Isu kudeta Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Partai Golkar kembali berhembus kencang. Apakah Airlangga benar-benar akan dikudeta kali ini? Mungkinkah terdapat operasi intelijen di balik isu ini?
PinterPolitik.com
“When desertion is not an option, sabotage is a must.” — Curious George Brigade
Bukan kali pertama publik disuguhkan dengan isu kudeta Airlangga Hartarto dari kursi Ketua Umum Partai Golkar. Namun, isu kali ini tampaknya yang paling kuat terasa. Ada tiga alasan kuat di balik simpulan itu.
Pertama, beberapa nama secara terbuka mengatakan akan maju sebagai the next Ketum Golkar. Sejauh ini ada tiga nama besar yang diketahui, yakni Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, dan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet).
Kedua, telah luas beredar narasi keraguan terhadap kepemimpinan Airlangga. Sang Menko Perekonomian disebut dapat menenggelamkan Partai Golkar di Pemilu 2024. Situasi Airlangga yang sulit maju sebagai kandidat di Pilpres 2024 juga disebut sebagai faktor pendorong.
Ketiga, entah kebetulan atau tidak, di tengah isu kudeta, Airlangga dipanggil Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai saksi kasus suap ekspor crude palm oil (CPO). Menjawab 46 pertanyaan, Airlangga diperiksa selama 12 jam pada 24 Juli 2023.
Prajurit Golkar Tengah Desersi?
Apa yang tengah terjadi di Golkar saat ini dapat kita pahami melalui studi perang dan intelijen. Terkait alasan pertama, kita bisa mengutip salah satu literatur perang paling tua dan masyhur, yakni The Art of War.
Di dalamnya, Sun Tzu menjelaskan tanda-tanda apabila prajurit akan melakukan desersi atau pengingkaran tugas. Beberapa tandanya adalah tidak menjaga pos tempat mereka di tempatkan dan mengkonsumsi kuda yang seharusnya menjadi kendaraan tunggangan di medan perang.
Dalam konteks modern, tidak menjaga pos berarti tidak melaksanakan perintah yang diberikan. Kemudian, mengkonsumsi kuda berarti menggunakan sumber daya bukan untuk kepentingan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Pada alasan pertama, itu jelas tanda-tanda desersi. Alih-alih mendukung Airlangga sebagai amanah Musyawarah Nasional (Munas) Golkar 2019, berbagai elite Golkar justru ingin maju menggantikan Airlangga sebagai Ketum Golkar.
Kemudian, pada alasan kedua, itu adalah bagian dari operasi penggalangan intelijen.
Kemudian, pada alasan kedua, itu adalah bagian dari operasi penggalangan intelijen. Pakar isu militer dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menjelaskan bahwa operasi penggalangan intelijen umumnya meliputi tiga tahapan utama, yaitu tahap infiltrasi, intensifikasi/eksploitasi, dan diakhiri tahap evaluasi/konsolidasi.
Irawan Sukarno dalam bukunya Aku “Tiada” Aku Niscaya: Menyingkap Lapis Kabut Intelijen, lebih merinci operasi penggalangan tersebut dengan membaginya ke dalam enam strategi, yakni penyusupan, pencerai-beraian, pengingkaran, pengarahan, penggeseran, dan penggabungan.
Dengan kuatnya narasi bahwa kepemimpinan Airlangga dapat menenggelamkan Golkar di Pemilu 2024 dan memiliki daya tarik yang kecil sebagai kandidat, itu adalah upaya pencerai-beraian, pengingkaran, pengarahan, dan penggeseran sekaligus.
Kader Golkar tengah diceraikan agar tidak solid mendukung Airlangga. Mereka diarahkan dan digeser agar mengingkari kepemimpinan Airlangga dan hasil Munas Golkar 2019.
Publik Tengah Dikondisikan?
Kemudian, alasan ketiga yang sekiranya paling menarik. Jika alasan pertama dan kedua terkait dengan internal Golkar, alasan ketiga tampaknya menyasar eksternal, yakni masyarakat luas.
Terlepas dari apa status Airlangga nantinya, pemeriksaan Airlangga telah membuat persepsi minor di tengah publik. Telah menyebar desas-desus, apakah mungkin Airlangga terlibat di kasus suap ekspor CPO? Apalagi pemeriksaannya sampai memakan waktu 12 jam.
Penafsiran itu adalah konsekuensi tak terelakkan dari kondisi alamiah manusia sebagai animal symbolicum. Manusia dikenal sebagai makhluk yang senantiasa memproduksi simbol atas penafsirannya terhadap dunia.
Menurut filsuf Ernst Cassirer, manusia menciptakan alam semesta yang penuh dengan pemaknaan simbolis. Menurutnya, selalu terdapat bentuk-bentuk simbolis di semua aspek pengalaman hidup manusia.
Kondisi alamiah atau state of nature yang ditegaskan Cassirer, sangat disadari dalam operasi ini. Masyarakat luas yang senantiasa membuat penafsiran atas informasi yang didapatkannya, kemungkinan tengah dikondisikan.
Pesan utamanya satu, yakni Airlangga bukan sosok yang bersih.
Jika operasi penggalangan intelijen ini berhasil, muaranya adalah konsolidasi. Faktor internal dan eksternal akan disatukan. Kepercayaan masyarakat luas dan kader Golkar terhadap Airlangga akan digerus. Itu menjadi alasan kuat berbagai elite Golkar untuk maju mendepak Airlangga dari kursi Ketum Golkar.
Well, kita lihat saja kelanjutannya. Apakah Airlangga berhasil mempertahankan kursinya dan maju sebagai kandidat di 2024, atau justru menerima kenyataan bahwa usaha kudeta akan semakin besar. (R53)