HomeNalar PolitikPKS Berani Lawan Prabowo?

PKS Berani Lawan Prabowo?

PKS umumkan sembilan nama capres dari kader sendiri. Lalu bagaimana nasib koalisi dengan Gerindra dan Prabowo?


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]KS mengambil ancang-ancang. Pemilu masih satu tahun lagi, tapi partai berlogo padi dan bulan ini sudah siap di garis start. PKS melakukan langkah menarik menjelang gelaran lima tahun tersebut. Partai besutan Sohibul Iman ini berani mengumumkan nama-nama kader yang akan diusung menjadi capres.

Ada sembilan nama yang disiapkan partai ini untuk menduduki kursi RI-1. Sembilan kader ini dipilih oleh melalui musyawarah Majelis Syuro PKS beberapa waktu yang lalu. Partai berhaluan Islam ini cukup pede memiliki kader mumpuni untuk ditawarkan kepada masyarakat.

Langkah ini terbilang unik dan berani. Terlebih selama ini partai dakwah tersebut selalu mesra dengan Partai Gerindra di berbagai pemilihan. Seperti diketahui, Gerindra masih berambisi mendorong nama Ketua Umum mereka, Prabowo Subianto menjadi orang nomor satu di negeri ini.

Catatan kemesraan PKS, Gerindra, dan Prabowo bisa saja berakhir jika PKS akhirnya benar-benar mengusung salah satu dari sembilan nama tersebut. Bisakah PKS melangkah sendiri tanpa sahabat sejatinya tersebut?

Partai Menengah Abadi

Di awal kemunculannya, PKS kerap digolongkan sebagai partai kuda hitam. Meski bukan partai yang punya sejarah pemilih tradisional, kiprah partai ini tergolong diperhitungkan karena kerap meraup kursi signifikan.

Partai berhaluan Islam ini dipandang sebagai alternatif bagi rendahnya kualitas kader partai-partai lainnya. Mengusung slogan bersih, peduli, dan profesional, partai ini dipercaya sebagai partai relatif jauh dari kasus korupsi atau kasus moral lainnya.

Pada Pemilu 2009, raihan suara partai ini meroket cukup signifikan. PKS menjadi satu-satunya partai Islam yang bertengger di posisi lima besar dengan menduduki posisi keempat. Capaian ini membuat partai ini semakin diperhitungkan dalam percaturan politik nasional. Nama kader mereka kemudian mulai dibahas untuk mengisi posisi cawapres.

PKS nampak terus di atas angin. Tidak sedikit pengamat yang memperkirakan partai ini suatu saat bisa menembus posisi tiga besar. Ada potensi bahwa partai ini akan menjadi partai berhaluan Islam nomor satu di Indonesia.

Meski sempat menanjak, badai akhirnya menerpa partai besutan Sohibul Iman ini. Partai ini menggali sendiri kuburan mereka melalui sebuah skandal korupsi yang menghebohkan. Tidak tanggung-tanggung, Presiden PKS saat itu, Luthfi Hasan Ishaaq diciduk KPK karena terkait kasus korupsi kuota impor daging sapi.

Sejak saat itu, publik mulai mengalihkan pandangan dari PKS. Citra bersih yang sudah dibangun musnah di tangan pimpinan mereka sendiri. Sejak saat itu, berbagai skandal korupsi mulai terungkap di tubuh partai ini.

Kasus-kasus ini membuat suara PKS jeblok di Pemilu 2014. Memasang target tinggi yakni tiga besar, partai ini justru harus berbesar hati hanya menduduki posisi nomor tujuh persentase suara nasional.

Baca juga :  Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Rangkaian korupsi ini tampak menjadi jebakan bagi PKS. Partai yang digadang-gadang akan menjadi besar ini justru tidak berhasil melepaskan diri dari predikat partai menengah. Kondisi ini membuat mereka kerap tidak memiliki posisi tawar tinggi untuk menyodorkan nama kursi RI-1 atau RI-2.

Kans Mengusung Capres

Partai yang bermarkas di MD Building Jakarta Selatan ini tampak cukup yakin dengan langkah ini. Mereka merujuk pada perolehan kemenangan mereka selama berkiprah di berbagai Pilkada. Menurut mereka, perolehan ini bisa memberikan angka 2 digit pada Pemilu 2019 nanti.

Menurut PKS, catatan kemenangan mereka di 95 daerah berada di angka 54 persen. Mereka siap untuk menambah catatan kemenangan tersebut di Pilkada 2018. Target kemenangan 60 persen telah disiapkan agar suara 2 digit bisa diraih.

Meski memiliki catatan Pilkada yang cukup impresif, partai dakwah ini agaknya tidak boleh kelewat percaya diri. Berbagai survei menunjukkan bahwa partai ini justru harus agak berhati-hati memasuki tahun politik nanti.

PKS Berani Lawan Prabowo?

Pada berbagai survei Januari lalu, harapan partai dakwah ini untuk menggapai suara dua digit tampak sulit diwujudkan. Berdasarkan survei SMRC misalnya, mereka hanya meraup suara 3,8 persen responden sehingga terancam tidak lolos ke parlemen. Kondisi serupa terlihat pada survei versi LSI Denny JA. Pada survei tersebut, partai ini juga terancam kehilangan kursi mereka di DPR.

Langkah PKS di 2019 juga bisa jadi tambah berat setelah melepas salah satu kader mereka yaitu Fahri Hamzah. Fahri dipecat partai ini karena dianggap melanggar disiplin organisasi dan tak patuh terhadap kebijakan partai. Padahal, wakil ketua DPR ini adalah penyumbang suara signifikan bagi partai yang semula bernama Partai Keadilan ini.

Fahri merupakan pemberi suara terbesar di Pemilu 2014 dengan raihan 125.083 suara. Dicopotnya Fahri dari keanggotaan, bisa berdampak pada menurunnya suara partai ini di 2019 nanti.

PKS belakangan kerap menjadi buah bibir pemberitaan. Partai ini kerap diidentikkan dengan munculnya sentimen berbau agama yang akhir-akhir ini mewarnai dunia politik. Perbincangan mengenai partai ini menimbulkan keuntungan dan kerugian tersendiri.

Keterlibatan PKS dalam berbagai isu berbau politik identitas, bisa mengonsolidasikan suara mereka di kalangan Muslim pendukung isu tersebut. Akan tetapi, hal ini juga bisa menimbulkan rasa antipati dari golongan pemilih lain. Partai dakwah ini dapat dipandang sebagai partai intoleran sehingga tidak menarik bagi golongan pemilih yang lebih pluralis dan nasionalis.

Kondisi-kondisi ini membuat langkah PKS mengusung nama capres sendiri di 2019 tergolong berat. Partai ini bisa saja harus kembali berkoalisi dan mengalah pada partai dengan perolehan suara lebih besar. PKS sendiri selama ini kerap berkoalisi dengan Gerindra.

PKS Lepas dari Gerindra?

Langkah PKS mengumumkan 9 nama capres untuk Pilpres 2019 terbilang amat berani. Hal ini terutama jika mengingat partai ini memiliki sahabat kental dalam wujud Partai Gerindra. Partai ini tampak bergandengan erat dalam memberikan dukungan pada Prabowo sebagai capres.

Baca juga :  Goodbye, Erick Thohir?

Gerindra sendiri tampak masih mengharapkan sahabat karibnya ini tetap mau mendampingi dan mendukung Prabowo. Partai berlogo Garuda ini terlihat sudah sehati dengan PKS sehingga tidak ingin bersusah payah mencari kawan koalisi baru.

Pengumuman PKS tentang sembilan capres ini bisa membuyarkan impian Gerindra untuk kembali bergandeng tangan dengan PKS. PKS bisa saja sedang mengirim pesan bahwa mereka tidak lagi ingin didikte oleh sahabatnya tersebut.

PKS Berani Lawan Prabowo?

Selama ini, PKS tampak hanya mengikuti keinginan Gerindra dan Prabowo saja. Pada pemilu 2014, nama kader partai nomor tujuh di Pemilu 2014 ini tidak dipilih untuk mendampingi Prabowo. Kondisi serupa terjadi pada berbagai gelaran Pilkada.

Pada Pilgub Jabar 2018 misalnya, PKS harus mengalah dari Gerindra dan hanya memperoleh kursi cawagub. Padahal, raihan kursi partai ini lebih tinggi ketimbang Gerindra. Di Pilgub Jakarta 2017, nasib mereka lebih tragis lagi. Nama kader mereka Mardani Ali Sera, tidak dipilih dan kalah mentereng dari kader Gerindra Sandiaga Uno.

Bisa jadi pengumuman nama sembilan capres ini, hanya untuk menaikkan posisi tawar. Strategi ini kemungkinan berlaku bagi partai manapun yang ingin meminta dukungan suara dari partai yang identik dengan seragam putih tersebut.

Dalam filsafat etika, strategi semacam ini memang lumrah dalam melakukan negosiasi. Menurut Thomas L. Carson dalam Lying and Deception: Theory and Practice misalnya, siapapun berhak untuk menaikkan posisi tawarnya kepada lawan negosiasi mereka.

Di atas kertas, cukup berat bagi partai berlogo bulan dan padi emas ini dapat mengusung capres dari kader sendiri. Pasca babak belur akibat skandal korupsi, PKS nampak kesulitan lepas dari jebakan sebagai partai menengah. Tidak hanya itu, berbagai hasil survei juga terlihat tidak menguntungkan bagi partai ini. Oleh karena itu, opsi berkoalisi dengan Gerindra masih menjadi pilihan paling rasional bagi partai ini.

Sejauh ini Gerindra masih memegang nama Prabowo sebagai capres mereka. PKS sendiri sepertinya tidak masalah jika harus mengusung nama eks Danjen Kopassus ini di 2019.

Meski begitu, PKS sepertinya tidak ingin hanya menjadi penggembira di tim Prabowo nantinya. Mereka ingin memegang peran lebih elit dalam Pilpres nanti. Bisa saja partai ini mengincar posisi RI-2 jika Prabowo kembali melaju di Pilpres mendatang.

Pengumuman sembilan nama dapat dimaknai sebagai langkah untuk menaikkan posisi tawar mereka. Sudah terlalu lama partai kalangan Muslim perkotaan ini berada di bawah bayang-bayang Gerindra dan Prabowo. Kini, mereka ingin porsi lebih besar. Gerindra dan Prabowo bisa saja harus memilih satu dari sembilan nama tersebut agar tidak kehilangan sahabat mereka di 2019 nanti. (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...