PKS melontarkan sebuah ide fenomenal, partai berhaluan Islam itu akan menghapus pajak sepeda motor jika menang Pemilu.
PinterPolitik.com
[dropcap]A[/dropcap]da yang baru dari PKS. Partai berlambang bulan sabit dan padi ini meluncurkan program andalan memperjuangkan penghapusan pajak sepeda motor serta membuat regulasi SIM berlaku seumur hidup sebagai bahan kampanye menjelang Pilpres 2019.
Tak pelak, materi kampanye tersebut menimbulkan pro kontra secara luas karena setidaknya, seperti yang banyak diberitakan media mainstream, terdapat dua alasan kenapa penghapusan pajak menjadi isu sensitif.
Pertama, hilangnya pajak kendaraan bermotor akan menyebabkan hilangnya potensi pendapatan negara, terlebih bagi kas pemerintah daerah.
Di Jakarta saja, pada 2017 Pemda mendapatkan pemasukan senilai Rp 8 triliun dari pajak kendaraan bermotor. Sementara itu, dari bea-balik nama kendaraan bermotor, dihasilkan pendapatan Rp5 triliun.
Kedua hal tersebut merupakan sumber pendapatan terbesar untuk Pemda DKI Jakarta,bahkan mencapai 35 persen dari keseluruhan penerimaan pajak daerah.
Kedua, meniadakan pajak akan meningkatkan konsumsi kendaraan bermotor. Masyarakat akan semakin mudah untuk membeli sepeda motor karena tidak menanggung biaya pajak dan biaya administrasi lainnya.
BPS menyebut pertumbuhan volume sepeda motor pun sangat masif, lebih dari lima juta unit setiap tahunnya. Berdasarkan data, populasi sepeda motor tahun 2016 sudah melebihi 105 juta unit atau 81 persen dari keseluruhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia.
Tentu pilihan materi kampanye PKS ini menjadi pertanyaan bagi banyak pihak. Terlebih, penghapusan pajak selama ini banyak dianggap menguntungkan orang-orang kaya. Di balik keputusan PKS, bagaimana sebenarnya fenomena ini dijelaskan dalam kacamata politik?
Pragmatis Demi Suara
Tantangan ekonomi dalam negeri sepertinya memang direspon serius oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Oleh karenanya solusi penghapusan pajak menjadi salah satu platform bagi upaya PKS dalam merespons gonjang-ganjing kesejahteraan di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah.
Dalam urusan penghapusan pajak, PKS mengklaim bahwa akan berjuang meloloskan regulasi rancangan undang-undang (RUU) tentang penghapusan pajak kendaraan jenis sepeda motor dan pemberlakuan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup bila menang Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 mendatang.
PKS memang dikenal kental dengan partai berhaluan Islam cukup kuat. Meski demikian, seiring berjalannya demokratisasi di Indonesia, PKS juga mulai menyesuaikan diri terhadap keterbukaan pandangan, termasuk dalam hal kebijakan ekonomi.
Bila Rakyat menangkan PKS dlm Pemilu,maka PKS akan laksanakn program terobosan;bantu Rakyat,kurangi beban atas mrk, hadirkan keadilan&kesejahteraan bagi Rakyat Indonesia, sesuai sila ke 5 Pancasila. PKS akan hapus pajak sepeda motor dan berlakukan SIM seumur hidup.#2019PilihPKS. https://t.co/MKtzovoMbY
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) November 23, 2018
Burhanudin Muhtadi dalam bukunya yang berjudul Dilema PKS: Suara dan Syariah telah banyak menyinggung kiprah PKS dalam perpolitikan di Indonesia selama ini. Ia melihat bahwa PKS sebenarnya memiliki agenda islamisasi sebagai misinya dalam berpolitik.
Namun, Burhan dalam bukunya pada akhirnya menyimpulkan bahwa partai ini telah bertransformasi dari partai islamis-ideologis menjadi partai pragmatis-terbuka.
Partai yang disebut mendapat pengaruh ideologis dari Ikhwanul Muslimin Mesir ini mencoba menjangkau semua kalangan dengan sikap kompromistik terhadap isu-isu kontemporer meskipun cita-cita islamisme terkadang harus dikorbankan.
Keterbukaan PKS ini berhasil mengantarkannya menduduki parlemen pada pemilu 2009. Tanpa mengandalkan tokoh maupun dukungan organisasi besar, PKS sukses menjadi partai yang mendapat suara keempat terbanyak kala itu.
Menjelang 2019, selain Pilpres, PKS tengah berjuang untuk memaksimalkan suara untuk menghadapi pemilu legislatif. Dalam konteks pajak, bisa jadi PKS memang tengah berupaya mengembalikan kejayaan masa lalu dengan memaksimalkan suara nanti di pemilu legislatif 2019. Oleh karenanya, PKS menawarkan opsi kebijakan penghapusan pajak untuk meraih dukungan populer.
Kebijakan penghapusan pajak ala PKS ini dapat di sebut sebagai bentuk dari kebijakan fiskal konservatif Share on XTentu saja, sebagai partai yang diramalkan akan kesulitan memenuhi parliamentary threshold oleh beberapa lembaga survei, partai pimpinan Sohibul Iman ini memang harus menggunakan strategi maksimal jika ingin langkahnya mulus menuju Senayan.
Kebijakan penghapusan pajak ala PKS ini dapat disebut sebagai bentuk dari kebijakan fiskal konservatif.
Menurut David Coates dalam tulisanya yang berjudul The Oxford Companion to American Politics menjelaskan konservatisme fiskal atau juga dikenal dengan konservatisme ekonomi adalah prinsip dalam politik-ekonomi mengenai kebijakan fiskal dan tanggung jawab fiskal yang konsen terhadap adanya pajak rendah, mengurangi pengeluaran pemerintah dan upaya meminimalisir utang pemerintah.
Sementara itu, Larry Johnston dalam bukunya berjudul Politics: An Introduction to the Modern Democratic State menyebut bahwa konservatisme fiskal mengikuti pandangan filosofis dari liberalisme klasik dan liberalisme ekonomi. Sehingga tidak salah jika kini menyebut PKS telah berkompromi dengan strategi-strategi ekonomi liberal.
Jika diperhatikan, strategi seperti ini tergolong lazim terjadi di beberapa belahan bumi. Merujuk pada kondisi tersebut, PKS tengah melakukan langkah pragmatis sesuai dengan tren dunia. Idealisme sebagai partai Islam seperti di kesampingkan demi mengikuti tren tersebut agar perolehan suara bisa terselamatkan.
Selain bertransformasi menjadi lebih liberal, menggunakan pajak sebagai isu kampanye bisa di katakan sebagai langkah political attack yang dilakukan PKS kepada pemerintah. Bisa jadi langkah PKS dengan mengangkat isu yang diklaim menyentuh wong cilik ini akan menjadi turning point bagi elektabilitas PKS di 2019.
Pajak, Sebuah Isu Penting
Mengapa pajak? Tentu pertanyaan itu cukup krusial untuk dijawab. Selama ini isu kampanye menjadi nadi dari setiap gelaran pesta demokrasi lima tahunan. Pemilihan isu penghapusan pajak oleh PKS tentu bukan hal yang ujug-ujug. Melihat usulan ini dalam konteks elektoral menjadi penting.
Jika belajar pada negara lain, isu pajak bisa menjadi senjata yang ampuh dalam sebuah kampanye politik. Sebut saja kemenangan Donald Trump pada Pilpres di AS di tahun 2016 yang menggunakan isu pajak sebagai materi kampanye.
WOW, disaat yg lain ga jlaas program, ini PKS okeh banget brani nya… Ga nyesel sobat #2019PilihPKS.. Insha Alloh berkah.. Berkah.. Berkah ? pic.twitter.com/OiGOreRPXN
— KangCalakan (@KangCalakan) November 22, 2018
Setelah kemenangan Trump, isu pajak kemudian digunakan oleh partai politik untuk mengamankan suara dalam pemilu. Seperti dilansir majalah Bloomberg, partai Republik dalam kampanye midterm elections beberapa waktu yang lalu melihat bahwa pemotongan pajak memiliki manfaat yang akan membantu mereka mengamankan kemenangan.
Selain di AS, isu pemangkasan pajak juga menjadi isu populis dalam pemilu di Italia. Matteo Salvini kandidat dari Anti-Illegal Migrant League berjanji untuk melakukan pemotongan pajak. Begitu juga kandidat dari Five Star Movement, Luigi Di Maio yang mengusulkan pemangkasan pajak.
Dalam konteks Indonesia, PKS sepertinya melihat peluang serupa. Selama ini publik hanya disibukkan dengan politik olok-olok yang dilontarkan oleh kedua kubu yang akan bersaing di Pilpres 2019. Tanpa adanya gagasan yang konkrit tentang program kerja, publik tentu menginginkan sesuatu yang benar-benar menggebrak.
Hal ini sejalan dengan pendapat William L. Benoit dari University of Missouri, bahwa dalam konteks komunikasi politik, utamanya kampanye, kandidat yang lebih banyak membahas tentang kebijakan melebihi lawan politik mereka akan lebih banyak memiliki peluang untuk memenangkan pemilu.
Dalam konteks psikologi pemilih, keterbaharuan isu kampanye pada kadar tertentu penting dalam memaksimalkan pemilih. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Georgy Egorov dalam tulisanya yang berjudul Single-Issue Campaigns and Multidimensional Politics, bahwa dalam pemilihan umum, pemilih cenderung akan peduli terhadap masalah yang spesifik yang menjadi konsen dalam materi kampanye partai atau politisi.
Isu penghilangan pajak oleh PKS bisa jadi menjadi penggebrak keterbaharuan isu kampanye di tengah minimnya gagasan menjelang 2019. Strategi PKS juga dapat diasumsikan sebagai usaha menciptakan panggungnya sendiri dengan mengangkat isu sensasional ke ruang publik.
Lalu mungkinkah isu pajak ini akan berhasil menjadi kunci PKS untuk memperoleh dukungan dari masyarakat? Menarik untuk ditunggu. (M39)