HomeNalar PolitikNasdem Paling Tepat Untuk RK?

Nasdem Paling Tepat Untuk RK?

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) menyatakan dirinya siap bergabung partai politik (parpol). Meskipun belum menyebutkan partai mana yang paling cocok, spekulasi tempat berlabuh RK sudah diperkirakan banyak orang, salah satunya adalah partai besutan Surya Paloh, yaitu partai Nasionalis Demokrat (Nasdem). Tepatkah jika RK bergabung ke sana?


PinterPolitik.com

Setelah berbulan-bulan muncul dalam hasil survei elektabilitas calon presiden (capres) Pemilihan Presiden 2024 (Pilpres 2024), Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan salah satu partai politik (parpol) di Indonesia.

Mengenai kisi-kisi parpol mana yang akan diliriknya, RK hanya mengatakan parpol tersebut adalah yang kokoh memegang ideologi Pancasila.

Meskipun belum secara spesifik mengatakan ke parpol mana dirinya akan berlabuh, RK menyebut tengah melakukan riset, dan siap bergabung pada tahun 2022. Tentu, publik menilai keputusan ini adalah demi menyambut Pemilu 2024.

Memang, nama RK akhir-akhir ini dianggap sebagai salah satu yang paling potensial menjadi capres Pilpres 2024, elektabilitasnya kerap berada di papan atas. Bahkan, beberapa pihak menilai RK adalah salah satu yang paling stabil di antara tokoh-tokoh yang ada.

Baca Juga: Ridwan Kamil, Diplomat untuk Badminton?

Firman Manan, pengamat politik dari Universitas Padjajaran (Unpad), contohya. Ia menganggap kestabilan tersebut dapat terjadi karena publik merasa cukup puas dengan konsistensi RK dalam penanggulangan wabah Covid-19 di Jabar. Dan ini adalah pencapaian yang luar biasa, kata Firman, mengingat kandidat lain adalah tokoh yang mendapat dukungan parpol.

Yang menarik kemudian adalah, meski posisi capres menjadi faktor yang kuat bagi RK untuk memutuskan bergabung parpol, RK mengklaim dirinya tidak ngotot mengejar mimpi menjadi orang nomor satu di Tanah Air. Ia mengatakan jika kondisinya kurang mendukung, dirinya akan mengambil kesempatan menjadi Gubernur Jabar untuk dua periode.

Di sisi lain, nama RK selalu disinggung dalam konvensi partai Nasdem yang rencananya akan dilaksanakan pada tahun 2022. Selain mendapat undangan untuk menghadiri konvensi, RK juga diketahui telah bertemu dengan Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh.

Lantas pertanyaannya, apakah RK akan bergabung ke Nasdem?

Kepada Partai Pengusung Pilgub?

Sebelum membahas mengenai parpol mana yang paling cocok, ada hal menarik mengenai RK yang perlu kita bicarakan, yaitu tentang keputusannya untuk bergabung dengan parpol. Padahal, selama ini, keunikan dari RK adalah, dia diunggulkan banyak orang untuk menjadi capres, namun tidak berafiliasi dengan parpol manapun.

Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Aisah Putri Budiatri mengatakan bergabungnya RK ke dalam suatu parpol adalah strategi yang harus dilakukan. RK, dinilai Aisah mulai menyadari dirinya butuh masuk ke parpol untuk dapat mengikuti kontestasi capres 2024. Selain karena dapat memberinya lebih banyak dukungan, parpol menjadi syarat wajib bagi orang yang ingin menjadi Presiden di Indonesia.

Baca juga :  Giant Mangrove Wall vs Giant Sea Wall

Memang, partai politik (parpol) adalah satu-satunya kendaraan politik bagi seseorang yang ingin menjadi capres dalam pemilu. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 6A Ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, yang jelas mengatakan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu.

Lalu, parpol seperti apa yang kira-kira diinginkan RK, benarkah Nasdem?

Pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes mengatakan ada tiga kriteria parpol yang akan dilirik RK. Pertama, parpol tersebut harus berasal dari parlemen. Kedua, parpol yang mendapatkan lebih dari 5 persen suara. Parpol yang masuk dalam kriteria tersebut adalah Nasdem, PAN, Golkar, PDIP, PKS, dan Gerindra.

Ketiga, parpol yang belum memiliki nama besar untuk diusungkan sebagai capres di 2024. Dengan ini, Arya menilai, Nasdem menjadi kandidat yang paling kuat, karena di antara parpol-parpol yang jatuh ke dua kriteria sebelumnya, nama besar untuk capres usungan Nasdem masih belum bisa ditentukan sebelum konvensi pada tahun 2022 nanti.

Baca Juga: Strategi Cerdik Nasdem di 2024?

Selain itu, RK pun memiliki catatan historis yang kuat dengan Partai Nasdem. Pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2018, RK diusung oleh Nasdem, dan berhasil menang. Oleh karena itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Nasdem, Ahmad Ali mengatakan, tidak salah bagi partainya untuk kemudian mengakomodasi niatan RK sebagai capres, karena Ali menganggap RK sendiri adalah Gubernurnya Nasdem.

Sementara itu, Ketua DPP Nasdem, Willy Aditya, menilai RK menjadi menarik bagi partainya karena ia adalah sosok yang paling disukai warganet. Berdasarkan survei dari Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), RK pernah menjadi tokoh yang paling disukai dibandingkan dengan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Ketidakberpihakan RK pada parpol lain selama ini juga menjadi pertimbangan penting. Karena berkaca pada Pilgub 2018, Ketum Nasdem, Surya Paloh sendiri mengatakan, jika ingin mendapat dukungan dari Nasdem, maka RK tidak boleh bergabung dengan partai manapun. Melihat kenyataannya saat ini, sebagai salah satu tokoh berelektabilitas tinggi namun belum berafiliasi dengan parpol, RK menjadi pilihan yang sesuai, sekaligus menggiurkan bagi Nasdem.

Nilai tambah juga bisa kita lihat dari pandangan ideologis RK, yang dalam beberapa pertemuan dan acara menekankan bahwa dirinya adalah seorang nasionalis Pancasila. Ini tentu sesuai dengan pandangan ideal dari Nasdem sendiri.
Tetapi kemudian persoalannya adalah, Nasdem pun dikabarkan sedang mendekati Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sama seperti RK, Anies juga diundang untuk menghadiri konvensi partai. Dan dilihat dari survei-survei yang pernah dilakukan, nama Anies bisa dikatakan hampir selalu mengungguli elektabilitas RK. Anies pun mendapat dukungan dari beberapa relawan Jabar, wilayah yang seharusnya didominasi oleh RK sebagai Gubernur.

Baca juga :  Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Lantas, apakah akan sia-sia jika RK melirik Nasdem?

Capres Bukan Harga Mati

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno mengatakan ada dua kepentingan yang dibawa parpol ketika mendekati RK. Pertama, untuk membuat jalan ke Pemilu 2024, karena memang diakui nama RK selalu muncul dalam papan atas survei elektabilitas. Kedua, upaya untuk menjadikan RK sebagai Gubernur dua periode di Jabar.

Melihat kembali pernyataan yang dilontarkan oleh RK mengenai pilihan untuk menjadi Gubernur dua periode, maka keunggulan Anies dari segi elektabilitas tidak menjadi masalah. Kalau RK berkomitmen pada pernyataannya, peluangnya untuk bergabung ke Nasdem semakin tinggi, dan justru malah menjadi keunggulan. Kalaupun RK nantinya tidak memenangkan posisi capres di konvensi Nasdem, dukungan dari partai akan tetap menguntungkannya.

Manuver politik yang dilakukan RK mencerminkan penerapan teori neorealisme dari studi ilmu hubungan internasional. Menurut Kenneth Waltz, suatu aktor yang masuk ke sistem politik, tidak selalu mencari peluang untuk menjadi aktor yang paling dominan, tetapi bisa juga sebagai upaya untuk  mempertahankan eksistensi politiknya. Dengan masuk ke sistem, aktor tersebut tidak perlu terlalu mengkhawatirkan tentang ketidakpastian kekuatan politik karena akan dapat sokongan dari sistem tersebut.

Dalam konteks Nasdem dan RK, sokongan yang dimaksud bisa diartikan ke berbagai hal, contoh pertamanya adalah kampanye politik. Jika memang RK tidak terpilih menjadi capres, dirinya akan tetap mendapat manfaat dari Nasdem karena  akan membantu kampanye politik RK ketika menyalonkan diri menjadi Gubernur tahun 2023 nanti. Selain itu, sokongan juga bisa kita artikan sebagai dukungan suara, yang sudah pasti jika bergabung partai, RK akan terbantu.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sebenarnya Cawapres Ideal?

Kekuatan politik yang didapatkan RK juga berpotensi sebagai batu loncatan politik yang kuat bagi RK. Menurut power transition theory dari A. F. K Organski, aktor yang memiliki potensi kekuatan politik kuat tetapi masih kalah dibandingkan aktor yang lebih dominan, justru memiliki kesempatan yang tinggi untuk kemudian menjadi aktor dominan yang selanjutnya, karena akan ada dorongan untuk menyeimbangkan kekuatan dari para pendukung internalnya.

Fenomena ini tercermin dalam banyak parpol lainnya saat ini, di mana terjadi fragmentasi-fragmentasi internal yang termotivasi oleh perbedaan arahan tokoh politik besarnya. Meskipun mungkin hal ini tidak bisa terwujud dalam waktu yang cepat.

Pada akhirnya, partai Nasdem tetap menjadi pilihan yang tepat bagi RK, meskipun ia nantinya kalah dalam konvensi partai. Kekuatan politik yang ia dapatkan dengan bergabung Nasdem tetap bisa dikapitalisasi untuk Pilgub 2023. Di sisi lain, jika RK bisa bertahan di Nasdem, ia juga berpotensi menjadi tokoh politik yang besar karena sudah memiliki modal kuat bahkan sebelum bergabung dengan partai. (D74)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Dengarkan artikel ini: Dibuat dengan menggunakan AI. Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok...

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

Paloh Pensiun NasDem, Anies Penerusnya?

Sinyal “ketidakabadian” Surya Paloh bisa saja terkait dengan regenerasi yang mungkin akan terjadi di Partai NasDem dalam beberapa waktu ke depan. Penerusnya dinilai tetap selaras dengan Surya, meski boleh jadi tak diteruskan oleh sang anak. Serta satu hal lain yang cukup menarik, sosok yang tepat untuk menyeimbangkan relasi dengan kekuasaan dan, plus Joko Widodo (Jokowi).

Prabowo, Kunci Kembalinya Negara Hadir?

Dalam kunjungan kenegaraan Prabowo ke Tiongkok, sejumlah konglomerat besar ikut serta dalam rombongan. Mungkinkah negara kini kembali hadir?

Prabowo dan “Kebangkitan Majapahit”

Narasi kejayaan Nusantara bukan tidak mungkin jadi landasan Prabowo untuk bangun kebanggaan nasional dan perkuat posisi Indonesia di dunia.

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

The War of Java: Rambo vs Sambo?

Pertarungan antara Andika Perkasa melawan Ahmad Luthfi di Pilgub Jawa Tengah jadi panggung pertarungan besar para elite nasional.

More Stories

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia? 

Tidak Salah The Economist Dukung Kamala?

Pernyataan dukungan The Economist terhadap calon presiden Amerika Serikat, Kamala Harris, jadi perhatian publik soal perdebatan kenetralan media. Apakah keputusan yang dilakukan The Economist benar-benar salah?