Site icon PinterPolitik.com

Pencapresan Anies Untungkan Ganjar?

62793506a003a

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Badung, Bali, Senin (9/5/2021).(Foto: KOMPAS.com/Haryantipuspasari)

Deklarasi Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024 oleh Partai NasDem diyakini dapat merubah konstelasi politik Indonesia. Lantas, akankah dirinya dapat menjadi aktor pelopor? Akankah partai politik lainnya melakukan langkah yang sama dengan Partai NasDem?


PinterPolitik.com

Anies Baswedan menggemparkan publik atas pendeklarasian dirinya oleh Partai NasDem sebagai calon presiden (capres) dalam perhelatan demokrasi terbesar negara yakni pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Dengan modal pengalamannya sebagai gubernur DKI Jakarta, keputusannya untuk menerima pinangan Partai NasDem dinilai tepat karena dirinya telah menuai elektabilitas yang bisa dibilang bersinar.

Pengamat Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai deklarasi Anies akan mengerek elektabilitas partai politik (parpol) pengusungnya. Herry menjelaskan lebih lanjut jika ingin memenangkan pertarungan elektoral itu, parpol maupun koalisi lain perlu segera merilis nama bakal capres (bacapres) yang akan diusung dalam Pilpres 2024 mendatang.

Deklarasi bacapres akan berkaitan dengan kepentingan branding calon, yang kemudian pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan publik. Fenomena tersebut wajar dilakukan menjelang pemilu dalam konteks demokrasi sebagai sebuah strategi pemenangan.

Menurut Herry, Partai NasDem memang sedang mengukur dan mempersiapkan coattail effect atau yang populer disebut sebagai efek ekor jas bagi partainya. Hal ini dibuktikan melalui penilaian elektabilitas Anies yang cukup konsisten di tiga besar.

Deklarasi bacapres yang dipengaruhi oleh efek ekor jas bahkan diyakini dapat mengubah kondisi perpolitikan Indonesia. Itu bahkan bisa mempengaruhi parpol dan koalisi lain, utamanya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk segera mencalonkan calon yang mereka usung menjadi capres di Pemilu 2024.

Meskipun sampai saat ini, Partai Golkar telah mendorong ketua umumnya yakni Airlangga Hartarto untuk menjadi capres, elektabilitas sosok yang juga Menteri Koordinator Bidang (Menko) Perekonomian itu nyatanya masih stagnan di papan bawah dalam sejumlah rilis survei.

Sementara bagi PDIP, kans Puan yang digadang sebagai bacapres tampaknya juga serupa dengan Airlangga. Ihwal yang membuat alternatif mengusung kader PDIP lain, yakni Ganjar Pranowo masih memungkinkan dan agaknya akan mengubah konstelasi koalisi di antara parpol lain ke depannya.

Lantas, bagaimana pendeklarasian Anies plus elektabilitasnya mengubah tatanan politik Indonesia ke depan? Seperti apa dampak konkret terhadap KIB dan PDIP yang sampai saat ini belum secara resmi mengusung nama capres 2024?

The Next Jokowi?

Pada Pemilu tahun 2014 lalu, Megawati Soekarnoputri mencalonkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai capres dari PDIP. Fenomena pemilihan Jokowi sebagai capres PDIP dijelaskan dalam buku Populisme, Politik Identitas, dan Dinamika Elektoral: Mengurai Jalan Panjang Demokrasi Prosedural karya Burhanuddin Muhtadi.

Menurut Burhanuddin, pencalonan Jokowi sebagai capres oleh PDIP mendongkrak keterpilihan partai itu di pemilihan legislatif (Pileg) 2014. Megawati secara resmi mencalonkan Jokowi pada tanggal 14 Maret 2014, sedangkan pileg diadakan pada tanggal 9 April 2014.

Buku itu juga menunjukkan bagaimana elektabilitas Jokowi dapat menjadi daya tarik besar bagi PDIP. Saat itu, PDIP mengalami penurunan indikator elektabilitas berdasarkan survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada 28 Februari-10 Maret 2014.

Elektabilitas PDIP kemudian melejit secara pesat dari 16,6 persen menjadi 24,5 persen setelah Jokowi dicalonkan.

Data tersebut dapat menjadi bukti bahwa elektabilitas dapat memainkan peran yang begitu besar bagi pemenangan pemilu. Selain itu, timing juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan.

Kedua faktor itu bagaikan senjata yang saat ini digunakan Partai NasDem dan Anies dalam pencalonannya dalam Pilpres 2024. Oleh karena itu, Anies tampaknya memang harus “dilawan” oleh capres yang setara dengannya dari berbagai aspek, terutama elektabilitas.

Lantas, adakah politisi yang memiliki kekuatan elektabilitas serupa dengan Jokowi dan mampu bersaing melawan Anies dalam Pilpres 2024 mendatang?

Ganjar Capres Selanjutnya?

Salah satu politisi yang digadang-gadang akan menjadi capres berasal dari PDIP yaitu Ganjar Pranowo. Dia merupakan Gubernur Jawa Tengah dua periode yang menjabat sejak 23 Agustus 2013 hingga saat ini.

Meskipun hingga saat ini PDIP masih tampak bersikukuh mencalonkan Puan sebagai capres, preseden menunjuk capres di menit akhir seperti pada Pilpres 2014 kiranya dapat menjadi rujukan probabilitas perubahan langkah politik partai banteng.

Serupa dengan citra Jokowi sebelum menjadi presiden, Ganjar dikenal sebagai pemimpin yang merakyat. Dia seringkali melakukan aksi pencitraan berupa turun langsung ke lapangan selayaknya suatu pembuktian kutipan anyarnya “Tuanku ya rakyat. Gubernur cuma mandat”.

Lagi-lagi serupa dengan Jokowi, Ganjar dikenal dengan gebrakan pemerintahannya pada bidang infrastruktur berupa transportasi bus Trans Jawa Tengah, perluasan kawasan industri, serta proyek-proyek lainnya.

Bahkan sebelum menjadi gubernur, dia pernah diangkat menjadi anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2004–2009 pada bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan, perikanan, dan pangan serta periode 2009–2013 pada bidang pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, reformasi birokrasi, pemilu, pertanahan, dan reformasi agraria.

Selain itu, dia juga aktif menjadi anggota dan ketua panitia khusus (pansus) DPR RI, anggota badan legislasi, sampai anggota sekretaris fraksi PDIP di MPR dan DPR RI.

Kehebatan serta prestasinya dalam berbagai bidang mampu membuat elektabilitasnya bersaing dengan Anies dan Prabowo Subianto yang juga digadang-gadang akan mencalonkan diri sebagai capres.

Elektabilitas Ganjar bahkan mampu melampaui keduanya politisi tersebut berdasarkan tiga survei yang berbeda antara lain Indikator Politik, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), dan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).

Angka elektabilitas Ganjar pada survei Indikator Politik menunjukkan bahwa dirinya mampu menduduki posisi pertama yang kemudian disusul oleh Prabowo dan Anies.

Dirinya juga unggul berdasarkan angka elektabilitas yang dilihat oleh CSIS yang kemudian disusul oleh Anies dan Prabowo sebagai posisi kedua dan ketiga.

Di samping itu, pada survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Ganjar tetap duduk pada posisi pertama, namun disusul oleh Prabowo, dan kemudian oleh Anies.

Dengan demikian, berangkat dari karakter, pengalaman, dan elektabilitasnya sebagai kader PDIP, tak mengherankan jika suatu saat Ganjar bisa saja dideklarasikan sebagai capres.

Namun, yang menjadi pertanyaan yakni parpol mana yang “berkenan” untuk mengusung dirinya menjadi capres 2024 mendatang?

Demi Ganjar, PDIP ft. KIB?

Konstelasi sementara koalisi saat ini dinilai akan melahirkan tiga tokoh yang akan menjadi capres. Dua di antaranya yaitu Anies yang diusung Partai NasDem dan Prabowo dari koalisi Partai Gerindra dan PKB. Sisanya menanti antara Puan Maharani atau Ganjar yang dimajukan menjadi capres.

Adapun PDIP dan KIB sama-sama belum mengumumkan bacapres mereka hingga saat ini. Ide penggabungan alias koalisi PDIP dan KIB kemudian menjadi salah satu skenario yang tampak menjanjikan dan patut untuk dipertimbangkan.

Menurut Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun deklarasi Anies dapat membuat konstelasi politik negara semakin dinamis. Elite parpol secara sporadis kemudian melancarkan gerakan-atau pendekatan sebagai bagian upaya mengkalkulasi melawan Anies.

Menurutnya pendirian KIB yang terdiri dari Golkar, PAN dan PPP dimaksudkan untuk mengusung Ganjar untuk kemudian berpasangan dengan Airlangga.

Adapun pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai opsi koalisi PDIP-KIB akan memperkuat koalisi itu untuk memenangkan pilpres 2024. Terlebih, PDIP lebih tertarik untuk mengusung capres bukan cawapres.

Berdasarkan hasil survei dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pasangan Ganjar-Airlangga menjadi pasangan yang paling banyak disukai pemilih. Hasil survei elektabilitas lembaga tersebut juga menunjukkan bahwa pasangan Ganjar-Airlangga memiliki angka tertinggi.

Meskipun keterusungan Ganjar masih tergantung dengan keputusan PDIP, agaknya faktor pemimpin yang memiliki vibes Islami menjadi salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk melawan Anies.

Bahkan dalam suatu wawancara, KIB menyebutkan bahwa mereka akan mengusung capres dengan karakter yang dapat meneruskan pembangunan dan berpengalaman dalam pemerintahan baik di DPR, MPR, dan sebagainya.

Dengan demikian, dengan berbagai prestasi, citra, elektabilitas, dan pengalamannya Ganjar dinilai dapat meningkatkan elektabilitas koalisi partai PDIP dan KIB jika dirinya dideklarasikan sebagai capres 2024 mendatang.

Ganjar juga dapat dianggap setara dengan Anies sehingga meningkatkan peluang pemenangan yang sama-sama kuat. Oleh karena itu, peluang Ganjar untuk menjadi capres akan cukup menarik untuk dinantikan. (Z81)

Exit mobile version