Girlband asal Korea Selatan (Korsel) yang bernama NewJeans bisa dibilang menjadi salah satu grup musik fenomenal di tahun 2023. Mengapa NewJeans sangat mudah untuk disukai? Apa kaitannya dengan feminisme?
“New hair, new tee. New Jeans, do you see?” – NewJeans, “New Jeans” (2023)
Beberapa waktu lalu, Rendi dan Tiya memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran cepat saji terkenal asal Amerika Serikat (AS). Namun, mereka pun dibuat kaget dengan ramainya restoran itu.
Ternyata, oh, ternyata, restoran tersebut tengah berkolaborasi dengan salah satu girlband K-pop yang tengah naik daun, yakni NewJeans. Well, para Bunnies – sebutan untuk kelompok penggemar NewJeans – pasti tahu girlband yang beranggotakan Minji, Hanni, Danielle, Haerin, dan Hyein itu.
Layaknya girlbands K-pop pada umumnya, NewJeans juga mengandalkan koreografi yang begitu variatif. Dengan dentuman beat yang cepat, Minji dkk menunjukkan keahliannya.
Sontak saja, media sosial (medsos) – mulai dari Instagram Reels hingga TikTok sempat dibuat ramai oleh fenomena NewJeans. Sejumlah pengguna medsos bahkan membuat meme-meme terkait grup musik satu ini.
Namun, bisa dibilang, NewJeans memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan girlbands Korea Selatan (Korsel) lainnya. Dalam video-video musiknya, estetika yang ditunjukkan adalah baju dan dekorasi dengan warna pastel – disertai dengan aksesoris-aksesoris seperti topi telinga kelinci.
Well, berbagai akseoris, nama fandom (kelompok penggemar), hingga light stick (tongkat lampu) banyak mengambil unsur-unsur kelinci. Ini juga mengapa Rendi dan Tiya akhirnya mendapatkan bungkus makanan bergambar karakter-karakter kelinci ketika membeli burger di restoran cepat saji itu.
Mungkin, sifat dan estetika serba cute (lucu) inilah yang membedakan NewJeans dengan girlband populer lainnya seperti BLACKPINK. Pasalnya, bila melihat kembali girlband yang beranggotakan Jisoo, Jennie, Rosé, dan Lisa, perbedaan itu akan jelas terasa.
Namun, sejumlah pertanyaan pun kemudian muncul. Mengapa NewJeans dengan karakteristik visual yang berbeda ini bisa meledak di era kini? Mungkinkah ini juga berkaitan dengan kebiasaan dan nilai yang dipegang oleh masyarakat secara sosial dan politik?
Gelombang Baru K-pop?
Tidak dipungkiri lagi bahwa musik adalah bentuk ekspresi identitas sosial dan politik. Hal inipun juga berlaku dalam musik K-pop yang mulai mendunia sejak tahun 2000-an.
Umumnya penggunaan musik sebagai ekspresi identitas sosial dan politik ini juga terlihat dari bagaimana musik pop AS yang mendunia juga menggunakan musik sebagai bentuk ekspresi feminisme.
Bisa dibilang, banyak musisi perempuan AS akhirnya melakukan ekspresi demikian. Beyoncé, misalnya, mengekspresikan citra perempuan yang kuat melalui lagu-lagunya seperti “***Flawless” (2013).
Tidak hanya Beyoncé, bentuk ekspresi feminisme ini juga terdengar di lagu-lagu musisi lain. Melalui lagu “Girl on Fire” (2012), Alicia Keys juga menonjolkan figur perempuan yang begitu kuat melalui lirik-liriknya.
Hal yang tak jauh berbeda akhirnya juga diilhami oleh musik-musik pop Korea (K-pop). Setidaknya, sebelum tahun 2000-an, sebagian girlbands Korsel dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni jenis girlband peri dan jenis girlband eksotis.
Namun, di sejumlah girlbands generasi kedua seperti Girls’ Generation (juga dikenal sebagai SNSD) dan 2NE1, ekspresi perempuan yang ditunjukkan mulai berubah. Girlbands ini tidak lagi menonjolkan citra perempuan yang lucu, lemah, dan tidak berdaya.
Mengacu ke tulisan Aelim Kim yang berjudul Korean Popular Music (K-Pop), Youth Fan Culture, and Art Education Curriculum, dua girlband ini semacam mengalami Westernization (wersternisasi) – mengadopsi nilai-nilai kultural ala Barat – sehingga menunjukkan citra perempuan modern yang sukses – meski juga menampakkan citra perempuan yang lucu juga.
Bukan tidak mungkin, westernisasi ini yang akhirnya terus diturunkan kepada girlbands K-pop di generasi-generasi berikutnya. BLACKPINK, misalnya, menunjukkan citra perempuan dewasa yang modern dan independen.
Belum lagi, inspirasi musik yang digunakan oleh BLACKPINK adalah hip-hop. Ini mirip juga dengan 2NE1 yang banyak mengambil inspirasi hip-hop ala AS – yang mana mengedepankan citra perempuan kuat di kalangan musisi perempuannya.
Gelombang K-pop yang dipengaruhi oleh warna musik pop AS ini bisa dibilang turut mempengaruhi pesan yang ditonjolkan dalam karya-karya mereka. Namun, mengapa NewJeans yang muncul estetika yang lebih cenderung lucu bisa menjadi warna baru dalam gelombang feminisme dalam musik pop Korea dan global?
Feminisme Baru ala NewJeans?
Kemunculan NewJeans bisa dibilang menjadi diskusi terkait ekspresi identitas perempuan dalam musik. Pasalnya, layaknya di berbagai belahan dunia lainnya, perempuan di Asia kerap dianggap tidak perlu menjadi seserius laki-laki.
Namun, seperti yang dijelaskan oleh Kim dalam tulisannya, dengan masuknya modernisasi, banyak perempuan Korsel kini menjadi sejalan dengan citra perempuan kuat yang banyak digambarkan di produk-produk budaya populer AS dan K-pop.
Meski begitu, dengan mengutip Angel Lin dan Avin Tong dalam tulisan mereka Re-imagining a Cosmpolitan “Asian Us”: Korean Media Flows and Imaginaries of Asian Modern Femininities, Kim pun menambahkan bahwa terdapat sejumlah perempuan Korsel justru merindukan nilai-nilai feminin tradisional – di mana perempuan bisa berpenampilan lucu dan menarik serta memiliki sifat (personalities) yang lebih menenangkan (comforting) dan halus (subtle).
Dalam banyak budaya lain, budaya lucu (culture of cuteness) memang eksis dan menjadi daya tarik tersendiri. Jepang, misalnya, memiliki subkultur kawaii-nya yang hadir di banyak bentuk produk budaya populernya – mulai dari manga, anime, hingga J-pop seperti AKB48 dan JKT48.
Subkultur yang mengedepankan nilai dan estetik lucu ini, mengacu ke tulisan PinterPolitik.com yang berjudul Saatnya “Mega-chan” Berhenti Angkuh?, biasanya menonjolkan karakteristik lemah (powerlessness) – yang mana akhirnya orang lain yang melihatnya akan melindunginya.
Boleh jadi, atas alasan inilah, girlbands layaknya NewJeans dan FIFTY FIFTY yang lebih mengedepankan sifat perempuan yang lebih menenangkan dan halus bisa mulai bermunculan. Dalam lagu-lagu seperti “Attention” (2022) dan “Hype Boy” (2022), misalnya, NewJeans menyajikan lirik-lirik yang seorang gadis yang membutuhkan perhatian dari laki-laki yang disukainya.
Namun, benarkah demikian? Apakah NewJeans dan sejumlah gelombang baru girlband K-pop lainnya memang hanya menyajikan ekspresi identitas perempuan yang lebih “disukai”?
Menariknya, tidak semua lagu yang dibuat NewJeans mengedepankan identitas perempuan yang demikian. Dalam lagu “New Jeans” (2023), seperti pada kutipan di awal tulisan, NewJeans justru menonjolkan karakteristik dirinya yang siap menghadapi dunia – lebih mengedepankan kepercayaan diri.
Keunikan NewJeans ini menjadi menarik. Pasalnya, Kim juga menyebutkan ada hibridisasi dua sisi perempuan ini di Korsel – yakni antara citra perempuan yang lucu dan citra perempuan modern yang kuat.
Boleh jadi, bentuk ekspresi identitas perempuan ala NewJeans adalah bentuk baru feminisme yang lebih fleksibel di budaya populer. Inilah yang disebut oleh Mikaela Dery sebagai cute feminism (feminisme lucu) dalam tulisannya Perpetual Childhood: The Rise of Cute Feminism.
Cute feminism ini semacam mengombinasikan feminisme dengan estetika lucu (childlike). Estetika lucu sebenarnya juga semacam memberikan kenyamanan relatif bagi perempuan – melalui kepolosan (innocence) dan powerlessness.
Sederhananya, mengacu ke tulisan Dery, kombinasi antara prinsip-prinsip feminisme dan kepolosan membuat perempuan dapat mengekspresikan hak-haknya secara politik tanpa harus merasa terinterogasi oleh standar-standar perempuan modern.
Namun, apakah gelombang cute feminism ini akan kembali membuat perempuan berada di dunia yang tidak seserius dunia laki-laki kembali? Tentu, banyak yang meragukan ini dengan alasan bahwa perjuangan hak perempuan berada di dunia nyata dan bukan dunia fantasi.
Terlepas dari bagaimana masa depan cute feminism, yang jelas, NewJeans dan girlbands Korsel di generasi baru ini tampaknya tidak akan pergi dalam waktu dekat. Bukan begitu, Bunnies? (A43)