PDIP secara terbuka membantah Jokowi memberikan dukungan politik kepada Prabowo Subianto. Di sisi lain, Jokowi terlihat semakin dekat dengan Prabowo. Apakah PDIP sedang gelisah karena Jokowi lebih condong mendukung Prabowo daripada Ganjar Pranowo?
PinterPolitik.com
“Jokowi is providing a model of good governance from which the rest of the world can learn,” – Profesor Kishore Mahbubani
Belakangan ini politisi senior PDIP Panda Nababan tengah mendapat sorotan luas. Itu terkait kritik-kritiknya terhadap sepak terjang politik keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ketika merespons isu Gibran Rakabuming Raka akan maju di Pilpres 2024, Panda sampai mengatakan Gibran masih “anak ingusan”.
Panda menilai Gibran masih perlu banyak belajar dan membuktikan kinerja seperti ayahnya, Presiden Jokowi. “Gibran anak ingusan kok, gimana? Nanti anak itu besar kepala, masih belajar dulu lah,” ungkapnya pada 26 Juni 2023.
Tidak berhenti di Gibran, Panda juga mengkritik keras menantu Jokowi, Bobby Nasution. Panda mengaku kecewa karena belum melihat prestasi Bobby dalam menjadi Wali Kota Medan.
“Majunya Gibran dan Bobby di Medan kita harus waspadai tendensi dinasti. Dianggap anaknya presiden bisa begini. Saya ajah terus terang kecewa dengan prestasi Bobby, belum kelihatan,” ungkap Panda pada 30 Juni 2023.
Kritik pedas yang dilontarkan Panda sangat menarik. Pasalnya, Panda dan Jokowi diketahui memiliki hubungan yang begitu dekat. Dalam bukunya Panda Nababan Lahir Sebagai Petarung: Sebuah Otobiografi, Panda menceritakan bahwa dirinya adalah salah satu sosok yang paling pertama dan terdepan mendukung pencapresan Jokowi di Pilpres 2014.
Selain itu, berbagai pujian terhadap Jokowi diceritakan secara khusus. Panda misalnya menceritakan kehebatan Jokowi dalam soal komunikasi politik dan personal branding. Dalam pengamatan Panda, Jokowi selalu menyiapkan secara detail penampilannya di depan masyarakat.
Dengan kedekatan itu, tentu menjadi tanda tanya serius, kenapa Panda justru memberikan kritik pedas terhadap keluarga Jokowi?
Karena Dukung Prabowo?
Melihat runtun kronologisnya, kritik Panda tampaknya merupakan respons atas kuatnya isu bahwa Jokowi memberikan dukungan politik terhadap Prabowo Subianto. “Iya lah. Basa basi,” ungkap Panda ketika menanggapi isu itu pada 22 Juni 2023.
Menurut Panda, Jokowi pasti memberikan dukungan penuh terhadap Ganjar sebagai “produk politiknya”.
Tidak hanya Panda, berbagai elite PDIP juga terlihat memberikan bantahan terbuka. Elite-elite PDIP seperti Ketua DPP PDIP Nusyirwan, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, hingga Ketua DPR Puan Maharani dengan tegas mengatakan dukungan Jokowi untuk Ganjar.
“Sangat clear dan Pak Ganjar Pranowo adalah kesinambungan kepemimpinan Presiden Jokowi yang punya komitmen,” ungkap Hasto pada 10 Juni 2023.
Wahyudi Soeriaatmadja dalam tulisannya Jokowi leaning towards endorsing populist party chairman for Indonesia president: Analysts di The Straits Times, menyebutkan bahwa Jokowi lebih condong mendukung Prabowo karena merasa lebih nyaman dan aman.
Soeriaatmadja menyebut karier politik anggota keluarga Jokowi akan lebih aman jika mendukung Prabowo, daripada mendukung Ganjar yang berada di bawah bayang-bayang PDIP dan Megawati Soekarnoputri.
Menurut laporan Tempo, hubungan Jokowi dan Megawati retak setelah deklarasi Ganjar sebagai bacapres PDIP. Jokowi disebut tidak dilibatkan dalam penentuan waktu deklarasi, serta masukannya soal cawapres tidak digubris Megawati.
Jokowi disebut mendorong nama Menteri BUMN Erick Thohir dan Menparekraf Sandiaga Uno sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Lantas, jika PDIP melihat Jokowi sebagai “petugas partai”, untuk apa PDIP terlihat gelisah dengan isu dukungan Jokowi terhadap Prabowo?
Jokowi sang King Maker
Seminggu sebelum pelantikan Jokowi-Ma’ruf Amin pada 14 Oktober 2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan prediksi yang tidak mengenakkan. Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menyebut Jokowi dapat mengalami second-term curse atau kutukan periode kedua.
Menurut Donal, kutukan itu menimpa Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode keduanya. Kasus politik dan hukum yang menimpa berbagai kader Partai Demokrat dinilai membuat SBY “kehilangan” pengaruh politiknya menjelang turun takhta.
Namun, menariknya, prediksi berbagai pihak justru meleset. Alih-alih menjadi lame-duck president (presiden bebek lumpuh), dukungan politik Jokowi justru sangat diburu saat ini. Jokowi tengah digadang-gadang menjadi king maker di Pilpres 2024.
Pada 12 Juni 2022, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi menyebutkan syarat Jokowi menjadi king maker adalah tingkat kepuasan publik yang tinggi dan tidak hadirnya tokoh yang melebihi popularitas Jokowi.
Melihat situasi politik terkini, dua syarat yang disebutkan Muhtadi sekiranya terpenuhi. Pertama, tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi konsisten tinggi. Pada April 2023, Lembaga Survei Indonesia (LSI) bahkan menemukan tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi mencapai 82%. Itu adalah data tertinggi yang ditemukan sejauh ini.
Kedua, jangankan hadir tokoh yang melebihi popularitas Jokowi, berbagai kandidat potensial justru berebut dukungan politik Jokowi. Di sisi seberang, Anies Baswedan yang diharapkan menjadi sosok pembaharu justru tengah stagnan dan terancam kandas maju di 2024.
Dengan situasi itu, PDIP selaku partai Jokowi tentu mengharapkan RI-1 mendukung jagoannya, Ganjar Pranowo. Demi ambisi menang tiga kali beruntun di Pemilu 2024, dukungan politik Jokowi adalah variabel politik yang sangat penting dan sangat dibutuhkan.
Tidak heran kemudian, kekhawatiran bahwa Jokowi lebih memilih mendukung Prabowo menimbulkan perasaan gelisah di tengah PDIP. Gejala psikologis itu adalah khas penguasa yang ingin mempertahankan kursinya.
Dalam bukunya yang legendaris, Il Principe, Niccolò Machiavelli menjelaskan bahwa perasaan takut atas kehilangan takhta adalah dorongan kuat untuk menghalalkan berbagai cara. Machiavelli bahkan memaklumi tindakan tidak bermoril, seperti membunuh lawan politik, demi terjaganya kursi empuk kekuasaan.
Well, singkatnya, sikap responsif PDIP dan kritik keras Panda Nababan terhadap keluarga Jokowi, bukan tidak mungkin bertolak dari kegelisahan. Sebagai tokoh yang begitu populer dan berpengaruh, adalah kehilangan yang besar bagi PDIP jika Jokowi justru mendukung Prabowo di Pilpres 2024. (R53)