HomeHeadlineMustahil Anies Dirikan Partai?

Mustahil Anies Dirikan Partai?

Kecil Besar

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dibuat menggunakan AI.

Usai gagal maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Anies Baswedan mempertimbangkan untuk mendirikan sebuah organisasi masyarakat (ormas) atau partai politik (parpol).


PinterPolitik.com

“So escapin’ me is impossible” – Eminem, “Venom” (2018)

Siapa yang tidak mengenal Eminem? Penyanyi rap (rapper) asal Amerika Serikat (AS) yang muncul pada tahun 1990-an satu ini merupakan salah satu musisi hip-hop paling terkenal sepanjang sejarah genre ini.

Mungkin, bisa dibilang, bagi mereka yang tidak mendengarkan hip-hop, Eminem tetaplah nama yang tidak asing di telinga mereka. Sejumlah lagu yang pernah ditulisnya masih teringat jelas bagi mereka yang merupakan generasi Milenial dan Generasi Z.

Boleh jadi, Eminem bisa tetap dikenal karena tetap membuat lagu-lagu baru sehingga masih mengisi pasar musik terkini. Baru-baru ini, misalnya, Eminem merilis album yang berjudul The Death of Slim Shady (Coup de Grâce) (2024).

Hal yang mirip bisa saja berlaku dalam dinamika politik, termasuk dalam perpolitikan Indonesia. Seorang politikus juga harus bisa menjadi tetap relevan agar publik terus-menerus mengingatnya.

Misal, dengan menjadi seorang pejabat publik, seorang politikus akhirnya bisa tetap dikenal oleh masyarakat. Salah satunya adalah dengan melalui kebijakan-kebijakannya yang dinilai baik.

Namun, bisa juga, seorang politikus dikenal karena kritik-kritiknya yang tajam sebagai seorang oposisi. Politikus yang seperti ini juga bisa tetap dikenal di masyarakat dengan mengisi diskursus politik secara konsisten.

Lantas, bagaimana dengan seorang Anies Baswedan? Usai gagal maju di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, calon presiden (capres) 2024 itu mengumumkan bahwa dirinya mempertimbangkan untuk mendirikan sebuah organisasi masyarakat (ormas) atau partai politik (parpol).

Gagasan ini muncul karena Anies dinilai ingin tetap menjaga momentum politiknya, setidaknya agar bisa maju kembali sebagai capres pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029 nanti. 

Kendati demikian, sebuah tulisan di PinterPolitik.com yang berjudul “Anies Baiknya Masuk Kabinet Prabowo?” juga menilai bahwa Anies bisa saja menjaga momentum politik itu dengan bergabung dengan pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Baca juga :  Di Balik Kisah Jokowi dan Hercules?

Lantas, bila tetap ingin mendirikan sebuah parpol, parpol seperti apa yang akan didirikan oleh Anies? Kemudian, mengapa Anies bisa saja menghadapi sejumlah tantangan untuk bisa mewujudkannya?

Partai Anies, Kanan atau Kiri?

Bila benar Anies akan mendirikan sebuah parpol, tantangan pertama Anies adalah menentukan identitas dan warna parpol tersebut. Pasalnya, ini akan menjadi inti dari ke arah mana parpol itu berjalan.

Parpol pada umumnya didirikan dengan asas dan prinsip tertentu. Ideologi politik yang dianut akan menentukan preferensi kebijakan dan basis pemilih sebuah parpol.

Di sejumlah negara lain, misalnya, biasanya terdapat dua spektrum ideologi politik, yakni antara kanan atau kiri. Parpol yang cenderung kanan memiliki nilai-nilai yang konservatif. Sementara, partai kiri dinilai lebih berfokus pada arah kebijakan yang progresif.

Partai Republik di AS, contohnya, merupakan salah satu partai yang berspektrum kanan. Akibatnya, parpol ini cenderung mendukung kebijakan-kebijakan yang menjaga nilai-nilai yang diyakini dalam tradisi mereka, seperti kebijakan soal imigrasi yang cenderung mengancam nilai tersebut.

Sementara, Partai Demokrat di AS lebih mendorong kebijakan-kebijakan yang progresif. Partai yang diidentikkan dengan keledai ini biasanya mendukung kebijakan-kebijakan yang inklusif terhadap imigran di AS.

Di Indonesia, meski tidak kontras, spektrum inipun tetap hadir. PDIP, misalnya, merupakan partai yang cenderung berada di kiri. Sementara, partai berbasis agama, seperti PKS, lebih berada di spektrum kanan.

Lantas, bagaimana dengan partai Anies? Persoalan inipun bisa menjadi rumit. Pasalnya, banyak pendukung Anies adalah individu yang cenderung berada di spektrum kanan.

Sementara, Anies sendiri merupakan individu pemikir yang tidak berada di sayap kanan. Bahkan, pasangannya pada Pilpres 2024 lalu, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), menyebut Anies sebagai seorang liberal.

Dalam tulisan PinterPolitik.com yang berjudul “Soal LGBT, Anies Tetap Liberal?”, dijelaskan bahwa pengakuan Anies terhadap hak asasi manusia (HAM) bagi kelompok LGBTQ+ menjadi salah satu indikasi bahwa Anies memiliki nilai-nilai liberal sebagai pandangan politiknya.

Bukan tidak mungkin, sulitnya penentuan ideologi partai Anies nantinya menjadi penghambat. Pasalnya, party identification (ID) tetaplah penting untuk mendorong gerakan akar rumput parpol.

Katakanlah, Anies bisa menemukan titik tengah di antara spektrum ini, bukan tidak mungkin terdapat tantangan lanjutan. Mengapa Anies bisa jadi tetap kesulitan untuk menjalankan parpol-nya?

Prinsip “UUD” Hambat Anies?

Persoalan lainnya bagi Anies untuk mendirikan parpol ini adalah prinsip “UUD” alias “ujung-ujungnya duit” dalam perpolitikan Indonesia. Politik transaksional bukan tidak mungkin akan menghambat Anies.

Dalam menjalankan sebuah perkumpulan atau organisasi, tentu dibutuhkan modal. Menurut Kimberly Casey dalam tulisannya Defining Political Capital, modal inipun bisa beragam.

Namun, Casey juga tidak meninggalkan pentingnya modal finansial. Modal finansial ini juga penting agar bisa ditransformasikan menjadi modal politik bagi politisi.

Katakanlah, hampir semua parpol baru yang akhirnya bisa bertahan di perpolitikan Indonesia adalah parpol-parpol yang memiliki modal finansil. Partai NasDem yang sempat mengusung Anies di Pilpres 2024, misalnya, merupakan parpol besutan seorang pengusaha besar, yakni Surya Paloh yang memiliki banyak usaha di industri media, perhotelan, hingga pertambangan.

Tidak hanya Partai NasDem, terdapat juga Perindo. Perindo yang bermula dari ormas-pun juga dibesut oleh pengusaha konglomerat, yakni Hary Tanoesoedibjo yang juga berbisnis di industri media, energi, hingga properti.

Lantas, bagaimana dengan Anies? Anies tentu bukanlah seorang pengusaha besar yang memiliki modal finansial melimpah.

Namun, bila benar akan mendirikan parpol ataupun ormas, Anies tentu butuh prinsip “UUD”. Dengan kata lain, Anies membutuhkan investor yang mau mentransformasikan modal finansialnya menjadi modal politik.

Well, masih menjadi pertanyaan siapakah yang akan bisa melakukan hal demikian. Apakah itu Thomas Lembong atau investor lainnya? Who knows? Yang jelas, layaknya lirik Eminem di awal tulisan, sulit menghindari prinsip “UUD” ini. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Dengan Perang Dagang yang memanas antara AS dan Tiongkok, mungkinkah Presiden Prabowo Subianto bidani kelahiran Gerakan Non-Blok 2.0?

Kongres, Mengapa Megawati Diam Saja?

Dengarkan artikel ini. Audio ini dibuat dengan teknologi AI. Kongres ke-6 PDIP disinyalir kembali tertunda setelah sebelumnya direncanakan akan digelar Bulan April. Mungkinkah ada strategi...

Di Balik Kisah Jokowi dan Hercules?

Tamu istimewa Joko Widodo (Jokowi) itu bernama Rosario de Marshall atau yang biasa dikenal dengan Hercules. Saat menyambangi kediaman Jokowi di Solo, kiranya terdapat beberapa makna yang cukup menarik untuk dikuak dan mungkin saja menjadi variabel dinamika sosial, politik, dan pemerintahan.

Prabowo dan Strategi “Cari Musuh”

Presiden Prabowo bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4) kemarin. Mengapa Prabowo juga perlu "cari musuh"?

Hegemoni Dunia dan Misteri “Three Kingdoms” 

Di dalam studi politik internasional, perdebatan soal sistem seperti unipolarisme, bipolarisme, dan multipolarisme jadi topik yang memicu perbincangan tanpa akhir. Namun, jika melihat sejarah, sistem hegemoni seperti apa yang umumnya dibentuk manusia? 

The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Pertemuan Prabowo dan Megawati menyisakan tanda tanya dan sejuta spekulasi, utamanya terkait peluang partai banteng PDIP diajak bergabung ke koalisi pemerintah.

Saga Para Business-Statesman

Tak lagi seputar dikotomi berlatarbelakang sipil vs militer, pengusaha sukses yang “telah selesai dengan dirinya sendiri” lalu terjun ke politik dinilai lebih ideal untuk mengampu jabatan politis serta menjadi pejabat publik. Mengapa demikian?

Yassierli, PHK, dan Kegagalan Menteri Dosen

Gelombang PHK massal terjadi di banyak tempat. Namun, Menaker Yassierli tampak 'tak berkutik' meski punya segudang kajian sebagai dosen.

More Stories

Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Dengan Perang Dagang yang memanas antara AS dan Tiongkok, mungkinkah Presiden Prabowo Subianto bidani kelahiran Gerakan Non-Blok 2.0?

Prabowo dan Strategi “Cari Musuh”

Presiden Prabowo bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4) kemarin. Mengapa Prabowo juga perlu "cari musuh"?

Yassierli, PHK, dan Kegagalan Menteri Dosen

Gelombang PHK massal terjadi di banyak tempat. Namun, Menaker Yassierli tampak 'tak berkutik' meski punya segudang kajian sebagai dosen.