HomeHeadlinePilpres 2024: Ahmad Dhani vs Once Mekel

Pilpres 2024: Ahmad Dhani vs Once Mekel

Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, figur publik seperti musisi tampaknya memiliki andil besar – khususnya dalam kampanye. Bagaimana musisi seperti Ahmad Dhani dan Once Mekel bisa memiliki pengaruh dalam dunia politik?


PinterPolitik.com

“Bebas bicara tentang makna keadilan, pembagian kekuasaan, kemunduran, partai-partai, monopoli, kartel, terus dan sebagainya” – Dewa 19, “Aspirasi Putih” (1997)

Mungkin, bila bicara mengenai musik yang menjadi definisi dari generasi sekarang, salah satu nama musisi bisa saja muncul paling pertama di pikiran. Boleh jadi, sosok musisi itu adalah Taylor Swift, seorang penyanyi asal Pennsylvania, Amerika Serikat (AS).

Taylor kini bisa disebut sebagai salah satu musisi terbesar di masa kini. Pada tahun 2023, misalnya, Taylor menjadi penyanyi dengan streams terbanyak di aplikasi layanan streaming musik asal Swedia, Spotify.

Taylor juga menjadi satu-satunya musisi perempuan yang paling banyak didengarkan di Spotify. Jelas, penyanyi beraliran pop dan country ini memiliki pendengar yang setia.

Belum lagi, meme-meme berkaitan dengan Taylor yang tersebar di berbagai platform media sosial (medsos). “Dear Mbak Taylor, …” tulis banyak pengguna medsos di Indonesia.

Namun, dengan pengaruhnya yang begitu besar, pelantun “All Too Well” (2012) itu juga menjadi kekuatan tersendiri dalam dunia politik. Lagunya yang berjudul “Only The Young”, misalnya, memberi pesan bahwa hanya anak-anak mudalah yang mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingan politik yang krusial.

Mungkin, inilah mengapa akhirnya Taylor memutuskan untuk memberikan dukungannya dalam dinamika perpolitikan – khususnya dalam pemilihan umum (pemilu) di AS.

Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2020, misalnya, Taylor mengekspresikan dukungannya untuk calon presiden (capres) dari Partai Demokrat kala itu, Joe Biden. Para Swiftie – sebutan untuk penggemar Taylor – bisa saja mengikuti jejak idolanya untuk memilih Biden.

Besarnya pengaruh musisi dalam politik ini bisa juga berlaku di Indonesia yang akan melaksanakan pemilu pada 14 Februari 2024 nanti. Sejumlah musisi bahkan tidak segan-segan terlibat dalam kampanye politik dari kandidat tertentu.

Pentolan band Dewa 19, Ahmad Dhani, misalnya, secara terang-terangan mendukung pasangan calon (paslon) nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sementara, penyanyi jebolan Dewa 19, Once Mekel, menyuarakan dukungan politiknya untuk paslon nomor urut tiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. 

Dewa 19 memang memiliki jumlah penggemar yang banyak dan luas di seluruh Indonesia. Para politisi-pun tidak berpikir dua kali untuk datang menonton konser mereka, termasuk para capres seperti Prabowo dan Anies Baswedan.

Baca juga :  Prabowo, the Game-master President?

Namun, mengapa peran mereka bisa jadi penting dalam Pemilu 2024? Bagaimana cara kerja musik dalam memengaruh kecenderungan pemilih?

Baladewa Ikut Mana?

Musik adalah identitas. Musik adalah sebuah bentuk ekspresi. Musik juga merupakan indikator mengenai karakteristik yang dimiliki oleh seseorang.

Setidaknuya, makna-makna musik yang seperti itulah yang dijelaskan oleh Simon Frith dalam tulisannya yang berjudul Music and Identity. Musik juga mempengaruhi identitas seseorang, khususnya terkait esensi kultural dari sebuah kelompok.

Dalam tulisan PinterPolitik.com yang berjudul “Tarung Efek Rhoma vs Slank”, dijelaskan juga bahwa musik merupakan medium bagi individu atau kelompok untuk memosisikan diri mereka dalam dunia – seperti cara pandang soal dunia, perasaan, hingga kebenaran.

Maka dari itu, menjadi mudah bagi aktor politik untuk menggunakan musik sebagai upaya untuk menyamakan nilai – katakanlah dalam hal cara pandang, perasaan, dan kebenaran yang diyakini. Salah satu caranya adalah melalui pelibatan musik dalam kampanye.

Ini terlihat dari bagaimana Dewa 19 mengutarakan dukungan mereka bagi paslon nomor urut dua, Prabowo dan Gibran. “Jawa Timur akan kita sisir habis kota-kotanya. Semua bersama Dewa 19 untuk Prabowo dan Gibran 2024,” ujar Dhani pada 13 November 2023 lalu.

Belum lagi, Dewa 19 memiliki jumlah penggemar yang besar. Para Baladewa – sebutan untuk pengemar Dewa 19 – yang memosisikan diri mereka sama dengan Dhani bisa saja memiliki kesamaan dalam beberapa hal yang disebutkan tadi, mulai dari cara pandang hingga kebenaran yang diyakini.

Meski begitu, Dewa 19 bukanlah hanya Dhani. Ada juga sejumlah jebolan Dewa yang masih berpengaruh hingga kini.

Once Mekel, misalnya, merupakan salah satu penyanyi kondang yang memiliki suara khas. Bukan tidak mungkin, Once juga memiliki penggemar yang loyal kepadanya.

Irisan identitas “Dewa” ini bisa saja dimanfaatkan oleh Once untuk menarik ketertarikan para penggemarnya ke arah politik – misal untuk mendukung Ganjar dan Mahfud. “Saya percaya mas Ganjar Pranowo adalah figur paling tepat,” jelas Once pada 23 Agustus 2023 silam.

Lantas, seberapa besarkah andil masing-masing musisi ini dalam Pilpres 2024? Siapakah yang lebih unggul di antara dua musisi yang sempat bertengkar terkait royalti ini?

Ahmad Dhani vs Once Mekel?

Musik memang berkaitan erat dengan identitas. Namun, dalam politik, dinamika persaingan tidak hanya ditentukan oleh identitas musik – baik bagi aktor politik, pemusik, maupun pendengar.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Mengacu pada sosiolog asal Prancis, Pierre Bourdieu, setiap individu tentu memiliki modal mereka masing-masing. Bukan tidak mungkin, modal inilah yang akhirnya turut berpengaruh dalam kontestasi politik.

Terdapat sebuah konsep yang Bourdieu jelaskan mengenai modal-modal non-finansial. Modal-modal ini disebutnya sebagai social capital (modal sosial).

Bila modal pada umumnya berbicara mengenai uang dan faktor produksi, social capital lebih menekankan pada modal yang berkaitan erat dengan relasi dan jaringan sosial.

Social capital-pun berlaku di dunia musik. Taylor, misalnya, memiliki modal sosial yang begitu luas – mulai dari relasinya dengan musisi-musisi ternama lainnya hingga orang-orang label atau produser musik yang bekerja dengan Taylor.

Mengacu ke tulisan Tugba Aydin Ozturk yang berjudul Social Capital, Relations and Music World: Networks in New Media, relasi dalam social capital-pun juga meliputi audiens – yang mana Taylor sudah tidak diragukan lagi dalam hal ini.

Lantas, bagaimana dengan Dhani dan Once? Mengapa social capital mereka penting dalam Pilpres 2024?

Dhani dan Once bisa dibilang merupakan dua nama besar di dunia permusikan Indonesia. Masing-masing telah menorehkan masterpiece mereka sendiri-sendiri.

Namun, tidak dipungkiri, Dhani yang masih berada di Dewa 19 dan Republik Cinta Management memiliki social capital yang besar dalam industri musik. Misal, untuk memberikan dukungan politik, Dhani bisa saja langsung menggunakan social capital-nya di manajamen musiknya sendiri.

Inilah mengapa Dhani bisa saja berani mengatakan bahwa Dewa 19 siap untuk memenangkan Prabowo-Gibran – seperti yang telah ditulis di atas. Bahkan, band kondang ini juga hadir di Bali saat banyak spanduk menolak kehadiran Gibran.

Sementara, Once yang kini tidak lagi terlalu aktif di dunia musik tidak memiliki social capital sebesar Dhani – meskipun tetap memilih basis penggemar yang luas. Once tidak memiliki band atau label ternama seperti Dewa 19 dan Republik Cinta Management.

Namun, bukan berarti Once hanya bisa diam saja dalam memberikan dukungan melalui dunia musik. Sejauh ini, Once aktif mendukung Ganjar melalui inisiatif Extravaganjar (XVG) bersama musisi-musisi lainnya.

Terlepas dari siapa yang lebih unggul, semuapun kembali lagi pada pilihan masing-masing. Layaknya selera dalam musik yang berbeda-beda, pilihan musisi yang disukaipun juga berbeda-beda – apalagi pilihan soal capres dan calon wakil presiden (cawapres). (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Menguji “Otot Politik” Andika Perkasa

Pilgub Jawa Tengah 2024 kiranya bukan bagaimana kelihaian politik Andika Perkasa bekerja di debutnya di kontestasi elektoral, melainkan mengenai sebuah hal yang juga lebih besar dari sekadar pembuktian PDIP untuk mempertahankan kehormatan mereka di kandang sendiri.

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Hype Besar Kabinet Prabowo

Masyarakat menaruh harapan besar pada kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rahasia Kesaktian Cak Imin-Zulhas?

Dengarkan artikel ini: Audio ini dibuat menggunakan AI. Di tengah kompetisi untuk tetap eksis di blantika politik Indonesia, Zulkifli Hasan dan Muhaimin Iskandar tampak begitu kuat...

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?

Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Sejumlah pihak berpandangan bahwa Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto akan lebih proteksionis. Seberapa besar kemungkinannya kecurigaan itu terjadi? 

More Stories

Menyoal Kabinet Panoptikon ala Prabowo

Pemerintahan Prabowo disebut memiliki kabinet yang terlalu besar. Namun, Prabowo bisa jadi memiliki kunci kendali yakni konsep "panoptikon".

Ridwan Kamil dan “Alibaba Way”

Ridwan Kamil usulkan agar setiap mal di Jakarta diwajibkan menampilkan 30 persen produk lokal. Mungkinkah ini gagasan Alibaba Way?

Prabowo, the Game-master President?

Di awal kepresidenannya, Prabowo aktif menggembleng Kabinet Merah Putih. Apakah Prabowo kini berperan sebagai the game-master president?