HomeNalar PolitikPendapat Pengamat Soal Pajak Karbon

Pendapat Pengamat Soal Pajak Karbon

Kecil Besar

Karena emisi gas-gas rumah kaca telah membebani atmosfer bumi secara akumulatif sejak revolusi industri, maka yang paling bertanggung jawab dengan masalah ini sesungguhnya negara-negara industri maju.


pinterpolitik.com

JAKARTA – Pemberlakuan pajak karbon memang salah satu cara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, yang membebani atmosfer bumi, sehingga terjadi pemanasan global dan perubahan iklim. Tetapi, yang paling bertanggung jawab dalam masalah pemanasan global sebetulnya negara-negara industri maju.

Hal itu dikemukakan oleh pengamat lingkungan, Sahat Marojahan Doloksaribu, menjawab pertanyaan “pinterpolitik.com”, Kamis (23/2/2017), terkait dengan rencana Singapura memberlakukan pajak karbon. Singapura menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang menggagas pemberlakuan pajak karbon tersebut. Beberapa negara, di antaranya, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru sudah memberlakukannya.

Menurut Sahat Marojahan, dosen Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia di Jakarta, pajak karbon mengemuka sejak pemanasan global dan perubahan iklim menjadi agenda bersama bangsa-bangsa. Hal ini terkait dengan emisi gas-gas rumah kaca, terutama gas karbon dioksida, sebagai produk pembakaran bahan bakar fosil, energi hidrokarbon, minyak dan gas bumi, serta batu bara.

Ia mengatakan, karena emisi gas-gas rumah kaca telah membebani atmosfer bumi secara akumulatif sejak revolusi industri, maka yang paling bertanggung jawab dengan masalah ini sesungguhnya negara-negara industri maju. Dan untuk mengurangi kadar gas karbon di atmosfer perlu upaya pengurangan emisi, antara lain, lewat pemberlakuan pajak energi atau pajak karbon (dioksida).

Seperti diberitakan, Kamis, rencana pemberlakuan pajak karbon di Singapura akan diimplementasikan mulai 2019. Diprediksi, kebijakan ini akan mendorong kenaikan biaya energi di negara itu dan memaksa lebih dari 30 penghasil polusi besar, seperti power plant, untuk membayar pajak.

Baca juga :  PDIP Terpaksa “Tunduk” Kepada Jokowi?

Besaran pajak karbon dimaksud, 10 – 20 dolar Singapura per ton emisi karbon dioksida dan lima jenis gas rumah kaca lainnya. Menurut Menteri Keuangan Singapura, Heng Swee Keat, pajak ini setara dengan peningkatan biaya minyak 3,5 hingga 7 dolar AS per barel. Dengan berlakunya pajak karbon, tarif listrik akan naik  2 hingga 4 persen. (E19)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Titiek Puspa: ‘Pinnacle’ Nyanyian Soeharto?

Penyanyi legendaris, Titiek Puspa, yang meninggal dunia pada Kamis (10/3) kemarin kerap disebut "penyanyi Istana." Mengapa demikian?

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dasco’s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

More Stories

Infrastruktur Ala Jokowi

Presiden juga menjelaskan mengenai pembangunan tol. Mengapa dibangun?. Supaya nanti logistic cost, transportation cost bisa turun, karena lalu lintas sudah  bebas hambatan. Pada akhirnya,...

Banjir, Bencana Laten Ibukota

Menurut pengamat tata ruang, Yayat Supriatna, banjir di Jakarta disebabkan  semakin berkurangnya wilayah resapan air. Banyak bangunan yang menutup tempat resapan air, sehingga memaksa...

E-KTP, Dampaknya pada Politik

Wiranto mengatakan, kegaduhan pasti ada, hanya skalanya jangan sampai berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas kita sebagai bangsa. Jangan juga mengganggu mekanisme kerja yang  sudah terjalin...