Dengan status sebagai pulau terpadat, Pulau Jawa adalah kunci kemenangan di setiap gelaran pilpres. Namun, khusus di Pilpres 2024, Provinsi Jawa Timur tampaknya akan menjadi arena pertarungan yang begitu panas.
PinterPolitik.com
Tentu saja, Pilpres 2024 akan kembali menjadi pertarungan Pulau Jawa. Ini bukan soal sentimen atau apa, melainkan kalkulasi matematis. Setelah demokrasi menerapkan sistem one person one vote, demokrasi berubah menjadi perkara ukuran. Kemenangan di pemilu ditentukan berdasarkan angka yang terukur.
Hingga nanti pulau terpadat bukan lagi Pulau Jawa, kunci kemenangan di pemilihan presiden akan tetap di Pulau Jawa. Itu fakta, terlepas dari suka atau tidak.
KPU telah menetapkan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pemilu 2024. Lima dari enam provinsi yang memiliki jumlah pemilih terbanyak terdapat di Pulau Jawa. Keenam provinsi itu adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, dan DKI Jakarta.
Adapun jumlah DPT masing-masing 35.714.901 pemilih di Jawa Barat, 31.402.838 di Jawa Timur, 28.289.413 di Jawa Tengah, 10.853.940 di Sumatera Utara, 8.842.646 di Banten, dan 8.252.897 pemilih di DKI Jakarta.
Dari angka-angka itu, terlihat jelas provinsi dengan jumlah pemilih yang paling banyak adalah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Perbedaan jumlahnya dari provinsi nomor empat bahkan hampir menyentuh 18 juta pemilih. Jarak yang begitu lebar.
Namun, khusus bicara soal Pilpres 2024, pertarungan paling sengit akan terjadi di Jawa Timur. Tentu pertanyaannya, kenapa Jawa Timur? Bukankah provinsi dengan jumlah pemilih terbanyak adalah Jawa Barat?
Kenapa Jawa Timur?
Kesimpulan bahwa Jawa Timur akan menjadi pertarungan terpanas di Pilpres 2024 bertolak pada satu hipotesis kunci, yakni swing voters terbanyak berada di Jawa Timur.
Terkait Jawa Tengah, sebagaimana diketahui, provinsi itu telah lama menjadi kandang PDIP. Bahkan sebelum adanya Jokowi Effect, PDIP sudah konsisten menjadi pemenang di Jawa Tengah.
Pada Pileg 2004 PDIP berhasil mendapatkan 4,9 juta dari 22,8 juta suara, Pileg 2009 mendapatkan 5 juta dari 26,1 juta suara, Pileg 2014 mendapatkan 4,2 juta dari 27,6 juta suara, dan Pileg 2019 mendapatkan 5,7 juta dari 27,8 juta suara di Jawa Tengah.
Perolehan konsisten itu membuat Jawa Tengah disebut sebagai kandang banteng alias kandangnya PDIP.
Singkat kata, dengan pengalaman yang panjang menguasai Jawa Tengah, PDIP mestilah sudah menyiapkan berbagai daya upaya dan infrastruktur pemenangan. Jawa Tengah adalah harga diri PDIP yang harus dipertahankan status kandang bantengnya.
Mengutip nasihat Sun Tzu di buku The Art of War, jika musuh sudah bersiap di pegunungan, kita jangan ikut naik ke pegunungan. Nasihat itu bukan bermakna menyerah untuk bertarung, melainkan nasihat untuk berhitung secara bijak.
Apabila musuh sudah bersiap di pegunungan, itu berarti musuh sudah siap menyambut dengan anak panah, bola api, jebakan, dan berbagai serangan mematikan lainnya.
Oleh karenanya, daripada bertaruh dengan risiko tinggi untuk ditaklukkan, Sun Tzu menyarankan untuk bertarung di daerah yang bukan menjadi daerah kekuasaan musuh.
Konteksnya mirip dengan PDIP dan Jawa Tengah. Tentu tetap harus bertarung di Jawa Tengah. Namun, karena PDIP sudah bersiap di Jawa Tengah, untuk apa mengeluarkan logistik besar di provinsi yang tingkat kesiapan musuh lebih besar dari kita.
***
Kemudian terkait Jawa Barat, kekuatan berbagai partai politik terbilang cukup setara. Yang terpenting, tidak terdapat sosok prominen atau yang begitu dominan di Jawa Barat. Ini yang mungkin membuat Jawa Barat akan menjadi pertarungan yang business as usual.
Tarung Panas di Jawa Timur
Sekarang kita akan membahas Jawa Timur, provinsi yang menjadi tempat pertarungan terpanas. Seperti disebutkan sebelumnya, Jawa Timur adalah provinsi dengan jumlah swing voters terbanyak. Alasannya, karena ketiga koalisi yang bertarung di Pilpres 2024 sama-sama memiliki daya tarik yang kuat di Jawa Timur.
Dalam laporan Tempo yang bertajuk Siaga Medan Laga di Timur Jawa pada 6 September 2023, Jawa Timur disebut menjadi arena pertarungan tiga poros koalisi karena merupakan basis suara utama nahdliyin atau warga Nahdlatul Ulama (NU).
Mengutip NU Online, jumlah warga NU Jawa Timur mencapai 24.487.914 jiwa, sekitar 60 persen dari penduduk Jawa Timur.
Bukti kuat atas itu terlihat dari koalisi PDIP dan Koalisi Perubahan yang sama-sama memilih cawapres yang dekat dengan NU. PDIP memilih Mahfud MD dan Koalisi Perubahan memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Di Pileg 2019, pemenang di Jawa Timur adalah PDIP dengan raihan 4.319.666 suara. Di tempat kedua ada PKB dengan raihan sebesar 4.198.551 suara.
Koalisi Indonesia Maju (KIM) tidak ketinggalan. Di KIM ada duo Gubernur Jawa Timur, yakni Khofifah Indar Parawansa dan Soekarwo (Pakde Karwo). Khofifah, tentu saja adalah sosok yang begitu dekat dengan NU. Menurut Ketua DPW PAN Jawa Timur Ahmad Rizki Sadig, Khofifah sukses memimpin Muslimat NU, organisasi perempuan terbesar di Indonesia.
Dengan ketiga poros koalisi sama-sama memiliki daya tarik kuat di Jawa Timur, secara deduktif dapat dikatakan bahwa swing voters akan begitu besar di Jawa Timur. Provinsi ini akan sulit ditebak, begitu panas, dan begitu menarik.
Oh iya, satu hal lagi. Bukti lain betapa seksinya Jawa Timur adalah rilis survei berkala yang menunjukkan elektabilitas paslon di Jawa Timur. Tentu sulit membayangkan bahwa berbagai rilis survei itu keluar tanpa adanya permintaan yang besar. (R53)