Kunjungan Puan Maharani dalam beberapa hari terakhir ke beberapa elite Partai Golkar memang melahirkan spekulasi. Yang paling kuat berhembus adalah Golkar sedang didekati untuk keluar dari koalisi pemenangan Prabowo Subianto dan bergabung dengan koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo. Jusuf Kalla dan Luhut Binsar Pandjaitan adalah salah dua elite Golkar yang ditemui Puan. Akankah berhasil?
“All political parties die at last of swallowing their own lies.”
– John Arbuthnot (1667-1735), polymath asal Skotlandia
Manuver safari politik yang dilakukan Ketua DPR RI sekaligus Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP, Puan Maharani dengan berkunjung ke elite-elite Golkar memang menarik untuk dilihat. Pada Rabu, 4 Oktober 2023, Puan menemui senior Golkar, Jusuf Kalla (JK), di kediamannya di Jakarta Selatan.
Dalam pertemuan tersebut, Puan mengenakan batik berwarna kuning khas Golkar. Gestur ini menarik karena menjadi semacam simbol politik bahwa PDIP sepertinya memposisikan diri “memberikan penawaran dengan terbuka”. Puan seolah mengisyaratkan bahwa tak masalah jika harus berbaju kuning alias bersatu kepentingan dengan Golkar dalam koalisi.
Sebelumnya, Puan juga telah melakukan pertemuan dengan politisi senior Partai Golkar lainnya, Luhut Binsar Pandjaitan. Posisi Luhut juga penting karena menjadi kunci kekuatan sokongan partai Golkar sejak Presiden Jokowi berkuasa. Luhut adalah orang yang membawa gerbong Golkar ke dalam kekuasaan.
Meskipun Puan tidak secara eksplisit menyatakan adanya ajakan ke Golkar agar bergabung dengan PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo pada Pilpres 2024, beberapa tanda menunjukkan kemungkinan adanya koalisi antara kedua partai tersebut. Puan misalnya meminta awak media bertanya langsung kepada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto soal kemungkinan Golkar merapat ke koalisi Ganjar.
Airlangga sendiri menjawab bahwa sejauh ini “hilal-nya belum kelihatan”. Konteks “hilal” ini menarik karena bisa berarti banyak hal, apakah itu soal kesepakatan bersama yang belum tercapai, persoalan cawapres yang akan diusung, negosiasi finansial, posisi atau jabatan jika menang, dan lain sebagainya.
Lebih menarik lagi, pendekatan Puan ini memang menunjukkan bahwa partai banteng tengah serius melakukan operasi menjaring Golkar. Mengapa itu dilakukan dan akankah berhasil?
Operasi Menjaring Golkar
Jika bicara soal pembentukan koalisi partai politik, ada satu konsep yang dikenal dengan sebutan bargaining of coalition formation alias tawaran pembentukan koalisi. Dalam politik ini merujuk pada konsep bahwa partai politik atau kelompok politik saling berunding atau bernegosiasi untuk membentuk koalisi pemerintahan.
Koalisi politik terbentuk ketika partai atau kelompok politik tidak memiliki kekuatan mutlak dalam untuk menyongsong gelaran Pemilu, dan oleh karena itu, mereka perlu bekerja sama untuk meraih kemenangan.
Beberapa tokoh macam William H. Riker membahas kompleksitas pembentukan koalisi ini dalam karyanya The Theory of Political Coalitions yang membahas konsep-konsep kunci dalam teori koalisi.
Sementara Robert A. Dahl dalam karyanya Polyarchy: Participation and Opposition membahas konsep inklusivitas politik dan efeknya terhadap pembentukan koalisi. Tokoh-tokoh lain yang juga membahas persoalan koalisi politik ini antara lain Vincent Ostrom dan Adam Przeworski.
Penting juga untuk dicatat bahwa konsep bargaining of coalition formation melibatkan kontribusi dari berbagai bidang, termasuk ilmu politik, ekonomi, dan teori permainan (game theory). Oleh karena itu, banyak ahli dari berbagai latar belakang yang telah memberikan wawasan berharga dalam pemahaman tentang proses ini.
Beberapa aspek yang terkait dengan teori ini melibatkan negosiasi antarpartai, pembagian kekuasaan, dan distribusi sumber daya politik. Beberapa teori bargaining of coalition formation menekankan faktor-faktor seperti ideologi politik, tujuan kebijakan, dan dukungan elektoral dalam proses pembentukan koalisi.
Secara umum, tahap-tahap dalam teori bargaining of coalition formation dapat mencakup negosiasi – di mana partai-partai politik yang potensial untuk membentuk koalisi terlibat dalam negosiasi untuk menentukan kondisi dan persyaratan kerja sama. Ini bisa melibatkan pembagian kursi kabinet, jabatan, dan kebijakan-kebijakan tertentu.
Tahapan selanjutnya adalah pembentukan kesepakatan, di mana partai-partai tersebut mencapai kesepakatan formal atau tidak formal mengenai bagaimana koalisi akan dibentuk dan dijalankan. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Proses ini melibatkan konsensus dan koordinasi antara partai-partai koalisi.
Tahap terakhir tentu saja adalah pemeliharaan koalisi itu sendiri. Penting adanya untuk menjaga stabilitas koalisi. Proses ini melibatkan manajemen konflik internal, penanganan perbedaan pendapat, dan pemeliharaan kepercayaan antarpartai.
Teori bargaining of coalition formation sendiri mencoba menjelaskan dinamika kompleks dalam proses pembentukan koalisi politik dan memberikan pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil dari negosiasi antarpartai.
Dalam konteks Golkar dan PDIP, tahapan-tahapan ini tentu sedang dijalankan. Golkar sendiri sangat mungkin ada di posisi kurang “diperhatikan” dalam koalisi Prabowo Subianto. Kondisi ini bisa terlihat makin jelas pasca bergabungnya Partai Demokrat. Prabowo memang terlihat lebih dekat ke SBY dalam banyak kesempatan.
Memecah Belah Prabowo?
Sedangkan dari sisi PDIP, manuver menjaring Golkar ini bisa jadi jalan untuk memperlemah kubu Prabowo. Bagaimanapun juga, jika merujuk hasil-hasil survei, saingan terberat Prabowo adalah Ganjar Pranowo yang menjadi sosok usungan PDIP.
Dengan demikian, menjerat Golkar sebagai partai dengan kursi terbanyak di koalisi Prabowo akan berdampak signifikan untuk Ganjar. Sedangkan bagi Golkar, penting bagi partai kuning ini untuk mendapatkan jaminan posisi yang setinggi-tingginya – katakanlah sebagai cawapres. Kita tahu, meski Airlangga tak begitu populer dan punya elektabilitas rendah, di Golkar masih ada sosok seperti Ridwan Kamil yang sangat bisa diusung menjadi cawapres. Ini bisa menjadi daya tawar Golkar yang pada akhirnya bisa saja membuat partai ini pindah.
Pada dasarnya, efek pindahnya Golkar ke koalisi dengan PDIP akan tergantung pada beberapa faktor. Faktor pertama adalah dinamika koalisi. Jika Partai Golkar bergabung dengan koalisi yang kuat dan stabil dengan PDIP, ini bisa memperkuat posisi koalisi tersebut secara keseluruhan. Namun, jika ada ketidakstabilan internal dalam koalisi, hal tersebut bisa mempengaruhi citra politik semua partai yang terlibat.
Kemudian, perpindahan partai ke dalam atau keluar dari koalisi dapat mempengaruhi dukungan publik. Jika Golkar pindah ke koalisi dengan PDIP dan mendukung kebijakan yang populer, ini bisa memperkuat posisi mereka. Sebaliknya, jika ada perlawanan dari basis pemilih Golkar terhadap langkah tersebut, hal ini bisa berdampak negatif. Dan masih banyak faktor lainnya.
Hal-hal ini hanya sebagian kecil dari banyak faktor yang dapat mempengaruhi dinamika politik di Indonesia. Penting untuk diingat bahwa politik adalah arena yang dinamis dan dapat mengalami perubahan dengan cepat.
Pada akhirnya operasi PDIP menjaring Golkar ini akan jadi satu dari banyak dinamika yang akan terus terjadi. Kalaupun Golkar kesulitan untuk mendapatkan posisi cawapres Prabowo, mengapa tidak menerima ajakan PDIP. Syukur-syukur jika kader Golkar-lah yang kemudian dipinang jadi cawapres Ganjar. Menarik untuk ditunggu kelanjutannya. (S13)