Partai Mahasiswa Indonesia jadi perbincangan karena sebagian orang menilai terbentuknya partai ini sebagai sebuah kesalahan besar. Tentunya karena secara sosio-historis mahasiswa merupakan entitas yang datang dan pergi setelah selesai, tidak permanen. Lantas, mungkinkah partai mahasiswa merupakan simbol runtuhnya intelektual mereka?
Jelang Pemilu 2024, publik dikagetkan dengan pemberitaan adanya Partai Mahasiswa Indonesia. Partai ini mencuri perhatian publik dengan berbagai macam kontroversi dan penilaiannya, dan kebanyakan pihak menilai partai ini cenderung negatif.
Partai Mahasiswa Indonesia merupakan salah satu dari 76 partai politik yang berhak mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengikuti Pemilu 2024. Partai ini juga telah resmi berbadan hukum sejak 21 Januari 2022.
Jika merujuk sejak terdaftar, maka partai ini bukanlah partai baru. Hanya saja keberadaannya baru mengemuka ke publik belakangan ini dikarenakan respons pihak, misalnya dari aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) yang menolak dikaitkan dengan partai tersebut.
Alasan BEM SI menolak, karena Partai Mahasiswa Indonesia dianggap tidak mewakili perjuangan mahasiswa dan justru dicurigai sengaja dibentuk untuk ditunggangi kepentingan politik tertentu. Ada pula kekhawatiran, partai ini untuk memecah gerakan mahasiswa yang saat ini sedang fokus melakukan kritik kepada pemerintah.
Partai ini dipimpin oleh Eko Pratama, yang merupakan Koordinator Pusat BEM Nusantara, yang merupakan salah satu kelompok gerakan mahasiswa yang paling dikenal di Indonesia dan belakangan diketahui menjadi dua kubu.
Kaharuddin, Koordinator BEM SIa, mengatakan seharusnya perjuangan mahasiswa dilandaskan pada gerakan moral dan menghindari politik praktis. Sehingga, ia sangat keberatan jika embel-embel mahasiswa digunakan pada penamaan partai.
Karena mahasiswa perlu menjaga independensinya, maka wajar muncul kekhawatiran. Kemunculan partai ini akan dicurigai ingin membuat gerakan mahasiswa tidak lagi dipandang sebagai gerakan moral yang berpihak pada masyarakat, tapi dilandasi kepentingan politik tertentu.
Tidak sampai di situ, kritik juga disampaikan Adi Prayitno, pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, yang mempertanyakan eksistensi partai ini karena sikap politiknya yang tidak jelas, sumber dananya yang tidak diketahui, serta sepak terjang pengurusnya yang jarang terdengar.
Meski sebenarnya pertanyaan Adi ini bisa juga kita berikan kepada tiap partai politik di Indonesia. Karena pertanyaan itu merupakan pertanyaan universal yang merupakan permasalahan laten partai politik di negeri ini.
Lantas, mungkinkah partai mahasiswa ini dapat eksis pada percaturan politik Indonesia?
Mahasiswa Kehilangan Marwah?
Jika menengok kembali lintas sejarah di Indonesia, maka dasar perubahan dalam masyarakat, khususnya pada dunia politik hampir selalu dilakukan oleh mahasiswa. Mahasiswa terbukti mampu menjadi pelopor dalam sejarah bangsa.
Mahasiswa merupakan bagian dari rakyat, bahkan ia merupakan rakyat itu sendiri. Mahasiswa sebagai tumpuan berbagai pihak. Mereka sering disebut sebagai harapan bangsa, harapan negara, harapan masyarakat, harapan keluarga, bahkan harapan dunia.
Jargon perubahan juga disematkan kepada mahasiswa dengan istilah mahasiswa sebagai agen perubahan (agent of change) yang seringkali menjadi pemicu dan pemacu perubahan-perubahan dalam masyarakat.
Tapi semua pernyataan di atas tidak lantas mengafirmasi bahwa mahasiswa dapat membuat partai politik sebagai media perjuangannya. Karena jika ditinjau dari segi usia pendidikan di perguruan tinggi saja, status mahasiswa umumnya paling lama tujuh tahun.
Pernyataan seperti ini ditegaskan oleh Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun, status mahasiswa yang sementara telah menunjukkan kontradiksi karena partai politik sifatnya tepat, tidak sementara. Dengan tegas ia melihat pembuatan partai ini adalah sebuah tindakan yang tidak masuk akal.
Tidak hanya itu, soal dana pembentukan Partai Mahasiswa Indonesia juga perlu dikupas kembali. Karena dalam panggung politik, dalam membentuk partai politik tidaklah mudah dan murah. Partai tidak hanya perlu popularitas maupun elektabilitas, tapi juga harus punya “isi tas”.
Menghidupkan partai politik dengan segala biaya yang mahal jadi masalah serius, karena harus menghidupkan tiap cabang-cabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Legitimasi pimpinan pusat pengurus parpol diukur dari sejauh mana pusat loyal menghidupkan cabang-cabang mereka.
Untuk membentuk partai politik yang memiliki cabang di semua provinsi di Indonesia, akan membuat para mahasiswa yang tergabung dalam Partai Mahasiswa Indonesia menghadapi dinamika laten parpol yang disebut dengan political fundraising atau penggalangan dana politik.
Semakin jelas, bahwa mahasiswa membentuk partai politik itu justru menyalahi kodratnya, karena status mahasiswa itu temporary. Sedangkan partai politik merupakan alat politik yang harus tetap eksis dalam kurun waktu yang panjang dikarenakan membutuhkan waktu untuk mewujudkan cita-cita politiknya.
Kodrat politik mewajarkan partai politik bertarung dalam panggung politik dengan motif kekuasaan dan orientasi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan itu sendiri. Sedangkan mahasiswa merupakan anti-tesis dari keadaan alami partai politik tersebut.
Jika nantinya para mahasiswa terjun di partai politik, maka mereka akan berorientasi pada kekuasaan. Orientasi memenangkan pemilu untuk merebut kekuasaan pastinya akan lumrah. Hal ini hanya semakin memperlihatkan bahwa mahasiswa semakin jauh dari marwah mereka.
Marwah mahasiswa merupakan proyeksi dari sikap seseorang yang mempunyai jiwa muda, punya semangat berjuang yang tinggi, dan mereka senantiasa menjadi agen perubahan. Mereka adalah orang yang di pundaknya diberikan tanggung jawab moral untuk siap sedia membela masyarakat.
Karena masyarakat menaruh kepercayaan penuh kepada mahasiswa untuk menjadi wakilnya dalam mengawal setiap kebijakan dan aturan pemerintah. Mahasiswa sebagai akademisi diharapkan mampu untuk menyuarakan aspirasi masyarakat dan mampu untuk memberikan jalan keluar.
Well, lantas seperti apa melihat dinamika pentingnya mahasiswa menjaga marwah mereka dalam literasi ilmu politik?
Mahasiswa Harusnya di Luar?
Kekuatan mahasiswa terbentuk dalam sejarah pergerakan sebagai kekuatan yang lahir dari protes-protes di jalan terhadap kekuasaan yang menyimpang. Ini biasa disebut dengan kekuatan ekstra-parlementer.
Dapat diketahui bahwa dengan terlibatnya kekuatan politik di luar parlemen, membuat para pengambil kebijakan publik lebih berhati-hati karena pressure yang terbentuk berada di luar jangkauan lobi-lobi para politisi. Itu idealnya konstruk kekuatan politik mahasiswa.
Gerakan mahasiswa ini masuk ke dalam bagian gerakan sosial. Gerakan sosial merupakan suatu kegiatan terorganisir yang bertujuan untuk mendorong atau menghambat suatu perubahan sosial dan dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki tujuan tertentu demi mewujudkan kepentingan bersama.
Sukmana dalam bukunya yang berjudul Konsep dan Teori Gerakan Sosial, menyebut gerakan sosial dikelompokkan ke dalam dua tipe, yaitu gerakan sosial umum dan gerakan sosial khusus. Ada pula tipe gerakan sosial yang berdasarkan tujuannya, yakni gerakan reformasi dan gerakan revolusi.
Mahasiswa sebagai agent of change mempunyai peran penting dalam menciptakan perubahan sosial di Indonesia. Gerakan mahasiswa memiliki peran sebagai pengawal kebenaran dan kontrol sosial terhadap lingkungan sosial dan penyelenggaraan pemerintahan pada suatu wilayah maupun negara.
Oleh karena itu, gerakan mahasiswa haruslah berada di luar kekuasaan. Tindakan ini dipilih karena penting mahasiswa menjaga independensinya dan tentunya juga objektivitasnya dalam menilai sebuah permasalahan.
Karena gerakan mahasiswa berbeda dengan gerakan sosial yang dibentuk oleh elemen masyarakat lainnya, ciri gerakan sosial mahasiswa sejatinya bermodalkan intelektualitas. Mereka adalah kumpulan kaum intelektual yang gelisah akan nasib negeri.
Sangat disayangkan jika intelektualitas mahasiswa terbuai oleh bujuk rayu penguasa. Alih-alih bersatu untuk merapatkan barisan, sebagian dari kelompok mahasiswa ini malah membuat partai politik yang mencederai marwah gerakan mahasiswa.
Sebagai penutup, sebuah keyakinan kami hadirkan, bahwa masih ada harapan intelektualitas mahasiswa tetap terjaga dari godaan penguasa. Sebab, sejarah membuktikan bahwa lahirnya bangsa Indonesia diantaranya disebabkan oleh perjuangan kaum muda terpelajar. (I76)