“Penelitian memperlihatkan bahwa keberadaan perempuan di politik, meningkatkan standar etik dan menurunkan tingkat korupsi.” ~ Hillary Clinton
PinterPolitik.com
[dropcap size=big]T[/dropcap]ertangkapnya Walikota Tegal, Siti Masitha yang tertangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menambah panjang daftar politikus perempuan yang melakukan korupsi. Kenyataan ini juga menjadi kontra produktif, mengingat sebagian politikus perempuan lain sedang sibuk memperjuangkan tercapainya 30 persen keterwakilan perempuan di legislatif. Sebut saja Nurul Arifin, legislatif perempuan dari Partai Golkar ini bahkan sempat menyatakan kalau kurangnya partisipasi perempuan dalam politik karena kurang menguasai the art of politics.
Seperti juga Hillary Clinton yang menyakini bahwa perempuan mampu meningkatkan standar etik berpolitik dan mengurangi korupsi, Sri Mulyani pun memiliki pendapat yang sama. Menurutnya, berdasarkan penelitian Bank Dunia dan Transparency International, potensi perempuan menyuap lebih rendah dibanding laki-laki. Sehingga, bila dalam pemerintahan, parlemen, dan partai politik ada lebih banyak perempuan, seharusnya tingkat korupsinya pun lebih rendah.
Menurut Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, jumlah perempuan yang melakukan korupsi masih terbilang sedikit dibandingkan laki-laki. Potensi korupsi, lanjutnya, dapat terjadi pada siapa saja yang memiliki wewenang dan kekuasaan, apalagi disertai minimnya pantauan dan transparansi. Anggota parlemen dan pemimpin daerah – baik perempuan maupun laki-laki yang melakukan korupsi, umumnya dipicu besarnya biaya saat pemilihan umum, sehingga orientasi saat menjabat berubah menjadi kesempatan balik modal.
Apapun alasannya, tindakan korupsi tetaplah tidak dibenarkan karena menyebabkan kerugian bagi negara dan masyarakat yang dirampas hak-haknya. Bahkan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku geram dengan para oknum yang memperkaya diri melalui korupsi uang negara tersebut. Ia pun menyamakan oknum-oknum tersebut seperti drakula yang menghisap ‘darah’ negara, tindakan yang baginya begitu menjijikkan dan membahayakan.
Sungguh disayangkan memang, bila ada perempuan yang ikut menjelma layaknya drakula yang menghisap darah rakyat. Sebab perempuan seharusnya memiliki sifat welas asih dan empati yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perempuan pula yang diharapkan mampu menumbuhkan sifat anti korupsi dalam keluarga, karena bagaimana pun peran pendidikan anak-anak dalam keluarga porsinya lebih didominasi oleh perempuan. Sehingga tak heran, bila KPK mengkampanyekan gerakan anti korupsi melalui kesadaran Perempuan Anti-Korupsi.
Berikut ini 18 nama politikus perempuan Indonesia yang melakukan korupsi berdasarkan jumlah besaran korupsinya.
18. Atty Suharti
Jabatan : Walikota Cimahi, Jawa Barat periode 2012-2017 (Partai Golkar)
Kasus : Menerima suap Rp 500 juta berkaitan proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi tahap II senilai Rp 57 miliar.
Status : Ditahan 4 tahun penjara
17. Engelina Pattiasina
Jabatan : Anggota DPR RI Komisi IX periode 1999-2004 dari Fraksi PDI Perjuangan
Kasus : Menerima suap cek pelawat senilai Rp. 500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004.
Status : Bebas setelah ditahan selama 1 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
16. Ni Luh Mariani Tirta Sari
Jabatan : Anggota DPR RI Komisi IX periode 1999-2004 dari Fraksi PDI Perjuangan
Kasus : Menerima suap cek pelawat senilai Rp. 500 juta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004.
Status : Bebas setelah ditahan selama 1 tahun 5 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan.
15. Dewie Yasin Limpo
Jabatan : Anggota Komisi VII Partai Hanura
Kasus : Menerima suap sebesar 177.700 dollar Singapura atau Rp 1,7 miliar dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mikor Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai, Papua.
Status : Ditahan 8 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan
14. Lucianty Pahri
Jabatan : Anggota DPRD Sumsel 2014, Fraksi PAN
Kasus : Menerima suap pengesahan R-APBD Kabupaten Muba 2015 dan LKPJ kepala daerah 2014 sebesar Rp 2,56 miliar, bersama suaminya Bupati Muba non aktif Pahri Azhari.
Status : Bebas bersyarat setelah dituntut penjara 1 tahun 5 bulan dan denda Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara.
13. Chairun Nisa
Jabatan : Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Golkar dan pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kasus : Menerima suap sebesar Rp 3,75 miliar dari calon bupati petahana Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.
Status : Ditahan 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan.
Koruptor adlh drakula negara, darah negara dihisap oleh koruptor scr sangat mengerikan. Negara bs mati kehabisan darah. Ayo, babat koruptor.
— Mahfud MD (@mohmahfudmd) August 15, 2017
12. Vonnie Anneke Panambunan
Jabatan : Bupati Minahasa Utara periode 2016-2021 (Partai Gerindra)
Kasus : Penyelewengan dana proyek studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu, Kalimantan Selatan, melalui PT Mahakam Diastar Internasional (MDI) yang meraih keuntungan sebesar Rp 4,047 miliar dan menyebabkan kerugian negara.
Status: Ditahan 1 tahun 5 bulan dan membayar denda sebesar Rp 100 juta dan uang pengganti Rp 4,006 miliar.
11. Siti Masitha Soeparno
Jabatan : Walikota Tegal, Jawa Tengah periode 2014-2019 (Partai Golkar)
Kasus : Menerima suap sebesar Rp 5,1 miliar terkair pengelolaan dana jasa kesehatan di RSUD Kardinah dan pengadaan barang jasa di lingkungan Pemerintah Kota Tegal tahun 2017.
Status : Tersangka dan ditahan di rumah tahanan KPK, Jakarta.
10. Damayanti Wisnu Putranti
Jabatan : Anggota Komisi V DPR Partai PDI Perjuangan
Kasus : Menerima suap sebesar Rp 8,1 miliar dari rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu, Maluku.
Status : Ditahan 4,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, subsider 3 bulan kurungan
9. Artalyta Suryani
Jabatan : Pengusaha dan pemilik usaha Prima Properti Tbk
Kasus : Menyuap Ketua Tim Jaksa Penyidik terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) sebesar 660 ribu dollar AS atau sekitar Rp 8,6 miliar.
Status : Ditahan 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan.
8. Sri Hartini
Jabatan : Bupati Klaten, Jawa Tengah periode 2016-2021 (non aktif), dari PDI Perjuangan
Kasus : Menerima suap atau gratifikasi Rp 12,8 miliar dari kepala desa dan pegawai kabupaten Klaten.
Status : Ditahan 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.
7. Ines Wulandari Setyawati
Jabatan : Direktur PT Gita Vidya Utama
Kasus : Menyuap Ditjen Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri (Binapendagri) terkait proyek pengembangan sistem pelatihan dan pemagangan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), sehingga negara dirugikan senilai Rp 13,6 miliar.
Status : Ditahan 2 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 3 bulan dengan uang pengganti sebesar Rp 688.677.878.
6. Miranda S. Goeltom
Jabatan : Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (PDI Perjuangan)
Kasus : Menyuap anggota DPR periode 1999-2004 dalam Fit and Proper Test pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dengan membagikan 480 lembar cek perjalanan senilai Rp 24 miliar buat 26 anggota.
Status :
- Ditahan tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta
- Saksi terkait kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century yang merugikan perekonomian negara sebesar Rp 689 miliar dan Rp 6,762 triliun.
5. Wa Ode Nurhayati
Jabatan : Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR Fraksi PAN
Kasus : Menerima suap terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dan melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang sebesar Rp 50,5 miliar.
Status : Ditahan enam tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
4. Ratu Atut Chosiyah
Jabatan : Gubernur Banten, periode 2007-2012 dan 2012-2017 (Partai Golkar)
Kasus : Memperkaya diri sendiri dan keluarganya, sehingga negara dirugikan sebesar Rp 79,7 miliar dan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan menggunakan APBD 2012, sebesar Rp 3,8 miliar.
Status : Ditahan 5 tahun 6 bulan dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan.
3. Angelina Sondakh
Jabatan : Anggota Komisi X DPR Partai Demokrat
Kasus : Menerima suap proyek pembangunan lanjutan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor. Menerima US$ 2.000 atau sekitar Rp 26,6 juta (kurs Rp 13.307) dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada tahun 2010. Serta menerima pemberian berupa uang senilai total Rp 2,5 miliar dan 1,2 juta dollar Amerika dari Grup Permai. Sehingga total nilainya mencapai Rp 254, 22 miliar.
Status :
- Ditahan 12 tahun penjara sejak 2013, denda Rp 500 juta, membayar uang pengganti setara Rp 40 miliar.
- Saksi dalam kasus pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata di Universitas Udayana, Bali.
2. Miryam S. Haryani
Jabatan : Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura.
Kasus : Korupsi proyek KTP elektronik dan diduga menerima uang 23 ribu dollar AS (atau sekitar Rp 299 miliar) terkait proyek pengadaan KTP elektronik yang nilainya Rp 5,95 triliun.
Status : Tersangka, tahanan KPK, dan saksi kasus KTP Elektronik.
1. Megawati Soekarnoputri
Jabatan : Ketua Umum PDI Perjuangan dan Mantan Presiden RI
Kasus : Penerbitan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 untuk memberikan jaminan hukum kepada debitur yang menyelesaikan kewajibannya membayar Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara. SKL itu diduga terbit tak sesuai mekanisme yang semestinya dan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 138,442 triliun.
Status : Masih dipelajari KPK
(R24)