PKB tiba-tiba muncul mengritik Menag Lukman Hakim Saifuddin asal PPP. Bola panas tentang perebutan kursi Menag pun mulai bergulir akibat kritik tersebut.
Pinterpolitik.com
Kursi Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin sepertinya tengah memanas. Selama beberapa waktu terakhir, jabatannya memang terancam seiring dengan pengusutan kasus korupsi oleh KPK. Hal itu kemudian masih ditambah dengan kritik tajam dari rekan koalisinya sendiri.
Anggota Dewan Syuro PKB Maman Imanulhaq memberi rapor sangat merah kepada sang menteri. Gagal, itulah satu kata yang ia gunakan untuk menggambarkan masa kepemimpinan Lukman sebagai menteri. Kritik bahkan tak hanya terkait dengan kinerjanya saja, tetapi merembet ke hal kecil seperti tempat parkir di Kemenag.
PPP sebagai partai asal Lukman tentu tak tinggal diam dengan kritik pedas dari PKB tersebut. Menurut partai berlogo Kabah tersebut, pernyataan dari PKB ini dilontarkan tidak lain karena mereka mengincar posisi yang diisi oleh Lukman.
Wacana soal perebutan kursi Menag pun mengemuka akibat aksi saling sindir partai yang sama-sama identik dengan warna hijau tersebut. PKB, meski membantah kritik terkait dengan incaran kursi menteri, mengaku siap jika diminta diberikan kursi Menag. Sementara itu, selama beberapa tahun terakhir, jabatan ini kerap diisi oleh kader PPP.
Terlihat bahwa jabatan Menag menjadi sesuatu yang amat berharga bagi PKB dan PPP untuk diperebutkan. Lalu, mengapa hal itu dapat terjadi?
Anggaran Besar
Selama beberapa periode terakhir, jabatan menteri agama kerap kali tak menjadi kursi yang jadi perdebatan partai-partai koalisi. Dalam dua periode terakhir misalnya, jabatan ini diisi oleh kader dari PPP.
Secara tradisional, jabatan ini sebenarnya sering kali dianggap sebagai jatah milik salah satu ormas Islam terbesar di negeri ini, Nahdlatul Ulama (NU). Memang, jabatan ini pernah diisi kader Muhammadiyah yaitu Malik Fadjar. Meski demikian, secara garis besar NU jauh lebih mendominasi.
Oleh karena itu, posisi ini bisa memberikan keuntungan tersendiri bagi ormas yang didirikan oleh Hasyim Asyari tersebut. Hal ini digambarkan misalnya oleh Martin van Bruinesen saat menjelaskan patronase yang terjadi antara Partai NU dan Kemenag di masa lampau.
Jika merujuk pada kondisi anggaran, Kemenag boleh jadi adalah salah satu kementerian yang dapat dianggap sebagai “lahan basah”. Di antara kementerian-kementerian lain, institusi ini berada di urutan keempat dalam proyeksi anggaran dari APBN.
Pada APBN 2019, kementerian tersebut memperoleh jatah sebesar Rp 63 triliun. Angka tersebut merupakan peningkatan dari tahun sebelumnya, di mana Kemenag mendapatkan kucuran dana sebesar Rp 62,2 triliun.
Besaran angka dan urutan tersebut tergolong unik jika dibandingkan dengan kementerian-kementerian lain yang di atas kertas mengurusi lebih banyak kebutuhan publik. Kementerian Kesehatan misalnya mendapatkan Rp 60,1 triliun dari kas negara. Sementara itu, Kementerian Sosial hanya mendapatkan aliran rupiah sebesar Rp Rp 59,3 triliun.
Sayangnya, label lahan basah ini kemudian diterjemahkan secara lain oleh beberapa pejabat yang ada di dalam institusi tersebut. Dalam catatan Badan Kepegawaian Negara (BKN), pada tahun 2018 Kemenag berada di urutan kedua dalam jumlah PNS yang berurusan dengan kasus korupsi.
Memang, tak selalu ada yang bisa membuktikan bahwa perwakilan ormas atau partai yang memegang jabatan menteri ini melakukan hal khusus dengan anggaran kementerian untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Meski demikian, hal tersebut tak menutupi fakta bahwa kementerian tersebut memang tergolong mewah dari segi anggaran.
Jejaring Luas
Tak hanya dari pendanaan, Kemenag juga dapat memberikan keuntungan kepada pejabatnya dari segi jejaring. Institusi ini tergolong memiliki banyak kaki dan tangan di seluruh Indonesia hingga unit terkecil dalam berbagai bentuk.
Dari segi pendidikan, kementerian ini mengurusi banyak institusi dari berbagai tingkatan. Di tingkat dasar hingga menengah, kementerian ini mengurusi berbagai madrasah mulai dari Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), hingga Madrasah Aliyah (setingkat SMA).
Di tingkat pendidikan tinggi, berbagai jenis Perguruan Tinggi Islam Negeri berada di bawah kendali kementerian ini. Institusi-institusi seperti Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) tersebar di seluruh Indonesia.
Hal tersebut tentu masih belum termasuk dengan jejaring di tingkatan pesantren. Meski tak seluruhnya secara formal menginduk ke Kemenag, nyatanya kementerian ini memiliki direktorat khusus yang mengurusi masalah pesantren dengan database yang cukup mumpuni.
Memang, dari segi jumlah, institusi-institusi pendidikan tersebut boleh jadi masih kalah jika dibandingkan dengan yang terkoordinasi dengan Kemendikbud. Meski demikian, hal tersebut sudah cukup untuk menjadi salah satu cara perluasan jaringan dan Kemenag ke berbagai daerah.
Dalam hal institusional, kementerian ini juga memiliki jejaring yang luas di tingkatan daerah. Kemenag memiliki kantor perwakilan (Kanwil) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Tak hanya itu, di beberapa kabupaten/kota ada pula kantor kemenag di wilayah-wilayah tersebut.
Membangun Patronase
Berdasarkan hal-hal tersebut, wajar jika partai-partai seperti PKB dan PPP harus berebut kursi Menag. Keuntungan dari segi anggaran dan jejaring dapat dimanfaatkan oleh partai-partai tersebut jika berhasil mendudukkan kader masing-masing di jabatan Menag.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, menurut van Bruienesen, kementerian agama menjadi semacam sarana pembentukan patronase dari partai yang memegang jabatannya. Dahulu, jabatan ini murni menjadi miliki Partai NU saja. Kini, dua partai yang mewarisi NU, PKB dan PPP boleh jadi ingin menikmati kemewahan pembentukan patronase serupa.
Secara praktis, jejaring yang dimiliki Kemenag selama bertahun-tahun cenderung lebih dekat dengan NU. Institusi seperti pesantren secara umum memang lebih didominasi oleh mereka yang sedikit banyak terpapar oleh tradisi NU. Hal serupa berlaku untuk institusi pendidikan lain seperti UIN yang umumnya jadi tujuan lulusan pesantren.
Dengan jejaring dan dana yang mumpuni, wajar jika PKB dan PPP harus berebut kursi Menag. Share on XDengan menduduki jabatan Menag, suatu partai dapat mengamankan basis massa ormas tersebut dengan lebih mudah. Sebagai pemegang anggaran terbesar keempat, seorang Menag bisa saja mengalirkan dana untuk program pendidikan dan sosial untuk institusi-institusi yang dekat dengan NU tersebut. Hal ini bisa membuat peluang mereka di Pemilu berikutnya menjadi lebih terjaga.
Hal tersebut belum termasuk jika jejaring dan dana tersebut sepenuhnya dimanfaatkan sepenuhnya untuk partai. Dalam pandangan Richard S. Katz dan Peter Mair partai bisa mengincar keuntungan tertentu dalam hubungan mereka dengan negara, yang dalam konteks ini adalah jabatan menteri.
Keuntungan-keuntungan tersebut di antaranya adalah regulasi yang menguntungkan, keuntungan finansial, dan penguasaan atas intitusi kunci negara. Dengan anggaran dan jejaring seperti Kemenag, ketiga hal tersebut tentu lebih mudah direngkuh. Oleh karenanya, wajar jika PKB dan PPP nantinya benar-benar terbukti berebut posisi Menag.
Jika bisa mendapatkan jabatan tersebut, PKB bisa mengambil manfaat sesuai dengan pola yang mereka sudah jalankan selama ini. Dalam catatan Greg Fealy, mereka sudah membangun jejaring dan patronase terlebih dahulu dengan sumber daya yang mereka miliki selama ini. Mereka misalnya mampu membuat mesra hubungan antara NU dan PKB melalui berbagai program untuk ormas tersebut.
Hal serupa bisa juga berlaku bagi PPP. Dalam berbagai fakta persidangan dan pemeriksaan yang menimpa mantan ketum mereka M. Romahurmuziy, terlihat bahwa jejaring Kemenag sedikit banyak mulai disentuh partai tersebut untuk membangun patronase di daerah melalui Kanwil-Kanwil.
Tentu, pada akhirnya, partai-partai tersebut dapat melakukan aksi saling bantah bahwa mereka mengincar jabatan Menag. Meski demikian, dengan berbagai keistimewaan yang dimiliki posisi tersebut, sulit bagi partai manapun untuk tak silau dengan kilaunya. (H33)