HomeNalar PolitikPilpres 2024: Pertarungan Jokowi Melawan Megawati

Pilpres 2024: Pertarungan Jokowi Melawan Megawati

Gibran Rakabuming Raka resmi ditunjuk sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto. Keputusan itu juga menjadi tanda pertarungan Jokowi dengan Megawati di Pilpres 2024.


PinterPolitik.com

Riak retak hubungan Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri sudah tercium lama. Namun, mungkin banyak yang tidak menyangka hubungan keduanya akan berujung menjadi pertarungan.

Dipilihnya putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto adalah sinyal yang nyata. Secara tidak langsung Jokowi mengumumkan dirinya akan melawan Megawati di Pilpres 2024.

Banyak yang terkejut atas keputusan Jokowi. Bagaimana mungkin ia melawan Megawati, sosok yang membawanya menjadi presiden sebanyak dua kali.

Kasus Gibran adalah Akumulasi

Berbagai riak hubungan Jokowi dengan Megawati, hingga akhirnya terakumulasi di kasus Gibran, sebenarnya sudah lama tercium, dan seharusnya sudah dapat diprediksi. Ini setidaknya dimulai dari Pilpres 2014.

Indonesianis Jeffrey Winters menjelaskan banyak orang di sekitar Megawati justru memandang Jokowi sebagai “pengganggu”.

Terdapat rasa ”cemburu” dari mereka yang telah bekerja keras selama bertahun-tahun untuk mencapai posisi penting dalam partai ataupun mendapatkan kepercayaan dari Megawati, namun justru disusul oleh Jokowi, sosok yang bahkan tidak jelas jabatan strukturalnya di internal PDIP.

Leo Suryadinata dalam tulisannya Golkar’s Leadership and the Indonesian President, menyebutkan pada Pilpres 2014, berbagai petinggi PDIP sebenarnya tidak begitu menyukai Jokowi. Namun, karena elektabilitasnya tinggi, Megawati terpaksa memilihnya sebagai calon presiden.

Hubungan Jokowi dengan PDIP yang tidak harmonis sejak awal, adalah preseden atas berbagai konflik yang semakin terlihat jelas baru-baru ini.

Seharusnya Bisa Diprediksi

Bertolak pada riak dan retak hubungan yang sudah tercium sejak Pilpres 2014, apa yang terjadi saat ini seharusnya bisa diprediksi oleh Megawati.

Baca juga :  PDIP and the Chocolate Party

Ini yang disebut sebagai strategic surprise, yakni fenomena yang dapat diprediksi, namun tetap terjadi karena kurangnya persiapan atau tindakan preventif.

Contoh strategic surprise adalah serangan Jepang ke Pearl Harbor pada 7 Desember 1941. Yang menarik, saat itu Amerika Serikat (AS) sudah mendapatkan informasi intelijen bahwa Jepang akan menyerang. Paman Sam juga telah menempatkan berbagai alutsista di Pearl Harbor untuk menghadapi serangan.

Namun, karena terlalu percaya diri dengan penempatan berbagai pesawat dan kapal perangnya, AS menganggap enteng potensi ancaman. Akibatnya, Pearl Harbor benar-benar dibombardir oleh pesawat dan kapal perang Jepang.

Siapa yang Menang?

Megawati mungkin seperti AS pada tahun 1941. Karena merasa begitu besar dan berpengaruh, Megawati merasa tidak mungkin Jokowi akan berbalik melawannya.

Namun, kita harus ingat. Meskipun Pearl Harbor berhasil dibombardir, pada akhirnya AS berhasil menaklukkan Jepang dengan serangan bom atomnya. Kisahnya dapat kita tonton di film Oppenheimer yang tayang pada bulan Juli kemarin.

Sekarang pertanyaannya, apakah Megawati akan memukul balik dengan telak? Atau justru, kisah AS tidak berhasil diulang oleh Megawati? Kita lihat saja bagaimana kelanjutannya. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...