Site icon PinterPolitik.com

People Power Jadi Simbol Perlawanan?

People Power Jadi Simbol Perlawanan?

Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais (Foto: Antara)

Sikap represif pemerintah dalam menanggulangi people power justru semakin memberi kekuatan terhadap kata tersebut. Kelak mungkin bisa saja kata people power digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap sikap represif pemerintah.


Pinterpolitik.com

Amien Rais mungkin tidak menyangka bila kata people power yang dia ucapkan pada acara Apel Siaga Umat 313 lalu memiliki peranan yang penting hingga saat ini. Sejak itu, kata-kata people power semakin akrab di telinga karena terus diucapkan oleh oposisi. Bahkan, kubu petahana juga selalu menanggapi ide people power ini.

Media menjadi kunci utama kata people power ini terus diproduksi hingga mempunyai kekuatan magis dan tak rasional kepada kedua kubu. Hasilnya, masyarakat menjadi terdampak. Mereka sering membicarakan ini di ranah media sosial dan obrolan sehari-hari.

Sebenarnya, kata people power hanyalah narasi politik kubu oposisi untuk menyebutkan pergerakan massa yang menentang kecurangan yang terjadi Pemilu. Belakangan ini kata tersebut telah memiliki kekuatan yang tak terlihat. Kubu oposisi merasa diuntungkan karena melalui kata-kata tersebut simpatisan mereka semakin agresif untuk melakukan aksi demonstrasi menentang kecurangan yang terjadi pada Pemilu.

Namun, kata ini membuat berbagai pihak menjadi takut, khususnya bila terjadi kerusuhan. Oleh karena itu, pemerintah saat ini yang merupakan bagian atau cerminan dari kubu petahana seperti bersikap represif terhadap kata people power.

Sikap represif pemerintah dapat terlibat dari langkah Menko Polhukam Wiranto membahas soal people power ini bersama tim pakar. Hasil dari pertemuan itu, yakni tim Kemenko Polhukam dan berbagai kepentingan lain sedang menggodok aturan hukum bagi tokoh yang menghasut dan merongrong NKRI. Wiranto juga akan bekerja sama dengan Kominfo untuk menutup media sosial yang mengutarakan people power, hujatan kebencian, mengajak pergerakan massa, dan turut melipatgandakan isu kecurangan di pemilu 2019.

Kelak mungkin bisa saja kata people power digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap sikap represif pemerintah. Share on X

Kapolri Tito Karnavian menguatkan pernyataan Wiranto. Dia menilai people power sebagai bentuk mobilisasi untuk delegitimasi terhadap pemerintah yang sah. Menurutnya tindakan ini dapat dikenakan Pasal 107 KUHP, yaitu pasal makar.

Pasal makar ini telah menyeret beberapa nama seperti Eggi Sudjana, Ustadz Bachtiar Nasir, Lies Sungkharisma, dan Kivlan Zein. Selain itu, video pemuda (HS) yang mengancam Joko Widodo atau Jokowi juga menjadi tersangka pasal makar.

Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menilai akan ada provokasi yang tidak menerima hasil pemilu. Hadi memperkirakan akan adanya penyerangan terhadap kantor-kantor penyelenggara pemilu, mulai dari KPU dan Bawaslu. Oleh karena itu, pihaknya akan berupaya untuk mengamankan situasi yang sedang panas ini.

Satu per satu pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tumbang karena kasus hukum. Hal ini mengundang reaksi dari kubu 02. Prabowo meminta pihak berwajib tidak perlu menakut-nakuti pihaknya dengan ancaman pidana makar.

Represif dan Pergeseran Makna

Sikap berbau represif pemerintah ini menimbulkan reaksi dari kubu Prabowo, bahkan akademisi tata hukum dan politik. Berbagai pihak ini seperti sepakat jika pasal makar tidak cukup kuat dan terkesan represif.

Sebab, pengenaan Pasal 107 KUHP dan atau Pasal 110 KUHP Jo Pasal 87 KUHP, sangat subjektif di mana tidak ada parameter yang jelas untuk menentukan apakah perbuatan tersebut termasuk tindakan makar atau tidak. Semisal Pasal 107 tentang niat memisahkan diri dari pemerintah yang sah, para tokoh yang terjerat belum menunjukkan sikap yang nyata untuk memisahkan diri dari negara.

Adapun kepolisian harusnya menyertakan bukti yang terdapat pada Pasal 108. Dalam pasal ini tertulis orang yang melawan pemerintah dengan menggunakan senjata. Seharusnya barang bukti makar tersebut salah satunya adalah persenjataan.

Dalam menanggapi semua hal ini, Amien Rais yang mencetuskan people power berkomitmen untuk mengganti kata tersebut dengan pergerakan kedaulatan rakyat. Meski Amien mencoba untuk menghapus kata people power, tapi semua orang telah kadung menerima people power sebagai agenda pergerakan massa. 

Sementara itu, pemerintah saat ini mungkin belum memperhitungkan tindakan yang dianggap represif tersebut dapat memiliki dampak besar ke depan. Seperti diketahui, sikap represif pemerintah di berbagai belahan dunia selalu memiliki dampak yang besar kepada negara tersebut kelak.

Sebut saja contohnya negara-negara Eropa pada abad kegelapan. Otoritas gereja pada saat itu memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Mereka melakukan berbagai represif terhadap rakyat, khususnya terkait ilmu pengetahuan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

Sikap represif terhadap pengetahuan tersebut mendapat tantangan oleh teori Nicolaus Copernicus dan Galileo Galilei yang menyatakan pusat tata surya adalah matahari bukan bumi seperti yang diklaim oleh agama. Sejak itu perang terhadap doktrin agama mulai digalakkan. Dua ungkapan yang terkenal ketika itu adalah renaissance (pencerahan) dan aufklarung.

Sejarah juga menulis hampir semua pemerintah yang melakukan tindakan represif kepada rakyat akan mendapat perlawanan. Sikap melawan ini yang menjadi cikal bakal revolusi suatu negara. Ini telah terjadi di berbagai negara di dunia.

Dalam konteks Indonesia, pada masa pemerintahan Orde Baru menjadi contoh nyata dari sikap represif pemerintah ini. Kebebasan bersuara dibungkam, media diawasi, segala bentuk gerakan yang bisa mengancam pemerintahan ditekan.

Pemerintahan memang tak  memiliki kadar otoriter yang serupa dengan Orde Baru dan narasi politik people power tidak bisa sekuat itu untuk menggerakkan seluruh rakyat seperti yang terjadi pada 1998. Tapi kasus represipemerintah ini bisa merubah makna dari people power.

Jika terdahulu hanya sebatas pergerakan massa menentang kecurangan Pemilu,kelak, mungkin saja people power berubah menjadi komoditas atau brand yang bisa dipakai oleh semua orang.

Seperti diketahui, shift atau pergeseran makna dalam kajian linguistik menjelaskan bahwa setiap kata memiliki risiko untuk berubah. Pergeseran ini tidak hanya terjadi dalam kasus penerjemahan bahasa. Namun terdampak oleh perubahan situasi politik yang terjadi.

Sarah Thomason dilansir dari Linguistic Society of America menulis bahwa perubahan bahasa pasti mengarah pada variasi. Dalam obrolan komunitas ini seringkali bervariasi antara nilai baik dan buruk.

Semisal kata bajingan. Dalam sejarahnya bajingan adalah profesi sopir yang mengangkut dagangan, hasil bumi, atau alat transportasi yang umumnya menggunakan gerobak atau pedati yang ditarik kerbau atau sapi.

Dalam perkembangannya seorang bajingan berubah menjadi konotasi negatif dikarenakan lambatnya perjalanan seekor sapi. Hal ini membuat pembeli dagangan atau penumpang kesal karena sopir tidak datang tepat waktu dan lambat. Sebelum menjadi umpatan, kata ini juga dipakai menjadi analogi bagi seseorang yang datang tapi tidak sesuai waktu yang dijanjikan.

Saat ini bajingan lebih dikenal dan masuk dalam kamus besar bahasa Indonesia sebagai kata makian atau umpatan kepada penjahat atau kriminal. Hal ini juga yang terjadi dengan sontoloyo yang zaman dulu lebih terkenal sebagai penggembala bebek.

Simbol Perlawanan

Alan Moore dan David Lloyd dalam karya novel grafis V For Vendetta menulis bahwa ideas are bulletproof (ide itu tahan oleh peluru). Kalimat tersebut ditujukkan kepada pemerintah otoriter yang berupaya membungkam kebebasan rakyat dalam novel grafis tersebut.

Kalimat tersebut dikatakan oleh V karakter utama yang memakai topeng Guy Fawkes. Dia memperjuangkan keyakinannya, yaitu ada yang salah dengan pemerintahan ini dan satu-satunya jalan adalah melawan. Meski V mati dalam cerita itu, cerita pemberontakan dia menjadi abadi.

Alan Moore dalam menulis cerita tersebut terinspirasi oleh Guy atau Guido Fawkes, sosok riil yang pernah hidup dan tertulis di sejarah Inggris. Tokoh ini dikenang karena keberanian dia berusaha menyerang parlemen Inggris.

Motifnya, ketika itu Inggris secara radikal berpindah dari negara Katolik menjadi Protestan berkat Henry VIII dan putrinya Elizabeth I. Sebagian umat Katolik merasa tertindas di bawah pemerintahan Protestan; mereka disiksa, dirampas haknya, dan dibuat merasa tak diinginkan di negara Protestan baru.

Kendati Guy Fawkes ditulis sebagai pengkhianat selama beberapa abad. Pada akhir abad ke-20 dia tampil sebagai pahlawan. Ide dia untuk menghancurkan parlemen di Inggris menjadi ide perlawanan rakyat terhadap tirani. Bahkan pada abad ke-21 topeng dengan muka Guy Fawkes selalu dipakai dalam setiap aksi melawan ketidakadilan oleh pemerintah di seluruh dunia.

Guy Fawkes tidak menjadi satu-satunya simbol perlawanan. Adapun simbol perlawanan lain dengan menggunakan wajah seperti Che Guevara mendominasi di Amerika Selatan, sedangkan di Indonesia semisal Marsinah, Munir, serta Widji Thukul.

Simbol perlawanan juga kadang tidak mengacu kepada sosok saja. Simbol ini yang terjadi pada Gerakan Payung di Hongkong dan Asia Timur. Simbol Three Finger Salute digunakan pedemo Thailand mengacu pada film Hunger Games dan moto revolusi Prancis liberte (kebebasan), fraternite (keadilan), egalite (persaudaraan).

Lalu bisakah people power berubah makna menjadi simbol perlawanan?

Tentu. Kunci utama perubahan makna seperti yang terjadi pada bajingan dan sontoloyo adalah situasi sosial. Dalam hal ini narasi politik people power yang terkena sikap represif pemerintah melalui hukum dapat menjadi pemicu.

Pedemo kelak bisa menjadikan people power ini sebagai narasi perlawanan terhadap sikap pemerintah yang sewenang-wenang, tidak memerhatikan rakyat, atau dapat digunakan dalam demo buruh, serta berbagai motif yang lain.

Kata people power dapat memiliki kekuatan yang sama seperti moto liberte, fraternite, egalite dalam revolusi Prancis. Bila kata-kata saja belum cukup, karena setiap pergerakan demonstrasi selalu mengusung simbol maka bisa menggunakan tanda dua jari (jempol dan telunjuk). People power dan tanda dua jari ini dapat menjadi simbol perlawanan orang-orang kelak.

Pada akhirnya, people power akan tetap memiliki legitimasi yang kuat dalam dalam perbendaharaan bahasa di masyarakat. Meski Amien Rais telah mencoba mengubah kata ini dengan pergerakan kedaulatan rakyat. Tapi ide terkait kata ini tetap hidup karena seperti yang dibilang oleh Alan Moore dan David Lloyd, ide itu tidak seperti manusia, ide tidak bisa mati, ide itu tahan terhadap peluru.

Kemudian kapan kata ini akan segera digunakan sebagai simbol dengan makna yang baru? Perlu waktu bertahun-tahun untuk pergeseran bahasa dan membangkitkan kekuatan kata ini. Jadi tunggu tanggal mainnya. (R47)

 

Exit mobile version