PKS tampak cukup rajin jadi bahan pemberitaan melalui safari politiknya. Hal ini boleh jadi terkait dengan upaya branding partai bernapaskan Islam tersebut.
Menyambung silaturahmi tentu adalah hal yang baik. Hal ini mungkin disadari oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang rajin berkunjung ke partai lain, termasuk selama bulan Ramadan. Jika diperhatikan, partai yang kini dipimpin Ahmad Syaikhu belakangan cukup sering jadi berita dengan safari politiknya.
Dalam kunjungan-kunjungan ini, PKS tampak menyasar banyak parpol dari beragam latar belakang. Mereka misalnya mengunjungi kawan lama mereka yaitu Gerindra. Sesama partai nonpemerintah tentu sudah pasti jadi tujuan silaturahmi mereka. Selain itu, partai yang kerap berseberangan yaitu PDIP juga jadi pihak yang dikunjungi PKS.
Sekali lagi, menjalin tali silaturahmi tentu adalah hal yang positif. Apalagi, dalam politik Tanah Air, aktivitas ini tergolong lumrah utamanya jelang Pemilu. Kunjung-mengunjungi apalagi untuk menjajaki peluang koalisi memang cukup lazim dilakukan parpol negeri ini.
Meski demikian, sebenarnya boleh jadi ada sisi lain yang bisa dilihat dari sowan PKS ke berbagai parpol negeri ini. Apalagi, jika hal ini dikaitkan dengan langkah PKS baru-baru ini dan timing yang relatif masih jauh dari Pemilu.
Lalu, bagaimana cara memaknai silaturahmi PKS ini dari sisi lain?
Menjalin Silaturahmi
Dalam beberapa waktu terakhir, tampaknya tak banyak berita soal parpol-parpol di negeri ini. Pandemi yang belum usai masih mendominasi pemberitaan di Indonesia. Selain itu, segala hal yang terkait dengan Ramadan dan Idulfitri juga jadi isu yang masih sangat populer.
Baca Juga: Gus Miftah-PDIP Cs dalam Hasty Generalization?
Di tengah minimnya berita tentang parpol tersebut, muncul nama PKS yang beberapa kali menghiasi media massa Tanah Air. Kemunculan ini relatif memberi sedikit warna berbeda dalam pemberitaan yang didominasi oleh isu COVID-19 dan Ramadan.
Nah, PKS sendiri sedikit mencuri perhatian dengan langkah safari politiknya. Saat parpol lain boleh jadi muncul lewat kader yang mengomentari isu terkini, PKS justru belakangan cukup sering jadi berita lewat organisasi mereka.
Cukup banyak partai yang sudah jadi tujuan sowan para elite partai berlogo padi dan bulan ini. Mereka misalnya sudah berkunjung ke sesama partai nonpemerintah yaitu Demokrat. Mereka juga sempat bersua dengan sesama partai bernapas Islam seperti PPP dan PKB.
Reuni dengan sahabat lama yaitu Partai Gerindra sudah mereka jalankan. Partai nasionalis di kubu pemerintah seperti Golkar tak luput jadi sasaran kunjungan. Bahkan, pertemuan pertama dengan PDIP yang kerap jadi rival juga PKS lakukan.
Di atas kertas, seperti yang disebutkan sebelumnya, kunjungan semacam ini mungkin adalah perkara biasa. Hal ini terutama jika tujuan dari partai berkunjung ke partai lainnya adalah untuk menjajaki kemungkinan koalisi.
Meski demikian, langkah PKS ini tergolong bisa diamati sebagai hal yang menarik. Boleh jadi, ada semacam curi start kampanye atau setidaknya publikasi dalam langkah mereka.
Hal ini terkait erat dengan tengah tak banyaknya isu-isu partai yang tengah jadi pemberitaan. Praktis, kunjungan PKS ini sedikit banyak bisa mencuri perhatian masyarakat yang tengah terus dilanda kabar tentang COVID-19 atau Ramadan.
Mengenalkan Branding Baru
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, boleh jadi ada hal-hal yang berbau publikasi yang tengah dituju oleh PKS. Memang, ada banyak jabat tangan dan kesepakatan di ragam kunjungannya. Meski begitu, boleh jadi ada semacam upaya untuk menguatkan brand PKS agar terus diingat masyarakat.
Perkara penguatan brand ini sendiri tergolong penting bagi partai seperti PKS. Sebagai partai nonpemerintah, mereka tak punya kebijakan yang bisa jadi publikasi gratis mereka. Selain kritik, mereka tentu harus mencari cara agar masih tertangkap oleh radar pemberitaan.
Baca Juga: Ganteng Gerindra vs Cantik PKB
Di luar itu, PKS sendiri baru saja melakukan langkah penting yang cukup mengubah identitas mereka. Partai yang semula identik dengan logo berwarna kotak hitam berisi padi yang diapit dua bulan sabit emas, kini sudah mengganti lambangnya.
Pada Musyawarah Nasional (Munas) V, mereka telah mengenalkan logo baru berbentuk lingkaran oranye. Di dalamnya, terdapat unsur sama yaitu padi yang diapit dua bulan sabit tetapi kini berwarna putih.
Sejalan dengan itu, PKS juga mengenalkan ragam identitas baru yaitu perubahan mars dan himne partai.
Tentu, ada alasan mengapa PKS melakukan perubahan semacam itu. Menurut Sekjen mereka yaitu Aboe Bakar Al Habsyi, esensi dari perubahan itu adalah PKS harus tampil lebih segar, lebih dekat, dan terbuka untuk semua kalangan.
Nah, perubahan-perubahan ini, terutama logo tentu mentranformasi wajah PKS secara signifikan. Masyarakat yang sudah lama mengidentifikasi PKS dengan logo dan identitas lama, tentu perlu mendapat publikasi masif terkait perubahan yang mereka lakukan.
Kunjungan-kunjungan PKS kemudian bisa menjadi salah satu langkah mengenalkan branding baru tersebut sekaligus mengingatkan masyarakat akan eksistensi mereka.
Di luar itu, jika dilihat secara keseluruhan, kunjungan ini dapat dilihat dari sisi rebranding secara lebih luas. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan keinginan untuk jadi lebih terbuka yang disebutkan di atas.
AKP Menjadi Model?
Jika melihat logo PKS sekarang, apa yang pertama kali akan terlintas? Sebagian orang mungkin akan langsung mengaitkannya dengan klub sepakbola asal ibu kota yaitu Persija. Di luar itu, ada suatu entitas politik besar yang memiliki identitas dengan warna tersebut.
Bagi beberapa orang, warna oranye yang kini dipilih PKS mengingatkan mereka dengan Adalet ve Kalkınma Partisi alias AKP di Turki. Partai yang dimotori oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan ini memang amat lekat dengan warna oranye dalam perjalanan politiknya.
Baca Juga: Siasat Cak Imin Capres 2024?
Merujuk pada kondisi tersebut, boleh jadi PKS tengah menjadikan AKP sebagai model bagi upaya branding mereka. Hal ini boleh jadi tergambar lebih dari sekadar perubahan logo atau warna partai saja.
Jika diperhatikan, dalam ragam kunjungannya, PKS tampak tak membatasi diri. Dari sesama nonpemerintah hingga rival seperti PDIP, terlihat jadi tujuan kunjungan. Secara khusus, PKS tampak tak anti untuk bersilaturahmi dengan partai nasionalis yang relatif lebih sekuler.
Langkah semacam ini pernah dilakukan oleh AKP di awal kemunculannya. Partai ini sebenarnya berasal dari kader-kader partai yang dikenal berhaluan Islam konservatif. Meski demikian, mereka memilih langkah yang lebih reformis dan tak melulu berbau Islam.
Mereka misalnya mau berhubungan dengan pihak oposisi yang lebih sekuler. Secara ideologi, mereka juga cenderung menjadikan nilai Islam sebagai latar belakang alih-alih jadi wacana politik utama.
Hal ini kemudian membuat konstituen dan keanggotaan mereka lebih meluas. Jika partai yang mereka tinggalkan hanya mampu kalangan Islam konservatif saja, AKP lebih jauh dari itu. Segmen lain terutama dari kalangan ekonomi dan profesi yang lebih luas kini mampu mereka sentuh.
Langkah AKP ini sendiri kerap dianggap sebagai fenomena post-Islamism yang dipopulerkan oleh Asef Bayat. Hal ini sering kali merujuk pada praktik di mana partai berhaluan Islam yang tak lagi mengejar misalnya negara syariah tetapi lebih menerapkan nilai syariah dalam bertindak. Mereka misalnya tak fokus pada Islamic governance tetapi mengejar good governance.
Kondisi ini memang dapat ditemui di AKP dan PKS. Hal ini diungkapkan misalnya oleh Anthony Bubalo, Greg Fealy, dan Whit Mason. Salah satu hal yang bisa disoroti adalah soal keberagaman yang mulai dirambah oleh partai semacam ini.
Nah, boleh jadi PKS saat ini tengah meniru langkah AKP di awal-awal kemunculannya. Tak hanya dari logo, tetapi juga dari sisi kemauan untuk merangkul kelompok yang berbeda. Dalam konteks ini, kunjungan ke ragam partai boleh jadi adalah gambarannya.
Langkah mirip dengan AKP ini sendiri dapat dilihat dari sisi branding itu sendiri. Menurut Menderes Cinar, AKP pada awal kemunculannya memang memberi penekanan berlebih pada branding.
Hal ini penting bagi PKS yang seperti disebutkan di atas ingin jadi lebih terbuka. Di luar itu, PKS ingin berubah dari kesan eksklusif. Mereka misalnya ingin merangkul kelompok yang lebih luas termasuk anak muda.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut, boleh jadi beberapa langkah yang dilakukan PKS belakangan ini membuatnya bak jelmaan AKP di Indonesia. Jika ya, cukup beralasan, sebab AKP saat ini adalah salah satu partai yang sangat sukses dan bercokol lama di Turki. Boleh jadi, inilah salah satu alasan AKP jadi model bagi PKS.
Pertanyaan berikutnya adalah, apakah PKS akan menjadi dominan seperti AKP di Turki? Tentu, hal ini masih perlu ditunggu jawabannya. Kita lihat saja apakah gebrakan PKS lainnya akan serupa AKP dan sesukses partai besutan Erdogan tersebut. (H33)
► Ingin lihat video menarik lainnya? Klik di bit.ly/PinterPolitik
Ingin tulisanmu dimuat di rubrik Ruang Publik kami? Klik di bit.ly/ruang-publik untuk informasi lebih lanjut.