HomeNalar PolitikOpen Loker Cawapres 2029, Puan Maharani? 

Open Loker Cawapres 2029, Puan Maharani? 

Kecil Besar

Dengarkan artikel berikut. Audio ini dibuat dengan teknologi artificial intelligence.

Puan Maharani belakangan terlihat semakin melunak terhadap pemerintah dan khususnya terhadap Prabowo Subianto. Mungkinkah hal ini berujung pada kolaborasi politik menuju Pemilihan Umum 2029? 


PinterPolitik.com 

Terkadang, posisi jabatan di pemerintahan bisa dilihat seperti posisi pekerjaan pada umumnya, ia memiliki masa ketika posisinya  tidak buka lowongan karena sudah diisi orang, tetapi begitu pengumuman lowongan dibuka, para kandidat langsung berlomba-lomba mengajukan lamaran.  

Ada kandidat yang merasa berhak melamar karena berasal dari keluarga pendiri perusahaan. Ada pula yang mengandalkan pengalaman profesional mereka di bidang yang berbeda, berharap latar belakang unik bisa menjadi nilai tambah. Tak ketinggalan, ada kandidat muda yang baru naik daun, mengandalkan inovasi dan kedekatan dengan pemegang saham utama. 

Nah, layaknya pembukaan lowongan pekerjaan pada umumnya, dalam menentukan siapa yang akan maju dalam Pemilihan Umum (Pemilu), para petinggi partai juga tentunya memiliki masa pertimbangan di mana mereka mencoba memilah-milah kandidat mana saja yang kira-kira paling cocok untuk dijadikan sebagai calon presiden dan calon wakil presiden mereka.  

Kendati Pemilu 2029 di Indonesia masih lama, tapi tampaknya Ketua Umum (Ketum) Partai Gerindra, sekaligus Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mulai mencari-cari siapa yang cocok mendampingi dirinya jika ia nanti jadi kembali maju sebagai capres Pemilu 2029. Menariknya, berdasarkan pidatonya ketika Kongres VI Partai Demokrat kemarin, Prabowo sepertinya melempar sinyal bahwa dirinya mulai pertimbangkan Agus Harimurti Yudhyono (AHY), Gibran Rakabuming Raka, dan Puan Maharani, sebagai calon pendampingnya. 

Hal tersebut tampak disiratkan ketika Prabowo menyebut para anak presiden yang duduk di depannya itu memang duduk bersampingan sekarang, tetapi di masa depan bisa saja mereka saling bersaingan. 

Jika asumsi ini benar, tentu menarik untuk dipertanyakan: jika AHY, Gibran, dan Puan berpeluang menjadi cawapres Prabowo, kira-kira siapa yang paling menarik untuk dipilihnya? 

Baca juga :  Jokowi Point of No Return?
image

Battle of the President’s Children? 

AHY, Gibran, dan Puan sama-sama memiliki latar belakang politik yang kuat. Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, AHY memiliki kendali atas mesin politik warisan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), termasuk dukungan kader dan logistik yang cukup solid.  

Di sisi lain, Gibran mewakili kekuatan baru dalam lanskap politik Indonesia, dengan dukungan dari Presiden Joko Widodo yang masih memiliki pengaruh besar di panggung politik nasional. Sementara itu, Puan Maharani membawa nama besar Sukarno dan kendali atas PDIP, partai terbesar di Indonesia saat ini. 

Dengan kekuatan politik dan finansial yang dimiliki masing-masing kandidat, ketiganya layak masuk dalam pertimbangan sebagai pendamping Prabowo di 2029. Namun, ada perbedaan mencolok dalam kapasitas mereka untuk bernegosiasi dan membangun kekuatan politik di luar bayang-bayang keluarga mereka. 

Namun, ada satu faktor kunci yang bisa menentukan siapa yang paling unggul: kemampuan untuk bergerak secara independen dari bayang-bayang orang tua mereka. 

Dari ketiga kandidat, Puan memiliki peluang unik untuk bergerak lebih mandiri dibandingkan AHY dan Gibran. AHY tetap berada dalam bayang-bayang SBY, yang masih menjadi pengarah utama strategi politik Demokrat. Gibran, meskipun mulai membangun citra politiknya sendiri, tetap harus mengikuti garis politik Jokowi, yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda akan benar-benar mundur dari panggung politik. 

Sebaliknya, Puan memiliki kesempatan untuk mendefinisikan dirinya sendiri—tetapi dengan satu syarat: ia harus bisa menggeser dominasi Megawati Soekarnoputri di PDIP. Jika Puan berhasil mengonsolidasikan kekuatan di PDIP dan mengambil alih kendali penuh atas partai, ia bisa menjadi figur yang lebih fleksibel dalam menjalin koalisi, termasuk dengan Prabowo. Ini bisa menjadi faktor penentu dalam pertimbangan Prabowo saat memilih cawapresnya. 

Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa pada akhirnya, pilihan Prabowo terhadap cawapresnya tidak hanya akan ditentukan oleh kekuatan politik dan finansial, tetapi juga oleh siapa yang bisa menawarkan keuntungan politik terbesar bagi dirinya. Di faktor ini, Puan bisa kembali jadi yang paling unggul, apalagi jika ia berhasil membawa PDIP sebagai sekutu Prabowo. 

Baca juga :  Dedi Mulyadi's (Blunder) War Against Ormas?

Sebaliknya, jika Puan tetap berada di bawah bayang-bayang Megawati dan PDIP terus berseberangan dengan Prabowo, maka AHY dan Gibran masih memiliki peluang lebih besar. AHY bisa menjadi opsi untuk memperkuat dukungan dari kelompok pemilih Demokrat yang selama ini lebih condong ke arah oposisi. Sementara itu, Gibran bisa menjadi jembatan bagi Prabowo untuk mempertahankan basis pemilih loyal Jokowi di 2029. 

image

Bergantung Pada Siapa yang Bisa “Rayu” Prabowo? 

Pertarungan antara AHY, Gibran, dan Puan menuju bursa cawapres Prabowo 2029 adalah persaingan politik yang kompleks dan menarik untuk ditunggu kelanjutannya. Dengan kekuatan politik dan finansial yang hampir seimbang, faktor yang paling menentukan adalah sejauh mana mereka bisa memenangkan hati Prabowo dan menawarkan keuntungan strategis yang paling besar. 

Namun, perlu diingat bahwa dunia politik adalah dunia yang sangat dinamis, di dalam politik tidak ada yang benar-benar pasti hingga menit terakhir. Manuver politik, dinamika internal partai, dan perubahan lanskap elektoral bisa saja merombak perhitungan yang ada saat ini. Oleh karena itu, AHY, Gibran, dan Puan perlu terus memperkuat posisinya masing-masing sambil menjaga hubungan baik dengan Prabowo jika ingin mengamankan tiket sebagai cawapres di 2029. 

Dan yang menariknya, besar kemungkinannya kubu dari ketiga tokoh ini sudah mulai memetakan kekuatan dan kelemahan masing-masing bahkan dari sekarang, maka dari itu, tidak heran bila ke depannya akan ada upaya dari kubu masing-masing agar para pesaingnya tidak mendapatkan keunggulan yang dominan. 

Tetapi pada akhirnya, ini semua hanyalah prediksi belaka. Bisa saja, ke depannya mereka bertiga justru berkolaborasi. Bagaimanapun juga, akan sangat menarik untuk menunggu manuver-manuver politik dari para anak presiden ini ke depannya. (D74) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Titiek Puspa: ‘Pinnacle’ Nyanyian Soeharto?

Penyanyi legendaris, Titiek Puspa, yang meninggal dunia pada Kamis (10/3) kemarin kerap disebut "penyanyi Istana." Mengapa demikian?

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dasco’s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

2029 Anies Fade Away atau Menyala?

Ekspektasi terhadap Anies Baswedan tampak masih eksis, terlebih dalam konteks respons, telaah, dan positioning kebijakan pemerintah. Respons dan manuver Anies pun bukan tidak mungkin menjadi kepingan yang akan membentuk skenario menuju pencalonannya di Pilpres 2029.

More Stories

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

The Irreplaceable Luhut B. Pandjaitan? 

Di era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi), Luhut Binsar Pandjaitan terlihat jadi orang yang diandalkan untuk jadi komunikator setiap kali ada isu genting. Mungkinkah Presiden Prabowo Subianto juga memerlukan sosok seperti Luhut?