Ada yang menarik dalam Pilkada serentak tahun depan yaitu soal keterlibatan para jenderal. Apakah ini bakal menjadi panggung pembuktian mereka?
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]anggung pilkada serentak 2018 tak hanya menarik perhatian warga dari kalangan sipil. Tapi juga cukup membangkitkan animo para Jenderal, baik dari instansi kepolisian maupun dari TNI. Beberapa jenderal yang masih aktif menjabat digadang-gadang untuk maju dalam pesta politik lima tahunan tersebut. Sebagian dari mereka bahkan telah menyatakan siap mundur dari institusi TNI-Polri demi meraih kursi kepala daerah.
Beberapa nama di antaranya, yaitu Komandan Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail yang disebut akan maju di Pilkada Maluku. Kemudian Wakil Kepala Lemdiklat Polri Irjen Anton Charliyan yang digadang-gadang maju di Pilkada Jabar.
Lalu ada Kapolda Sumut Irjen Paulus Waterpauw yang akan maju di Pilkada Papua dan Kapolda Kaltim, Irjen Safaruddin yang kabarnya turut meramaikan bursa cagub Pilkada Kaltim. Sementara itu, dari kalangan TNI, ada nama Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad), Letnan Jenderal Edy Rahmayadi yang akan maju di Pilkada Sumatera Utara.
Manuver 4 Jenderal di Panggung Pilkada 2018 https://t.co/GDwxmaZGPO pic.twitter.com/J8ITUmqNfm
— Ayo Media Minahasa (@AyoMinahasa) October 20, 2017
Sebenarnya soal keterlibatan para Jenderal dalam Pilkada itu udah bukan hal baru dalam dunia politik tanah air. Popularitas serta pengalaman dari para jenderal tersebut dapat menjadi ‘nilai jual’ yang mumpuni untuk mendulang suara di pemilu. Maka, jangan heran kalau Partai-partai politik kelihatannya berlomba-lomba untuk mengusung mereka.
Selain itu, dengan majunya para jenderal dalam gelaran Pilkada tahun depan, memperlihatkan bahwa masih ada ruang bagi mereka untuk berpolitik dan memperbaiki keadaan bangsa.
Akan tetapi, majunya para jenderal dalam kontestasi pemilihan kepala daerah ini, turut dikhawatirkan bisa menumbuhkan benih-benih kepemimpinan militeristik dan diktator sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Orde Baru.
Tak hanya itu, terjunnya para jendral tersebut bisa aja menjadi alat atau kaki tangannya pemilik modal atau elit politik yang sedang berkuasa maupun yang oposisi untuk kepentingan pragmatis dari 2019 sampai 2024. Semoga aja, nggak seperti itu ya? (K-32)