HomeNalar PolitikPDIP-Demokrat: Mesra Demi Ganjar?

PDIP-Demokrat: Mesra Demi Ganjar?

Kecil Besar

“Kami mengusung pasangan, saudara Ganjar Pranowo, gubernur Jawa Tengah inkumben dan calon wakil gubernurnya, saudara Taj Yasin Maimoen,” ~ Susilo Bambang Yudhoyono pada pengumuman 17 Cagub-Cawagub yang diusung Partai Demokrat


PinterPolitik.com

[dropcap]A[/dropcap]da yang tidak biasa di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, pada Minggu,  7 Januari lalu. Seorang kader PDIP tampak muncul di kandang partai berlogo Mercy tersebut. Berbatik merah, Ganjar Pranowo tampak sumringah saat tiba di kantor yang terletak di Kawasan Senen, Jakarta Pusat ini.

“Mau ketemu Ketum dong,” begitu kata Ganjar saat tiba di sana. Hari itu, ia memang datang untuk menghadiri pengumuman Calon Gubernur (Cagub) dan Calon Wakil Gubernur (Cawagub) yang akan diusung Partai Demokrat pada Pilkada 2018.

Saat Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan nama-nama cagub-cawagub yang akan diusung partainya, nama Ganjar adalah salah satu yang disebut. Berpasangan dengan Taj Yasin (Gus Yasin), ia resmi mendapat restu Demokrat untuk melaju di Pilgub Jateng 2018.

Pengumuman tersebut tergolong mengejutkan bagi sebagian pihak. Banyak orang mengira koalisi antara Demokrat dan PDIP adalah hal yang tidak mungkin terwujud. Kedua partai ini dikenal sebagai rival, terutama melihat riwayat hubungan ketua umumnya masing-masing.

Berkoalisi memang hal yang lumrah bagi semua partai. Akan tetapi, koalisi antara Demokrat dan PDIP, sepertinya sudah terlanjur dianggap sebagai mitos bagi banyak orang. Apa yang menyebabkan mitos itu akhirnya pecah?

Koalisi Biasa yang Pragmatis?

Jika ditelusuri, jejak hubungan PDIP dan Demokrat nyatanya tidak benar-benar renggang. Kedua partai berhaluan nasionalis ini kerapkali berpadu  dalam berbagai pemilihan di tingkat lokal. Keduanya tergolong sering mendukung satu kandidat yang sama terutama dalam koalisi besar.

Kondisi serupa juga terjadi pada langkah Demokrat mendukung Ganjar yang merupakan kader PDIP. Demokrat bergabung bersama PDIP, Nasdem, dan PPP untuk mendukung Gubernur Jateng, sang petahana tersebut.

PDIP-Demokrat: Mesra Demi Ganjar?

Jenis koalisi yang melibatkan banyak partai, kerap dipandang sebagai langkah yang pragmatis. Partai-partai tersebut hanya ingin bermain aman dengan memilih calon yang paling populer. Dengan begitu, partai dapat dengan lebih mudah meraih kemenangan di Pilkada wilayah tersebut.

Memberi dukungan pada Ganjar memang langkah yang rasional. Ganjar adalah petahana dengan tingkat keterpilihan yang tinggi. Mantan anggota DPR tersebut, unggul jauh hingga di atas 50 persen pada survei versi LSI. Jika ingin menang mudah, maka langkah Demokrat mendukung sang gubernur petahana tergolong wajar.

Jika hanya bersifat elektoral, banyak yang menduga koalisi ini bisa berlanjut hingga ke Pilpres 2019. Sejauh ini, PDIP memiliki kader kuat untuk menjadi capres di 2019 dalam diri petahana, Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di lain pihak, Demokrat juga tengah menjual nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk menjadi pemimpin baru bagi Indonesia.

Baca juga :  The Tale of Budi Gunawan

Petinggi-petinggi Demokrat, seperti Hinca Panjaitan dan Agus Hermanto tidak menampik kemungkinan tersebut. Jika PDIP dan Demokrat bersatu mengusung Jokowi dan AHY, maka kemungkinan besar kursi RI-1 dan RI-2 dapat dikunci dengan mudah. Tetapi benarkah hubungan tersebut hanya bersifat kemenangan elektoral semata?

Jateng dalam Pusaran Bisnis

Menilai langkah Demokrat merapat ke PDIP di Pilgub Jateng sebagai langkah pragmatis elektoral dapat dikatakan sebagai hal yang terburu-buru. Hal ini terutama jika melihat berbagai bisnis yang ada di provinsi yang beribukota di Semarang tersebut.

Jateng memang kalah pamor jika dibandingkan provinsi lain di Pulau Jawa, seperti Jawa Barat dan DKI Jakarta. Akan tetapi, bukan berarti provinsi ini kering akan aktivitas bisnis. Ada banyak bisnis besar di provinsi yang terdiri dari 35 kabupaten dan kota tersebut.

Jateng merupakan tuan rumah bagi salah satu industri rokok terbesar di Indonesia, yaitu PT Djarum. Salah satu produsen rokok paling mentereng di Indonesia ini memang berkedudukan di Kudus, salah satu Kabupaten yang terletak di Jateng.

Selain Djarum, perusahaan terkemuka lain yang berkedudukan di Jateng adalah  Sritex. Perusahaan tekstil terkemuka tersebut berasal dari Solo. Selain itu, perusahaan ini juga memiliki pabrik di Sukoharjo.

Di luar Sritex, Jateng memang menjadi pesona baru bagi industri tekstil di Indonesia. Disebutkan bahwa pada tahun 2015, ada 47 pabrik tekstil melakukan relokasi ke provinsi yang bertetangga dengan Yogyakarta tersebut. Lahan di Jateng dianggap lebih murah bagi industri tersebut, ketimbang wilayah lain seperti Jabar.

Industri semen juga banyak mengambil tempat di provinsi yang memiliki banyak candi tersebut. Terdapat banyak pabrik semen yang tersebar ke beberapa kabupaten seperti Rembang, Pati, Cilacap, dan Banyumas. Perusahaan semen nasional dan multinasional ini berlomba membuka pabriknya di provinsi ini.

Kendal, salah satu kabupaten di Jateng juga menjadi primadona baru bagi investasi di Indonesia. Di kabupaten yang bertetangga dengan Semarang tersebut, kini bercokol Kawasan Industri Kendal yang diresmikan pada 2016 lalu.

PDIP-Demokrat: Mesra Demi Ganjar?
Presiden Jokowi dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong saat meresmikan Kawasan Industri Kendal (Foto: Istimewa)

Di kawasan industri anyar tersebut, disebutkan telah ada 60 perusahaan yang berinvestasi. Angka ini melampaui target yang dipatok Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yaitu 50 perusahaan. Sebagian besar industri tersebut bergerak di bidang manufaktur.

Ketertarikan dunia untuk melirik Jateng sebagai lokasi pabriknya, juga karena besaran Upah Minimun Provinsi (UMP) yang amat rendah. UMP di provinsi ini hanya mematok angka minimal Rp 1.486.065 saja, dan merupakan yang terendah nomor dua di Indonesia, di bawah Yogyakarta.

Melihat kondisi-kondisi tersebut, provinsi dengan jumlah penduduk nomor tiga terbanyak di Indonesia ini, memang tidak bisa dipandang remeh. Karena sebenarnya ada banyak aliran rupiah di provinsi ini. Untuk itu, sangat penting bagi Jateng memiliki Gubernur yang pro dunia usaha.

Baca juga :  2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Mencari Gubernur Ramah Usaha

Jika dilihat dari riwayatnya, Demokrat memiliki latar belakang yang cukup baik dengan dunia usaha. Tidak hanya berhubungan erat, beberapa pengusaha bahkan juga pernah menduduki jabatan penting di struktur partai yang identik dengan warna biru tersebut.

Secara khusus, Demokrat memiliki kedekatan dengan pebisnis yang berusaha di Jateng. Ini nampak misalnya pada kedekatan Demokrat dengan Lukminto, sang pendiri Sritex. Saat Lukminto wafat, Roy Suryo bahkan hadir mewakili SBY untuk menunjukkan rasa dukanya. Kedekatan serupa disinyalir terjalin pula dengan dua bersaudara bos grup Djarum.

Kedekatan Demokrat dengan dunia usaha, dapat mempengaruhi partai tersebut dalam menentukan calon yang diusung di Pilgub Jateng. Partai ini bisa saja mengambil nama Cagub yang paling aman bagi dunia usaha tersebut.

Berdasarkan riwayat sejauh ini, nama Ganjar Pranowo memang tergolong ramah bagi dunia usaha. Di masa kepemimpinannya, investasi di Jateng mengalami pertumbuhan yang cukup pesat.

Sejak tahun 2013, pertumbuhan investasi di provinsi yang mayoritas penduduknya berbahasa Jawa ini tergolong pesat. Pertumbuhan investasi di provinsi ini mencapai 52,31 persen setiap tahunnya. Triliunan dana dialirkan setiap tahunnya ke provinsi ini.

Di bawah Ganjar, total investasi mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada 2013 total investasi berada di angka Rp 16,9 triliun. Angka ini meningkat pada tahun 2014, menjadi Rp 18 triliun. Di tahun 2015, total investasi kembali bertambah menjadi Rp 26 triliun. Pada tahun 2016, total investasi telah tembus mencapai Rp 46 triliun.

Ganjar memiliki kebijakan yang memudahkan investasi di provinsi tempatnya menjabat. Di provinsi bersemboyan “Prasetya Ulah Sakti Bhakti Praja” tersebut, ia menerapkan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Kebijakan ini dinilai memudahkan perizinan bagi dunia usaha.

Selain berinovasi dalam hal perizinan, Ganjar juga tergolong rajin menjalin hubungan dengan dunia usaha. Dalam berbagai kunjungannya kabupaten-kabupaten, ia kerap menyempatkan diri untuk bertemu dengan para pengusaha. Selain itu, ia juga tidak ragu berburu investasi bahkan hingga ke luar negeri.

Melihat kondisi tersebut, ada indikasi bahwa dukungan Demokrat kepada Ganjar tidak sepenuhnya demi kepentingan elektoral semata. Pengusaha yang dekat dengan partai ini dapat memberikan bisikan agar mau merapat ke kandidat yang diusung PDIP tersebut.

Dapat dikatakan bahwa dibalik terobosan koalisi PDIP dan Demokrat, juga memiliki kaitan yang erat dengan dunia bisnis. Dengan begitu, langkah Demokrat merestui Ganjar sebagai kader PDIP tidak hanya rasional secara politik saja, tetapi juga secara bisnis. (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dasco’s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

The Pig Head in Tempo

Teror kepala babi dan bangkai tikus jadi bentuk ancaman kepada kerja-kerja jurnalisme. Sebagai pilar ke-4 demokrasi, sudah selayaknya jurnalisme beroperasi dalam kondisi yang bebas dari tekanan.

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...