Walau sudah ada kesepakatan kalau kursi pimpinan DPR hanya diperuntukkan bagi PDIP, namun PKB tetap ngotot ingin mendapatkan kursi pimpinan juga. Mengapa?
PinterPolitik.com
“Untuk berkuasa hanya diperlukan tindakan, sedang untuk menjadi baik diperlukan kebiasaan — proses yang tak putus-putusnya.” ~ Goenawan Mohamad.
[dropcap size=big]P[/dropcap]erebutan kursi pimpinan sepertinya tengah marak di dalam gedung legislatif. Setelah peristiwa rebutan jabatan yang sangat memalukan di Dewan Pimpinan Daerah (DPD), sepertinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga mencari celah untuk mendapatkan jatah di kursi kepemimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kami masih ingin duduk di kursi itu. Jadi seharusnya penambahan kursi bukan cuma untuk PDIP saja. Kami juga mau dong,” kata seorang sumber di gedung parlemen, Selasa (4/4) malam. Padahal, sejumlah fraksi di DPR sebelumnya sudah ‘memutuskan’ kalau kursi pimpinan akan diperuntukkan bagi PDI Perjuangan. Jadi mengapa PKB tetap ngotot?
Sumber tersebut mengatakan, mereka bersikeras karena revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) saat ini masih bergulir. Sehingga masih bisa disisipkan mengenai penambahan tersebut. “Walau Badan Musyawarah DPR sudah membuat keputusan, tapi belum bulat. Masih ada sidang paripurna,” lanjutnya, jadi PKB akan tetap mengajukan usulan penambahan satu kursi dan akan berjuang untuk mendapatkan kursi tersebut sebagai representasi dari partainya di kursi pimpinan.
Untuk memuluskan rencana tersebut, PKB telah mengkomunikasikan niatnya dengan parpol lain. Ia bersyukur karena respon yang didapatkan cenderung positif, “Toh, sebetulnya tidak ada pengaruhnya, tujuh kursi (pimpinan) atau tidak. Tapi pengaruh politiknya ada, karena representasi politiknya jadi ada semuanya,” tambahnya.
Menurutnya, dari 49 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2017-2019, hanya empat saja yang dikebut DPR untuk diselesaikan. RUU yang paling diutamakan pun adalah RUU mengenai perubahan kedua atas UU No. 17/2014 tentang MD3. Sedangkan tiga RUU lainnya, yaitu kitab UU Hukum Pidana, RUU tentang Perubahan atas UU No. 15/2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta RUU tentang Larangan Minuman Berakohol. “DPR telah menerima Surpres (Surat Presiden) terkait RUU MD3 tersebut,” pungkas si sumber.
Dari sikap partai yang katanya agamis ini, terlihat jelas bahwa anggota legislatif memang lebih memikirkan kepentingannya saja. Penambahan kursi kepemimpinan tentu juga akan sangat berkaitan dengan anggaran yang harus dikeluarkan negara. Hanya karena ingin “ikutan” berkuasa, mereka seolah menyepelekan jumlah kursi yang ada. Seakan-akan kursi itu hanya prestise semata tanpa tugas dan tanggung jawab yang ada didalamnya. Sungguh ironis. (Suara Pembaruan)