah, wajar bila masyarakat sontak merasa gelisah. Bukan hanya karena merasa tertipu membeli beras murah dengan harga mahal, tapi juga karena beras tersebut terbukti tidak sesuai kadar gizinya dengan yang dijanjikan.

Terungkapnya kecurangan bisnis yang dilakukan PT Indo Beras Unggul (IBU) ini, ternyata juga membuat Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ikut blingsatan. Pasalnya, PT IBU merupakan anak perusahaan dari PT Tiga Pilar Sejahtera (TPS) yang salah satu komisarisnya anggota partai tersebut. Walau tidak berada dalam kepengurusan, namun keberadaan Anton Apriantono tentu cukup penting bagi PKS, karena pernah menjabat sebagai menteri pertanian pada Kabinet Indonesia Bersatu di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Buktinya, tak hanya Wakil Ketua Majelis Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid saja yang membela Anton, dengan mengatakan ia hanya kebetulan menjabat sebagai komisaris di TPS. Kader PKS lainnya, seperti Said Didu dan Tifatul Sembiring pun bereaksi keras dan menuding pemerintah telah melakukan fitnah. Mengapa reaksinya begitu keras, padahal bahkan Mentan maupun Kapolri saja masih belum memberikan status apapun pada PT IBU, apalagi Anton Apriantono?

Bukan Hanya Beras

“Sekali lagi sangat tidak fair kalau persoalan ini dikait-kaitkan dengan partai, padahal partai nggak ada hubungannya sama sekali. Dan beliau (Anton Apriantono) pun bukan pengurus di PKS.” ~ Hidayat Nur Wahid

Permintaan Hidayat Nur Wahid di atas, dikeluarkan tak lama setelah Kapolri mengungkapkan kecurangan yang dilakukan oleh PT IBU. Walaupun mengatakan kalau Anton bukanlah pengurus di PKS, sehingga seolah-olah bukan kader ‘penting’, tapi tetap ada unsur pembelaan bahwa Anton hanyalah ‘korban’ karena kebetulan menjabat sebagai komisaris di perusahaan tersebut.

Belakangan, partai beraliran Islam yang sebelumnya selalu digadang-gadang sebagai partai bersih dan anti korupsi ini, memang telah beberapa kali “babak belur” oleh kasus suap dan korupsi yang melibatkan kadernya. Peristiwa yang langsung diungkit masyarakat berkaitan beras oplosan ini, tentu saja kasus suap daging sapi impor. Kasus ini memang cukup fatal, karena membuat Lutfi Hasan Ishaaq yang tak lain adalah mantan presiden PKS, meringkuk di penjara selama 16 tahun.

Di tahun ini saja, sudah ada dua kasus di luar kasus beras yang membuat wajah PKS coreng moreng. Mei lalu, dua kadernya di DPR ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti menerima suap dari kasus proyek infrastruktur di Maluku. Bahkan di media sosial (medsos), transaksi suap tersangka yang menggunakan bahasa Arab, sempat menjadi perbincangan hangat oleh para netizen. Sebulan kemudian, salah satu kader PKS pun tertangkap Densus 88 karena terkait dengan organisasi Islam radikal, ISIS.

Baca juga :  Menguji "Otot Politik" Andika Perkasa

Upaya Menjatuhkan Partai?

“Struktur industri beras cenderung kompetitif di tingkat petani dan pengecer, tapi cenderung oligopoli di pusat-pusat distribusi (middleman).” ~ Syarkawi Rauf

Sebagai Ketua Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi menduga terjadinya penipuan dengan modus menjual beras medium bersubsidi seharga beras premium, akibat persaingan usaha tak sehat di industri beras selama ini. Padahal, pemerintah telah menetapkan harga dasar pembelian gabah dan harga eceran tertinggi beras. Namun di hilir, diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga penguasa jejaring distribusi leluasa mengeksploitasi konsumen melalui kenaikan harga.

Bila kader PKS yang juga mantan alumni IPB, Said Didu mengatakan kalau tudingan Mentan dan Kapolri aneh dan memalukan, mungkin karena penjelasan yang diberikan kemudian menjadi rancu antara beras yang disubsidi maupun beras bersubsidi. Menurut Syarkawi, PT IBU membeli beras yang disubsidi. Artinya, beras itu dihasilkan melalui bibit, pupuk, dan alat yang disubsidi oleh pemerintah. Sehingga, hasil yang diperoleh seharusnya juga dijual dengan harga yang telah ditetapkan pemerintah.

Jurubicara TPS sendiri sebenarnya tidak menampik bila mengambil beras IR64, namun dengan alasan diolah sendiri oleh perusahaannya, beras tersebut tercipta sebagai beras premium yang dapat dijual dengan harga pasar. Padahal menurut Kepala Sub bidang Data Sosial-Ekonomi pada Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian, Ana Astrid, beras IR64 tidak akan berubah menjadi premium hanya karena diolah berbeda, sebab kandungan berasnya akan tetap sama dengan beras medium dengan harga jual yang telah ditetapkan pemerintah.

Fakta inilah yang kemudian menunjukkan kalau PT IBU telah meraup keuntungan besar, di tengah upaya pemerintah yang fokus meningkatkan produksi demi tersedianya beras secara kontinu dengan harga normal, sehingga petani dan konsumen diuntungkan. Tapi tindakan pelaku usaha ini membuat pemerintah, petani, dan konsumen dikorbankan. Lalu apakah tudingan bahwa kasus ini merupakan fitnah pemerintah untuk menjatuhkan PKS, silahkan masyarakat sendiri yang simpulkan.

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Upaya “Bersih-bersih” Jokowi?

“Saya akan buat mata rantai distribusi beras menjadi sependek mungkin tanpa harus melalui apa yang selama kita sebut middle men atau pedagang perantara.” ~ Andi Amran Sulaiman

Memberantas mafia beras, itulah janji Mentan yang ia deklarasikan setahun lalu. Sejak tahun lalu juga, sebenarnya Amran telah mengincar TPS yang diduga ikut serta dalam melakukan penimbunan beras untuk mempermainkan harga beras di pasaran. Menurutnya, ulah mafia beras ini telah menyusahkan masyarakat sehingga ia bertekad untuk memendekkan jalur distribusi beras guna memberangus mafia beras yang biasanya bermain sebagai middle men atau pedagang perantara. Amran memberikan penjelasan yang lebih lengkap di sini:


Tapi siapa sangka bila ulah bersih-bersih Amran ini, ternyata harus berurusan dengan salah satu kader PKS. Bila dirunut ke belakang, di era Presiden SBY, posisi menteri pertanian memang selalu dipegang oleh PKS. Tercatat dalam dua kabinet Indonesia Bersatu, baik Anton maupun Suswono berasal dari Partai Putih tersebut. Herannya, kedua menteri itu juga tersangkut kasus-kasus korupsi, seperti korupsi daging sapi dan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Bila kita berpikir sedikit kritis, alasan Anton sebagai komisaris TPS tidak terlibat dalam kasus beras juga sebenarnya agak naif. Sebagai komisaris, Anton memiliki kewajiban untuk memantau dan memberikan nasihat demi kemajuan perusahaannya. Apakah mungkin, seorang komisaris tidak tahu menahu mengenai adanya ‘keanehan’ di anak perusahaannya? Lagi pula, keterangan yang disampaikan Anton juga tidak sesuai dengan keterangan Amran mengenai beras yang disubsidi. Apakah sebagai mantan Mentan, ia tidak tahu kebijakan pemerintah tentang beras varietas IR64 atau apapun nama penggantinya tersebut?

Di sisi lain, walaupun pada Selasa (25/7), Amran telah menyampaikan permintaan maaf pada fraksi PKS di DPR karena mengaitkan kasus beras dengan partainya. Namun sebagai seorang menteri, apakah Amran benar-benar tidak sengaja menyatakan afiliasi partai Anton pada publik dan media? Atau memang ada ‘sesuatu’ dibaliknya, mengingat PKS akan menjadi salah satu oposisi bagi Jokowi di Pilpres 2019 nantinya. Karena bagaimana pun juga, kasus ini telah sekali lagi menjatuhkan citra PKS sebagai partai yang bersih di mata rakyat.

Namun apapun itu, bahkan DPR pun tetap memberikan apresiasi pada Amran, karena telah berupaya meminimalisir kerugian bagi pemerintah, konsumen, dan khususnya petani. (R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...