Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK di Bengkulu pekan lalu menjadi viral karena ditanggapi oknum jaksa.
PinterPolitik.com
Dunia media sosial Indonesa kembali heboh. Sejak Senin (12/6), beredar dua foto yang berisi masing-masing dua orang jaksa yang memegang selembar kertas ‘protes’. Pada kertas yang dipegang jaksa pria tertulis “Kami terus bekerja walau anggaran terbatas. Kami tetap semangat walau tanpa pencitraan. Kinerja kami jangan kamu hancurkan dengan #OTTRecehan”.
Sementara itu, di foto lain, seorang jaksa perempuan memegang kertas bertuliskan “Sudah ribuan perkara korupsi kami tangani, sudah triliunan uang negara kami selamatkan. Kinerja kami jangan kamu hancurkan dengan #OTTRecehan”.
Karena dua foto itu, hingga Selasa (13/6), linimasa media sosial di Indonesia pun dipenuhi tagar #OTTRecehan.
Para Jaksa Lakukan Serangan Balik ke KPK Lewat Tagar #OTTRecehan https://t.co/UCXDWrRe2m pic.twitter.com/8TZy4cttCA
— globalindo.co (@globalindodotco) June 12, 2017
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Muhammad Rum membenarkan bahwa ada sejumlah jaksa yang membuat sikap terkait operasi tangkap tangan (OTT) terhadap oknum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
“Intinya memang mereka (para jaksa) telah bekerja optimal, maka mereka kecewa dengan perilaku oknum jaksa PP di Kejati Bengkulu yang mencoreng kinerja mereka,” ujar Rum, seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (12/6/2017).
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap secara ‘OTT’ Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba. Dia diduga menerima suap terkait pengumpulan data dan bahan keterangan terkait proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
“KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu pada Jumat dinihari sekitar pukul 01.00 WIB atas informasi dari masyarakat adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek-proyek di BWS VII Bengkulu,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 9 Juni 2017.
Dalam operasi tangkap tangan itu, selain Parlin, KPK juga menangkap pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan, Manjudo Murni Suhardi.
Saat operasi tangkap tangan, tim KPK menyita barang bukti berupa uang senilai Rp 10 juta. Diduga, sebelumnya Parlin telah menerima uang sebesar Rp 150 juta.
Terkait #OTTRecehan, Rum mengatakan, “kamu” dalam tulisan tersebut ditujukan kepada Parlin, bukan KPK yang menegakkan hukum. Menurut Rum, sejak awal, Kejaksaan mendukung penuh langkah KPK memberantas oknum jaksa.
“Sikap Kejaksaan kan sudah jelas, memberi akses kepada penyidik KPK untuk mengungkap perkara tersebut,” kata Rum.
Sedangkan Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan para jaksa terhadap rekan kerjanya yang melakukan pelanggaran hukum.
“Saya memandangnya itu sebagai kekecewaan pada teman-temannya atau oknum yang melakukan penyimpangan. Ini sebenarnya bentuk kekecewaan jaksa- jaksa yang tentunya berintegritas berdedikasi tinggi meski di tengah keterbatasan dia masih menjalankan tugasnya dengan baik. Ketika ada oknum yang melakukan perbuatan atau penyimpangan itu menjadi kekecewaan mereka. Itu saja sebenarnya,” ujar Prasetyo saat ditemui wartawan di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (12/6/2017), seperti dilansir dari Kompas.com.
Konsisten Melawan Korupsi
Pihak KPK sendiri menyambut #OTTRecehan itu sebagai bentuk kritik. Namun demikian, Pimpinan KPK, Laode M Syarief, menegaskan bahwa penyidik KPK selalu melihat dampak menyeluruh dari tindakan korupsi tersebut, bukan berdasarkan jumlah uang yang disita oleh KPK.
“KPK tidak pernah melihat jumlah berapa yang di-OTT, jumlah objeknya. Ada kita mendapatkan miliaran, ada kita dapatkan Rp 100 juta, ada mendapatkan hanya Rp 10 juta. Tapi lihat akibat dari itu,” kata Laode saat ditemui di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (13/6).
Sedangkan, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Tama S Langkun, menegaskan bahwa kalimat ‘recehan’ tersebut tidak tepat. Korupsi, berapa pun besarannya, harus ditindak.
(Berbagai Sumber/H31)