Site icon PinterPolitik.com

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

NasDem adalah Duri Bagi PDIP?

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh memeluk Anies Baswedan (Foto: Antara)

Dengarkan artikel ini:

https://www.pinterpolitik.com/wp-content/uploads/2024/11/paloh-1_tyio1edh.mp3

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).


PinterPolitik.com

Sinyal kuat regenerasi posisi Ketum Partai NasDem yang disampaikan sendiri oleh Surya Paloh membuka ruang interpretasi sangat menarik.

Terutama, yang terkait dengan bagaimana penerusnya mengondolidasikan Partai NasDem secara internal dan menyeimbangkan dinamika politik-kekuasaan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Nama terakhir dinilai masih relevan dengan pengaruh dan bargain politik yang dimilikinya terhadap berbagai stakeholder politik berpengaruh. Pun dengan riwayat pasang surut hubungannya dengan Surya Paloh.

Kembali ke penerus Surya Paloh, Partai NasDem bisa saja dihadapkan pada keputusan sulit untuk minimal menjaga eksistensi dan reputasi mereka di blantika politik nasional. Tak terkecuali dengan sang petahana yang tentu tak ingin menyerahkan kursi pimpinan ke tangan yang kurang tepat.

Pernyataan lanjutan Surya Paloh bahwa sang anak, Prananda Paloh, tak akan menjadi penerus dalam waktu dekat membuat peluang sosok-sosok alternatif muncul dan bisa membedakan Partai NasDem dengan PDIP dan Partai Demokrat bersama isu “trah keluarga” masing-masing. Khususnya, sebagai representasi tajuk “restorasi” dan “progresif”.

Jika demikian, transisi pucuk pimpinan dari Surya Paloh bisa sangat krusial dan akan menjadi pertaruhan Partai NasDem. Mengapa demikian?

Wajib Loyalis Paloh?

Sebagai putra berdarah Aceh, refleksi masa lalu kepemimpinan Surya Paloh yang berhasil membawa kejayaan Partai NasDem kiranya serupa tapi tak sama dengan bagaimana suksesi kepemimpinan penguasa Tanah Rencong di masa lalu.

Tidak hanya sebagai refleksi historis, tetapi juga pelajaran berharga bila menengok apa yang terjadi setelah Sultan Iskandar Muda yang membawa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam harus meletakkan kekuasaannya.

Penerusnya, Sultan Iskandar Tsani Alauddin Mughayat Syah, kendati sanggup mengelola relasi dengan orang-orang kaya di Aceh dan berusaha untuk melakukan sentralisasi kekuasaan seperti yang dilakukan oleh Iskandar Muda, tapi mengalami kesulitan untuk menapaki jejak kesuksesan Sultan Iskandar Muda.

Dalam momentum takdir sejarah, Sultan Iskandar Tsani sayangnya menjadi titik balik penurunan kejayaan dan pengaruh Aceh Darussalam.

Kisah tersebut, sekali lagi, bisa saja terjadi pada Partai NasDem pasca era Surya Paloh jika tak menemukan penerus tepat.

Tantangan utama penerus Surya Paloh, andai transisi terjadi dalam waktu dekat, kiranya adalah positioning politik.

Ya, pasca Pilpres 2024, Surya Paloh tampaknya menerapkan strategic ambiguity atau ambiguitas strategis yang berarti tindakan atau kebijakan yang sengaja dirancang atau disampaikan secara tidak jelas atau ambigu, sehingga memberikan ruang interpretasi yang beragam bagi pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah interaksi, dalam hal ini politik.

Setelah memutuskan mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) dan harus kalah, Surya Paloh memutuskan mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan gestur yang cenderung “ambigu”.

Hal itu kiranya terbukti dari nihilnya kader Partai NasDem di Kabinet Merah Putih, yang boleh jadi memiliki korelasi dengan hubungan Surya Paloh dengan berbagai aktor politik prominen lain dalam pusaran kekuasaan, terutama Jokowi.

Tak sulit menelusuri panas-dingin hubungan Surya Paloh dan Jokowi dalam pemberitaan yang kemudian teraktualisasikan dalam dinamika aspek sosial, politik, bahkan tak menutup kemungkinan aspek politik-hukum.

Oleh karena itu, untuk mempertahankan basis suara, Partai NasDem kiranya membutuhkan sosok loyalis Surya Paloh sebagai prasyarat utama penerus ketum partai.

Prasyarat itu kemudian berkelindan dengan poin berikutnya, yakni dapat mengonsolidasikan partai secara kuat di internal, sekaligus membentengi menyeimbangkan kepentingan keluarga Paloh dari potensi politik-hukum. Aspek terakhir, tentu terkait dengan menempatkan prioritas partai serta kemampuan melakukan positioning politik.

Saat penerus Surya Paloh bisa saja menjadi spekulasi dengan melihat jejaring kekuasaan internal dan relasi di antara mereka, “opsi radikal” penerus Surya Paloh tak menutup kemungkinan hadir di meja analisis dan internal Partai NasDem.

Anies Paling Tepat?

Bukan Ahmad Sahroni, Ahmad Ali, maupun tokoh senior, muda dan progresif Partai NasDem lainnya, opsi menjadikan Anies Baswedan sebagai Ketum Partai NasDem tentu tak berlebihan dikemukakan.

Berkaca pada transisi kepemimpinan Kesultanan Aceh Darussalam di atas, Sultan Iskandar Tsani sendiri bukan seorang Aceh tulen karena berasal dari Pahang, kini bagian dari Malaysia.

Anies pun serupa tapi tak sama karena sama sekali bukan kader partai tulen (kendati jadi salah satu deklarator Ormas NasDem), namun dinilai memiliki modal sosial-politik khas untuk memimpin Partai NasDem.

Andai didukung oleh suara mayoritas partai, “para pemodal”, plus restu Surya Paloh, Anies tampak menjadi opsi menarik bagi Partai NasDem sekaligus akan mewarnai blantika politik Indonesia ke depan.

Dalam konteks ini, relasi apik dengan Surya Paloh dengan kekuatan konglomerasi media dan bisnis lainnya, bisa selaras dengan mirroring positioning politik Partai NasDem dan Paloh sebelumnya di hadapan aktor politik lain, termasuk Prabowo dan Jokowi.

Namun sebelum itu, tantangannya adalah, bagaimana nantinya Anies dapat diterima oleh para faksi kepentingan di internal Partai NasDem mengingat eksistensi faksi di internal parpol di Indonesia cenderung bukan berlandaskan factions of principle atau faksi prinsipil, melainkan factions of interest atau faksi kepentingan yang begitu pragmatis. Persis sebagaimana yang dijelaskan oleh analis politik Italia, Giovanni Sartori.

Tantangan aspek politik-hukum juga menjadi hal tak kalah penting lain. Tak hanya bagi skenario kandidat seperti Anies, tetapi sosok lainnya agar justru tak menjadi bumerang bagi Partai NasDem.

Tetapi, penjelasan di atas merupakan salah satu interpretasi semata. Yang jelas, momen pergantian Surya Paloh dengan sosok lain sebagai Ketum Partai NasDem akan menjadi sangat krusial bagi dinamika politik Tanah Air. (J61)

Exit mobile version