Pernyataan PKS yang menyatakan berkoalisi dengan Gerindra mengusung Deddy Mizwar, membuat Gerindra merasa ‘tidak nyaman’. Apa pasal?
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]P[/dropcap]erkembangan politik begitu dinamis, apalagi jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018 mendatang. Utak atik pasangan calon bisa berubah, seiring perkembangan hubungan satu partai politik (parpol) dengan parpol lainnya. Begitu juga dengan koalisi Gerindra dan PKS di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat (Jabar).
Saat ini, Gerindra tengah melakukan pendekatan ke Partai Demokrat (PD). Bahkan kedua ketua umumnya pun sudah saling bertemu. Kabarnya lagi, Gerindra juga perlahan-lahan mulai meninggalkan PKS. Apakah keduanya akan lepas kongsi? Menurut seorang sumber, hubungan mesra Gerindra-PKS yang sudah lama dibina sejak Pilpres 2014 terancam retak pada Pilgub Jabar 2018 ini. “Gerindra punya gandengan baru dan merasa tak nyaman dengan PKS,” katanya, di Jakarta, Senin (31/7) malam.
Sumber dari internal partai tersebut mengatakan, Gerindra merasa tak nyaman dengan PKS setelah Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan akan mengusung pasangan Deddy Mizwar-Ahmad Syaikhu di Pilgub Jabar nanti. Karena klaim tersebut secara serentak langsung ditepis oleh Gerindra Pusat maupun Daerah.
Deddy Mizwar Sambut PKS Berkoalisi dengan Gerindra di Jabar https://t.co/FOGRM217LN
— Republika.co.id (@republikaonline) 4 Juli 2017
“Kami sih berharap bersama-sama, tapi kalau PKS terlalu memaksakan skenario sendiri, ya Gerindra juga akan mempertimbangkan hal lain. Karena statement tersebut (soal duet Deddy Mizwar-Ahmad Syaiku) membuat struktur partai dan sayap partai menjadi tidak nyaman dengan PKS,” katanya. Alasan itu pula yang menurutnya, DPD Gerindra Jabar segera merapatkan komunikasi dengan DPD Partai Demokrat Jabar.
Menurutnya, gabungan kursi Gerindra dan Demokrat di DPRD Jabar sudah cukup memenuhi syarat untuk bisa mengusung calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub). “Dalam situasi ini, kami ingin bersikap tegas,” terang sumber dari internal partai Gerindra tersebut. Pernyataannya ini, diamini oleh Ketua DPD Gerindra Jabar Mulyadi yang mengatakan pernyataan Sohibul bertentangan dengan keputusan Gerindra di Pilgub Jabar.
Bagi Mulyadi, Gerindra Jabar sudah memberi rekomendasi nama untuk maju di Pilgub Jabar. Nama tersebut adalah dirinya sendiri sesuai dengan arahan Ketum Gerindra Prabowo Subianto. “Arahan Pak Prabowo, beliau meminta kader. Siapa kader yang diusung, kan kita sudah memerintahkan rapimca/rapimda di 27 kabupaten kota dan provinsi. Kader yang diusung nama saya, Mulyadi. Saya sendiri secara bulat direkomendasikan,” katanya, Senin (31/7).
Menurut Mulyadi, pernyataan Sohibul soal persetujuan Gerindra-PKS untuk mengusung Deddy Mizwar-Ahmad Syaiku di Pilgub Jabar merupakan klaim sepihak. Prabowo pun, kata Mulyadi, telah membantah klaim Sohibul. “Dalam prosesnya, ada klaim sepihak dari PKS yang ingin menenangkan kader dan strukturnya, tapi membuat gejolak di Gerindra Jabar, saya harus mengklarifikasi bahwa itu klaim sepihak. Sudah saya konfirmasi ke Pak Prabowo, itu tidak betul,” tambahnya lagi.
Di sisi lain, Wasekjen PKS Mardani Ali Sera mengatakan dalam politik segala kemungkinan dapat terjadi. “Yang pertama tentu dinamika di PKS dan di Gerindra. Tapi kerangka besarnya insya Allah Gerindra dan PKS akan bersama-sama karena Pak Shohibul Iman tentu menyatakan itu ada dasarnya. Kan angkanya 95 persen, bukan 100 persen dan dalam politik 5 persen itu bisa menentukan,” tangkisnya, Sabtu (29/7).
PKS: Komunikasi dengan Gerindra Terus Kami Bangun di Pilgub Jabar https://t.co/I5vMq5ZNTt pic.twitter.com/uaPLozOZfb
— detikcom (@detikcom) 29 Juli 2017
Mardani memastikan PKS akan terus menjalin komunikasi dengan Gerindra. Dirinya optimis PKS dan Gerindra dapat berkoalisi bersama di Pilgub Jabar 2018. “Jadi komunikasi terus dibangun bersama-sama. Insya Allah Gerindra-PKS akan terus berkonsolidasi bersama,” ujarnya, sambil menambahkan konsolidasi akan terus dibangun mulai dari level pusat hingga daerah.
Ditanya mengenai kemungkinan perubahan nama calon yang diusung, Mardani mengatakan hal tersebut adalah kewenangan antara Shohibul Iman dan Ketum Gerindra Prabowo. “Kalau (perubahan nama) itu tentu yang bisa memutuskan Pak Shohibul Iman dengan Pak Prabowo. Kalau kita siapapun yang diputuskan yang terbaik. Tentu dari kita yang terbaik dari Gerindra dan yang terbaik dari PKS bergabung bersama untuk Jawa Barat. Jawa Barat ini bukan Jawa Barat saja tapi kita berpikir strategis untuk 2019 juga.”
Sementara itu mengenai pendekatan Gerindra ke Demokrat, menurut Ketua DPD Partai Demokrat Jabar belum ada deal mengenai calon yang akan diusung. “Belum ada deal. Masih intensifkan komunikasi politik,” kata Ketua DPD PD Jabar Iwan Sulandjana, Sabtu (29/7). Melihat proporsi kursi di DPRD Jabar, sangat dimungkinkan PD (12 kursi) dan Gerindra (11 kursi) berkoalisi karena sudah memenuhi syarat minimal 20 kursi.
Masalahnya, jika PKS (11 kursi) ditinggalkan Gerindra, mereka harus mencari parpol lain. Padahal PKS punya misi hattrick di Pilgub Jabar. PKS sudah menang 2 kali berturut-turut pada Pilgub Jabar 2008 dan 2013. “Menyatu dengan semua kekuatan pendukung. Memberi tempat terbaik pada partai koalisi, para relawan, para ulama, dan para jawara,” ucap Mardani Ali Sera saat memaparkan strategi hattrick Pilgub Jabar, Senin (22/5). Apakah penjajakan koalisi PD dengan Gerindra dapat diartikan Gerindra-PKS lepas kongsi?
(Suara Pembaruan)